Three - Arya

1.3K 140 63
                                    

"Sini sini! Liat deh Kanen! Banyak ikaann!"

"Mana? Nana boongin Kanen ya?"

"Enggak. Sini liat duluu ih. Kanen nggak percaya sama Nana?"

Byurr

Seorang anak laki-laki tercebur kedalam kolam, didorong oleh anak perempuan.

"Hahahah. Kanen gampang banget diboongin."

"Kan Kanen percaya sama Nana. Kok Nana boongin Kanen?"

Kanen menatap setengah tubuhnya yang kini basah.

"Hehe.. maaf deeh. Berarti sekarang Kanen udah nggak percaya dong sama Nana?"

Terlihat berfikir, si anak laki-laki terdiam. Ia bangkit dari kolam dangkal tempatnya biasa bermain dan menghampiri kawannya.

"Enggak. Kanen tetep percaya sama Nana meskipun Nana boongin Kanen."

"Janji yaa?"
Anak perempuan berbaju merah muda itu tertawa, menjulurkan kelingkingnya yang disambut hangat oleh anak lainnya.

"Janji."

.
.
.

Akhirnya aku menemukannya.
Setelah sekian lama, akhirnya aku bertemu dengannya.
Tapi,
Kenapa dia tidak mengenaliku?

Arya POV

Hari pertama di sekolah baru. Yah, bukan hal sepesial mengingat ini adalah sekolah ke-4 ku dalam tahun ini.

"Perkenalkan, saya Arya Arkan Danendra."

"Wooooooo!" beberapa anak bersorak mendengar namaku.

Aku berusaha tersenyum. Kesan pertama itu penting.

"Biasa dipanggil Arya," lanjutku. Aku mengedarkan pandangan.

Guru di sampingku berkata sesuatu. Tapi percuma. Fokusku sudah terpusat di satu titik. Reyna? Awalnya aku mengira hanya mirip. Atau malah memoriku sedang memanipulasi. Tapi bekas luka itu meyakinkanku. Samar, dan tertutup oleh poninya. Tapi bagiku itu sangat kentara.

"Arya?" bahuku ditepuk.

"Eh-Ya bu? Maaf." fokusku kembali.

"Kamu bisa duduk disana" Guru itu tersenyum dan menunjuk sebuah bangku. Aku menurut.

Pelajaran berlangsung. Tapi aku sama sekali tidak memperhatikan. Fokusku benar-benar sepenuhnya diambil alih oleh gadis dengan kuncir kuda yang tampangnya terlihat tidak bersahabat. Ia hanya mengobrol dengan beberapa temannya dan tingkahnya benar-benar jauh dari kata... anggun?

Berbeda dengan beberapa kelompok anak dengan cat kuku mencolok dan aksesoris menggelikan ala perempuan yang sedang sibuk mengajukan pertanyaan membosankan padaku seperti
"Rumah kamu dimana?"
"Minta pin bb nya dong!"
Bah.

Tapi gadis itu, seolah acuh dengan kehadiranku. Menoleh padaku sekali saja tidak.

...

Sepulang sekolah aku mengikutinya. Berjalan tak jauh di belakang, sebisa mungkin menjaga jarak. Tak sengaja mendengar lawakan yang ia lontarkan pada temannya mau tak mau membuatku ikut tersenyum.

Ia masuk ke sebuah rumah setelah melambaikan tangan pada seorang gadis lain yang berada di sebrang. Keduanya tak melihatku.
Gadis itu tersenyum. Manis. Senyum itu.. Reyna?

Segera saja setelah gadis itu memasuki rumah, Aku memutar tubuh. Berjalan ke arah lain.

Aku langsung masuk ke rumah setelah memarkirkan motor. Yang pertama kutuju adalah kamar tentu saja.
Aku mencari sesuatu. Kupandangi benda lusuh yang kini sudah bertengger di tanganku.

Reyna.. ini aku..

***

Aku tidak sabar menunggu pagi, aku ingin segera bertemu dengannya.

Hari kedua ternyata sama saja. Reyna tetap tidak menunjukkan tanda bahwa ia mengenaliku. Hari ini ia terlihat sibuk dengan buku tebal yang terlihat membosankan.

Saat istirahat aku mendekatinya.

"Hei"
Sedetik
Semenit
Tidak ada respon.
Kesal, aku menjatuhkan bukunya.

Tanpa memandangku, ia langsung bertriak.

"DIH APASIH RESE AMAT"

"Ada masalah apa lo sama gue? Lo kenal gue?" lanjutnya.

Kasar, nyolot, blak-blakan. Persis Reyna.

"Lo siapa sih?" Ia bertanya dengan nada kesal.

"Lo gak inget?" Aku berusaha menekan perasaan yang ingin meledak di dalam. Bahagia? Rindu? Entahlah.

"Lo.. anak baru yang kemaren kan?" Ia menyeletuk setelah beberapa saat berfikir. Ck, Bukan itu maksud gue.

Lemot, ini Reyna.

"Eh, Arya. Ada apa nih?" teman sebangku Reyna datang. Cih, ganggu suasana.

"Ga ada," aku menjawabnya singkat dan bergegas kembali ke bangkuku.
Beberapa anak lelaki yang melihatku mulai bertanya apa yang terjadi. Tentu kujawab dengan serasional mungkin.
Aku menatap punggung Reyna. Dan beberapa saat setelahnya, ia menoleh ke arahku, namun langsung berbalik.

***

Pulang sekolah, Reyna bergegas keluar bersama temannya. Karena seharian memperhatikannya, aku tau ia belum memasukkan buku yang seharian ini menyibukkannya ke dalam tas.

Teledor, ini Reyna.

Aku meraih buku itu dari laci meja Reina dan mengikutinya pulang.

Setelah melakukan ritual perpisahan dengan tetangga depan rumah sekaligus teman sebangkunya, aku memanggilnya ketika hendak membuka gerbang.

Ia menoleh "Arya ya? Ngapain lo-"

"Nih," aku memotong kalimat dan menyerahkan bukunya.

"Ah! Novel guee. Pasti ketinggalan di laci! Makasih ya!" ia memekik, matanya mendadak berbinar lucu.

Ini benar-benar Reyna. Aku tidak mungkin salah orang.

"Lo .." aku sempat ragu untuk meneruskan. Harus mulai darimana?

"Lo ga inget ya?" hanya itu yang kuucapkan. Sial.

Dia terlihat bingung dan berfikir
"Nama lo... bener Arya kan?"

Hah? Missunderstand. Bego. Aku semakin yakin. Ini Reyna.

Dia tidak berubah.

Kuurungkan niatku yang sebenarnya, aku hanya mengangguk dan memutuskan untuk pergi.

Aku menemukanmu.

AnathemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang