/4/ Jawaban yang Ditemukan

4.6K 329 25
                                    


Jawaban yang Ditemukan


-- ostensif 

cara menggambarkan suatu konsep dengan mengucapkannya, menunjuknya, atau mengisyaratkannya; (rujukan : definisi)

&

Pada satu titik kehidupan, tidak peduli kaya atau miskin, pintar atau bodoh, cantik atau buruk rupa, baik ataupun buruk, kamu akan menemukan dirimu berjalan berdampingan bersama orang lain yang bukan bagian dari dirimu sebelumnya. Satu orang spesifik yang kehadirannya sungguh berharga pada satu masa kehidupanmu.

Masyarakat menyebutnya sebagai pasangan. Para penggemar keindahan perasaan yang naif menggambarkannya sebagai cinta. Aku mempercayainya sebagai sebuah kesepakatan. Kalian sepakat bersama-sama menyatukan idealisme mencoba mencari titik temu bersama. Realistis tanpa bumbu romantis.

Bagiku yang selalu melihat betapa orang terbutakan cinta, kata cinta itu sendiri menjadi begitu ambigu. Ada orang yang saling melukai karena cinta. Tentu saja bertahtakan perasaan pasangannya yakni cemburu. Ada pula orang yang sanggup memberikan kepenuhan dirinya atas nama cinta. Meski tidak melulu soal cinta, tapi menurutku lebih kepada nafsu semata. Egoisme manusia membutakan.

"Ketika seseorang yang lo cintai mencintai lo balik, itu namanya keajaiban," pesan seorang teman lamaku. Dia perempuan paling realistis yang pernah kukenal. Sayang dihadapan cinta, diapun menjadi tidak berdaya. Bagaimana sebetulnya cinta bekerja pada satu orang dengan yang lainnya tidak bisa digambarkan dengan pasti.

Aku selalu mengelak. Bagiku hubungan yang hanya didasari cinta tidak akan sampai ke titik manapun. Cinta terlalu egois. Cinta terlalu melankolis. Cinta adalah sebuah absurditas yang dibalutkan manusia untuk menutupi kata sifat lainnya yang berjalan bersisian dalam resep romansanya masing-masing.

Bukan berarti aku tidak percaya cinta.

Aku percaya pada cinta yang universal. Sementara bentuk cinta lain yang mengikat seorang manusia pada pasangannya, hm itu butuh lebih dari satu hipotesa dan teorema. Percaya atau tidak, cinta yang seperti itu terlalu sulit dijelaskan.

"Lea?"

Seseorang memanggil namaku. Suaranya cukup familiar meski terasa mengawang ketika aku berusaha mengingatnya. Kuputar badanku dari partisi buku menuju posisi lain di belakangku. Ya Tuhan!

Aku termangu sejenak memastikan bahwa yang aku lihat bukanlah sebuah bayangan imajiner. Dia nyata dengan segala keberadaannya di depan mataku sekarang. Bagaimana bisa? Dari semua tempat, waktu dan skenario yang ada? Bagaimana bisa?

"Wah!" aku terpekik setelah sadar kemudian, "John? Lo ke sini juga?"

Laki-laki di depanku ini memberikan senyumannya. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Senyumannya masih sama seperti dulu. Kikuk, penuh karisma, namun hangat. Ada sesuatu yang bergejolak pada alam bawah sadarku – entah apa.

"Iya gua ke sini, nih. Gimana hidup? Baik?"

Aku tersenyum semangat, "Baik kok. Lo gimana? Sehat?"

Dia mengangguk.

"Lo sama siapa ke sini? Temen-temen?"

Ya. Aku ke sini dengan siapa? Aku hanya memberikan senyuman kecilku. Frankfurt Buchmesse demi Tuhan! Kalau saja aku memang punya teman yang cukup niat pergi ke Frankfurt 'hanya' untuk menghadiri pameran buku, hidupku pasti tidak akan sedatar detik ini.

Tentu saja, John – teman kuliahku – sepertinya punya teman-teman yang lebih menyenangkan karena bisa diajak ke festival buku terbesar di dunia ini. Aku sendiri? Jangan harap.

"Nggak sama temen-temen kok..." aku menjawab pada akhirnya.

"Oh ..." dia menganggukkan kepalanya.

"Lo sama temen-temen?"

Kini ganti dia yang kikuk menjawab. Binar matanya menghipnotis binar mataku. Ada satu titik pada kehadirannya yang membawa memori-memori lamaku berlarian. John adalah seorang laki-laki yang banyak menginspirasiku. Kami tidak terlalu dekat meski tidak benar-benar jauh juga. Selalu ada tembok yang membatasi kami tanpa bisa aku mengerti mengapa hal itu bisa terjadi.

Karena itu melihatnya di sini pada hari ini membuatku cukup terkejut. Kehadirannya seperti oase pada segala pertanyaanku mengenai hubungan manusia, cinta, dan rasa ingin jatuh pada pesona seseorang. Ya, dia seperti jawaban yang hadir dari ketidakmungkinan. Bayangkan bertemu teman Indonesiamu di negara lain pada sebuah acara yang sedemikian besar. WOW!

"Uhm ... gua bareng sama Wulan sih..." ucapnya.

Oh. Hatiku remuk tanpa bisa kutolak. Wulandari, perempuan hebat yang aku kenali. Jadi mereka sekarang bersama? Sungguh pasangan yang patut dicemburui. Pintar, baik, serta sempurna. Keduanya.

Aku apa?

Aku berusaha memberikan senyumanku.

"Lea ..." seseorang dengan tiba-tiba merangkul pinggangku dari belakang. Suaranya parau menyapu gendang telingaku dari dekat.

"Hi, babe! Udah dapat deal bukunya sama publisher yang kamu incer?" aku menolehkan pandangan pada pria yang kini merangkulku dengan gerakan posesif. Aku bisa merasakannya. Hal ini yang sungguh kubenci dari kata sifat bernama cinta. Tidakkah cinta membuat kita seakan memiliki manusia lain yang sebetulnya tidak akan pernah bisa kita miliki. Manusia tetaplah miliki alam semata. Tidak ada manusia yang bisa memiliki manusia lain. Jadi mengapa cinta membawa kata sifat lain bernama posesif?

"Udah kok. Siapa nih?" nada pertanyaannya ramah merujuk pada John yang kini menatap kami bingung.

"Roy ini John temen kuliah aku dulu. Beda fakultas sih tapi kami dulu aktif bareng di unit kegiatan. John ini Roy cowok gua..."

John menjulurkan tangannya untuk menjabat tangan Roy. Roy juga melakukan hal yang sama. Keduanya lalu bertukar nama dan senyuman.

"Oke deh gua balik duluan ya, sekalian mau cari Wulan nih. Goodluck Lea ..." John pamit meninggalkanku. Aku hanya bisa memberikannya senyuman serta doa dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Be happy, John.

"Jadi aku masih pacar kamu, Le?" pertanyaan Roy menarik lesatan doaku, "Kapan dong statusnya berubah? Kapan kamu kasih jawaban untuk lamaran aku?"

Pelukan adalah jawabanku untuk Roy. I just don't love you, Roy. Aku tidak bisa mengerti bagaimana cinta bekerja sampai John datang hari ini. Itulah cinta ternyata. Saat hanya dia yang kupikirkan, saat hanya dia yang kuinginkan, saat hanya dia yang bisa menggerakkan hatiku kemudian mematahkannya tanpa peringatan. Aku mencintai dia. Maka aku tidak akan bisa bersama dia.

Aku benci cinta yang mengikat. Biarlah tetap seperti ini, bolehkan?

I just don't love you so it's okay. I love him that's why I am not okay.

Jawabannya seperti ini.

&

2016 . 05

feat frankfurt, Urban Zakapa's I Just Don't Love You, and a memory of us. 

DUA - Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang