Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama (2)

3.3K 141 4
                                    

"Jimin kenalkan ini (y/n) saudaraku yang sekaligus teman baruku di SMA",kata Seulgi padaku.
Seulgi adalah temanku saat SMP. Aku sudah mengenalnya selama 3 tahun dan baru kali ini aku tahu kalau ia memiliki saudara se ehmm menarik dirimu.

"(y/n)", katamu sambil mengulurkan tanganmu padaku.
"Ji...Jimin",jawabku gugup saat menerima uluran tanganmu.

Sungguh aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku. Jantungku berdetak begitu cepat saat melihatmu apalagi saat berjabat tangan denganmu padahal ini pertama kalinya aku bertemu denganmu. Kuamati terus dirimu yang kini sudah terlibat percakapan dan gurauan-gurauan yang seru dengan teman-temanku. Seolah-olah kau sudah mengenal mereka lama. Yah ini memang reuni SMPku dan Seulgi tapi kau benar-benar bisa begitu luwes dengan mereka.

Apa yang menarik dari (y/n) pikirku dalam hati saat itu. Kau tak cantik. Kulitmu tak seputih Seulgi. Badanmu juga tak setinggi dan selangsing Seulgi tapi entah begitu indah di mataku. Rambutmu pendek tak ubahnya seperti seorang polisi wanita dan pakaianmu menunjukkan kalau kau ini anak yang tomboy. Diperjelas dengan gerak-gerikmu yang jauh dari kata anggun. Tapi yah kau nampak begitu ceria dan cerah, menarik sudut hatiku untuk terus memperhatikanmu. Dan yah satu lagi entah mengapa aku berfikir kau memiliki pengetahuan yang begitu luas. Terbukti dengan kau yang selalu bisa menjawab dan menaggapi semua obrolan yang ada. Hatiku tergelitik untuk mencoba mengetesmu. Err... ku akui aku cukup pandai atau bisa dikatakan cerdas.

Aku dulu adalah seorang ketua OSIS dan aku juga berhasil masuk di kelas unggulan di suatu SMK yang begitu bonafid di Jogja.
Tak kuduga tak kusangka kau mampu mengimbangi obrolanku bahkan harus kuakui kau mematahkan argumenku saat kita beradu argumen. Dan bodohnya aku menanggapimu dengan ketus hingga membuatmu kesal dan berani mengatakan hal yang menusuk padaku. Teman-temanku hanya tertawa melihat aku kalah beradu mulut denganmu. Sedangkan aku terlalu gengsi untuk mengakui itu hingga kau mendecik sebal padaku.

Aku terus diam dan memotong perkataanmu dengan sinis setiap perkataan yang terlontar dari bibirmu. Aku sukses membuatmu kesal hingga kudengar kau berbisik pada Seulgi
"Sepertinya temanmu yang itu membenciku".

Oh ayolah (y/n) aku tidak membencimu, sama sekali tidak. Bahkan aku mulai menyukaimu, ani mungkin aku mulai mencintaimu. Aku ingin lebih dekat dan tahu lebih tentangmu. Mungkin ini gila, karena kita baru saja bertemu tapi yah aku gila karenamu (y/n).

Sudah beberapa bulan sejak pertemuanku denganmu (y/n) tapi kau masih saja berkecamuk dalam benakku. Sebenarnya bisa saja aku menanyakan pada Seulgi nomor ponselmu atau id chattingmu tapi entah mengapa aku merasa itu bukan gayaku.

Jujur aku merasa sedikit kurang jantan jika harus melakukan pendekatan dengan chatting terlebih dahulu. Aku merasa lebih nyaman ketika bertatap muka langsung terlebih dulu baru aku mulai melakukan pendekatan dengan chatting secara intense. Apalagi kesan yang kubuat padamu kurang baik ketika kita bertemu sebelumnya. Jadi kuputuskan aku akan mengajakmu bertemu, dengan Seulgi tentu saja sebagai perantara, baru kutanyakan langsung nomor dan id chattingmu. Namun sepertinya hal itu belum bisa kulakukan dalam waktu dekat ini. Aku masih disibukkan dengan persiapan mengikuti Olimpiade Asrtronomi tingkat Nasional satu setengah bulan lagi. Dan selama itu aku terus mendapat ekstra bimbingan dari pihak sekolah dan otomatis aku tak bisa pulang kampung ke Solo untuk bertemu denganmu. Olimpiade cepatlah berakhir. Arghhh...

Setelah lebih dari 3 bulan aku berjibaku dengan Olimpiade laknat itu akhirnya aku bisa kembali ke Solo, dan menemuimu (y/n) tentu saja. Untung pengorbananku tidak sia-sia, aku berhasil meraih medali perunggu. Mungkin jika aku tak berhasil membawa medali aku akan semakin menyumpahi Olimpiade itu. Dengan penuh semangat kuhubungi Seulgi untuk mengajakmu keluar dan bertemu di salah satu kafe.

MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang