Prolog Bab 2

19 1 1
                                    

“Hidupnya berubah, semenjak hari itu”
-ll-
Namaku Syn, tiga huruf tanpa arti khusus terkandung di dalamnya. Seorang perempuan berumur lima belas tahun, yang akan memulai masa-masa SMA di sebuah sekolah khusus author fanfiction. Memang aku memiliki hobby menulis, sesekali menorehkan puisi pada selembar kertas usang, yang tak pernah diperlihatkan pada siapapun. Menjadi penulis handal bukanlah cita-citaku, melainkan bekerja sebagai ahli komputer meski belum jelas, menginginkan posisi apa dan menjadi siapa.
Semua dimulai ketika liburan musim panas berlangsung ….
Flashback ….
Matahari pukul dua belas siang bersinar terik, aku si pemalas hanya berdiam diri di kamar. Memasang AC guna mendinginkan kulit yang terus mengeluarkan keringat. Laptop dan air es menemani santai, sedangkan jari-jemariku menari lincah di atas keyboard model QWERTY. Akhirnya selesai juga membuat lanjutan cerita, butuh waktu berjam-jam hingga punggungku terasa sakit. Tetapi belum selesai, aku harus ‘mengirim’ ke fanfiction barulah urusan ini kelar.
“Baiklah. Ayo kita lihat review di cerita X ….”
Ughh mengecewakan, hanya bertambah satu. Terkadang aku heran, kenapa ada author yang bisa mendapat banyak review, maunya pembaca memang sulit sekali dipahami …. ibu memanggilku dari lantai bawah, diawali marah-marah tidak jelas baru menyuruh putri pemalasnya, membeli daftar barang di minimarket terdekat, bahkan kakak modus menitip makanan ringan. Ya biarlah, hitung-hitung uang kembaliannya bisa dibelikan es krim.
“Ibu, kakak, aku berangkat dulu!”
“Jangan lama-lama! Sisa uangnya berikan pada ibu, tidak boleh dijajani es krim!!”
Masuk telinga kanan keluar di kiri, hahaha …. cuacanya panas, tenggorokanku keburu kering sebelum tiba di minimarket. Untung ada toko kelontong yang buka, jadi bisa beli es krim sambil menempuh perjalanan. Terlebih diberi diskon oleh kakek Yajima, karena termasuk pelanggan tetap yang sering berbelanja di situ. Katanya sih terancam tutup akibat hutang menumpuk, lalu bagaimana cara beliau menyambung hidup?
“Kek, tokonya benar-benar akan ditutup?”
“Begitulah. Lagi pula kakek mau pensiun. Sebentar lagi Syn masuk SMA, waktu berjalan cepat ternyata” umurnya sekitar delapan puluh tahun, dan beliau tidak mempunyai anak untuk meneruskan toko kelontong
“Uhm! Aku diterima di SMA Lamia Scale. O-oh iya, hampir lupa ke minimarket. Sudah dulu ya kek!”
Hanya membeli minyak goreng, sabun mandi, sebotol sirup dan makanan ringan. Kenapa tidak sekalian saja di toko kelontong? Baiklah, anggaplah jalan-jalan guna menghabiskan waktu. Sesampainya di rumah, aku langsung memberikan belanjaan yang ibu titipkan. Berlari menghampiri kakak di ruang tamu dengan laptop terpangku rapi di atas meja kaca. Diam-diam aku mengintip lewat belakang, jarang melihatnya membuka microsoft word.
“Kakak tidak tau kamu suka membuat cerita. Mau mencoba tes masuk sekolah ini?” tanyanya menyodorkan selebaran promosi yang entah didapat darimana. Spontan aku menggelengkan kepala cepat, untuk apa karena sudah diterima di SMA Lamia Scale?
“Dengarkan saran Laxus. Ibu mendukungmu masuk ke SMA fanfiction itu” ternyata mereka bersekongkol di belakangku, dan kakak mengobrak-abrik isi laptop kemudian seenak jidat mengcopy dokumennya
“Ceritamu bagus. Cobalah pasti diterima!”
Siapa sangka ucapan kakak menjadi kenyataan. Aku batal masuk SMA Lamia Scale, terpaksa pula membelikannya snack seminggu penuh karena kalah taruhan.
End flashback ….
Dan di sinilah aku berdiri, di depan gedung nan megah yang menjulang tinggi. Banyak orang asing di sana, memaksaku untuk beradaptasi cepat atau lambat. Ruang kelasnya besar dengan nama pelat sesuai bagiannya. Ada diksi, majas, cerpen, puisi dan lain-lain. Ketika dua SMA nanti kita bisa memilih ingin fokus kemana, sehingga tidak perlu mempelajari materi yang berbeda-beda setiap hari. Malas berdesak-desakan mencari kelas, ku putuskan untuk berkeliling sebentar di koridor sekolah.
Tap … tap … tap ….
“Maaf, apa kamu yang bernama Syn? Kepala sekolah mencarimu di ruangannya” ada cowok tampan menyapaku! Rambut sebiru laut dengan tato di mata kiri, rata-rata tinggi dan berpenampilan keren. Cukup bagus untuk awal masuk sekolah
“Pergilah cepat, malah melamun”
“Tunggu sebentar, kita belum berkenalan. Siapa namamu?”
“Jellal Fernandes. Duluan ya, aku harus mencari kelas”
Dewi fortuna memihak padaku rupanya! Meski ada masalah lain yang harus diurus. Kenapa kepala sekolah memanggil? Padahal aku tidak membuat kericuhan di depan sekolah, justru murid lain terlebih pelakunya cewek! Usai mengetuk pintu sebanyak tiga kali, beliau menyuruhku duduk di kursi untuk membicarakan sebuah urusan. Apapun itu ku pikir bukan perkara besar , mungkin sangat baik bahkan kebalikannya.
“Sebelumnya perkenalkan, saya kepala sekolah SMA Fairy Tail Makarov Dreyar. Setelah membaca biodata, hasil tes dan wawancaramu ….” ga-gawat, apa jangan-jangan aku dikeluarkan karena salah memasukkan murid? Jika begini bagaimana caraku menghabiskan tiga tahun?!
“Kau dipilih menjadi hakim utama”
Eh, maksudnya? Terburu-buru aku membuka buku panduan sekolah. Mencari topik yang dimaksud kepala sekolah secepat dan setenang mungkin. Tertulis di halaman akhir, SMA Fairy Tail memiliki sistem hakim guna mengadili pembaca atau author yang melanggar peraturan fanfiction. Akan ada tiga murid terpilih menurut kehendak beliau sendiri, setelah ditilik dari biodata, hasil tes tertulis dan wawancara. Tetapi agak mengejutkan juga ….
“Kenapa bapak memilih saya? Dari ratusan murid yang masuk ke sini pasti ….”
“Karena kamu cocok. Pilihan saya tidak pernah salah, cukup percaya dan jalankan tugasmu, mengerti?”
Jadi teringat hasil tes majas dan lainnya, aku diterima dengan nilai pas-pasan yaitu 6,5. Mau memberi penolakan terus-menerus pun kepala sekolah tetap bersikukuh. Beliau menyuruhku keluar dan mencari kelas, seakan tau jika calon ketua hakimnya belum menemukan ruangan untuk belajar. Benar juga, kira-kira cowok tampan itu di kelas mana, ya? Semoga kami berpapasan lagi, bahkan jika diperbolehkan seangkatan lalu satu kelas!
“Hehehehe …. lumayan untuk dijadikan teman pertama, lalu pamer ke kakak punya kenalan cowok ganteng!”
Kriingg … kriing … kriing ….
Pukul 7.30, dan bel berbunyi nyaring menandakan pelajaran akan segera dimulai, sedangkan aku masih berkeliling santai belum menemukan kelas! Karena terlalu panik, kakiku terasa bergerak lebih cepat dibanding perintah otak. Bertanya pun gelagapan sendiri, mereka pergi duluan sebelum pertanyaanku sempat terlontarkan keluar mulut. Benar juga, kenapa tidak melihat pengumuman di papan tulis saja? Untung tertahan di lantai satu!
“Namaku … namaku …. di mana namaku?!” ketemu, di kelas X-C lantai tiga! Waktunya memacu kecepatan kuda!
TAP! TAP! TAP! TAP!
CKLEK!!!
Hosh … hosh … hosh ….
Syukurlah … belum … terlambat …. anehnya seisi ruangan benar-benar terlihat sangat penuh. Apa lagi dwiwarna uwabaki terlihat jelas menapak di lantai. Kalau tidak salah yang biru itu kakak kelas dua, jadi ceritanya ada penggabungan? Bagus, sekarang hanya terdapat dua pilihan : mencari tempat duduk kosong atau bergabung dengan salah satunya. Seseorang menepuk pundakku dari belakang, jangan-jangan guru yang mengajar di sini!
“Ma-maaf pak! Saya berjanji tidak akan mondar-mandir di koridor sekolah!!” lalu saat menengadahkan kepala balik, ternyata seorang perempuan bersurai coklat nampak begitu familiar. Dengan kelereng merah dan biru tanpa bidang kaca, yang menghalangi keindahan sepasang netra itu
“Kikyo-chan?! A-aku tidak menyangka kita sekelas. Tapi aneh, ya, kenapa digabung?”
“Syn-chan tidak jadi masuk SMA Lamia Scale? Aku sampai ketakutan karena sendirian di sini. Kepala sekolah sudah memberitau kok lewat speaker”
“Baiklah, lupakan saja. Ayo cari tempat duduk! Kebetulan kursi pojok sana masih kosong”
Lagi-lagi Tuhan menyelamatkanku! Sambil menunggu guru datang, kami berbincang sebentar di tengah hiruk-pikuk suasana kelas. Kikyo-chan bercerita masuk ke sini karena beasiswa, dan aku tidak heran jika dia mendapatkannya. Menilik kemampuan kami berbanding terbalik 180 derajat. Ketika seorang pria separuh baya memasuki ruangan, ada siswi lain yang baru tiba berpakaian lusuh. Luka di sana-sini seakan baru melewati perang dunia ketiga!
“Tinggal bangku pojokan yang kosong. Cepat duduk dan kita mulai perkenalan”
Kenapa harus kami yang dikurbankan?! Aku ketakutan setengah mati melihatnya. Badan tinggi, lagak mirip preman jalanan, banyak luka memar dan debu di sekujur tubuh. Sementara penampilanku terlihat kekanak-kanakan, memakai kuncir rambut bintang, tinggi badan sekitar 155 centimeter, wajah macam anak kecil tersesat, kalau dia menyuruhku balik ke sekolah dasar bagaimana? Tidak, tidak, ekspetasi yang berlebihan sekali ….
“Jangan takut Syn-chan. Aku juga pendek sepertimu, tetapi tidak kenapa-napa”
“Karena kita berbeda, itu alasannya”
Dan begitulah awal pertemuan kami bertiga ….
Tamat
A/N : Maksudnya perkenalan OC yang tamat. Cerita baru aja mulai masa iya udah tamat lagi. Oke thx bagi yang sudah membaca, ikuti terus kisahnya dan prolog akan berakhir ketika chapter tiga dipublish! -Syn-

Le Court (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang