004

217 8 1
                                    

Hujan datang lagi, berlari dengan kencang menghampiriku dari atas sana. Aku sedang gr, menuduh hujan stalker padaku. Mengira bahwa ia selalu mengawasiku dari atas sana, lalu datang menghiburku saat aku sedih.

Seperti hari ini, ketika aku dan keterpurukanku mendekam di kantin, saat itulah hujan datang dengan berisik, seakan mencoba menghiburku dengan suara cemprengnya. Mereka, bocah-bocah rintik yang selalu datang meski aku tidak menyukainya.

Kata-kata pak Handoko masih terngiang-ngiang dalam kepalaku.

"Ganti judul proposal!!!"

Aku mendesah frustasi. Ganti judul berarti ganti proposal. Ganti proposal berarti cari referensi baru. This is a bad dream. Really, really bad dream!!! Dan kabar yang lebih buruknya, ini bukan mimpi. Tapi nyata!

Setidaknya dunia tidak akan kiamat karena aku mendekam di kampus gara-gara proposal penelitian tidak acc-acc.

Sejak dua tahun lalu, proposalku tidak juga menemui kata acc karena aku mengangkat judul yang terlalu tabuh, menurut pak Ibrahim, pembimbing akademik (PA) 1 ku. Dan karena masalah dana, aku harus cuti kuliah selama tiga semester dan baru bisa konsul lagi semester ini. Tapi, karena pak Ibrahim telah pindah tugas alias mutasi ke Kalimantan, pembimbing akademikku diganti menjadi pak Handoko, dosen sosialis-nasionalis yang anti pada ide-ide islam.

"Disuruh ganti judul, Daf?" seseorang yang entah siapa menepuk pundakku. Aku menatapnya sekilas, lalu tersenyum.

"Assalamu alaikum," ucapku yang sebenarnya merupakan sindiran untuk temanku itu, yang datang-datang tanpa mengucapkan salam.

"Iya, wa alaikum salam," ucap Fatah diiringi cengiran lebar. Ia adalah mantan teman sekelasku yang sekarang sedang menyusun tesis. Sedangkan aku, proposalnya acc saja belum.

"Kok tau kalau aku disuruh ganti judul?" tanyaku datar.

"Junior yang juga dibimbing sama pak Handoko yang bilang."

Aku mendesah sambil bersandar pada kursi. Mataku terarah pada rintik hujan yang jatuh menimpa lantai di luar kantin.

"Kenapa gak ganti judul aja sih, bro?"

"Nanggung. Lagian aku gak mau buat skripsi ece'-ece'. Aku mau buat yang berkualitas. Yang benar-benar bisa memberikan sumbangsih buat umat."

"Trus sampai kapan kamu akan jadi penunggu S1?"

"Aku gak tau. Aku masih mau mempertahankan judulku."

Fatah geleng-geleng. "Emang judul kamu apaan sih, bro? Kok kayak mengancam banget sih, sampai-sampai dipermasalahkan begitu?"

"Penerapan Syariah Islam untuk Mengurangi Tindak Asusila di Daerah Khusus Ibukota Jakarta."

Fatah tepuk jidat.

"Kamu mau kerjasama sama siapa?"

"Pemerintah dan penegak hukumlah. Bayangin aja, kalau setiap pezina, atau pemerkosa dihukum dengan hukum islam, kan yang lain bakal jera dan akan berfikir seribu kali sebelum melakukannya. Mana ada sih yang mau dijilid terus dijadikan tontonan? Bisa malu tujuh turunan. Apalagi dirajam, ditanam sampai leher lalu dilempari batu hingga meninggal. Keren kan Fath? Sistem sanksi dalam islam bersifat zawajir dan jawabir, alias pencegah dan penebus dosa. Makanya saat islam berjaya selama hampir 14 abad, hanya ada ratusan kasus. Kasus perzinahan cuma ada 3 kasus, itupun pelakunya yang mengaku sendiri dan minta dihukum. Keren kan, Fath?"

Fatah nyengir.

"Iya sih. Tapi, mana mau pak gubernur kerjasama untuk hal begituan? Apalagi pake acara ngubah-ngubah sanksi segala. Bakal ubah undang-undang dan pasal-pasal tuh. Ah, kamu nambah runyam aja deh," ucap Fatah.

"Lagian, bukan rahasia umum lagi kalau pemerintah kita pro kapitalis, seperti yang sering kamu bilang. Negara kita negara multikultural dengan masyarakatnya yang majemuk. Gak cuma masyarakat muslim yang ada di dalamnya, ada non muslim pula. Pemerintah pasti udah mabuk, kalau mau kerjasama sama kamu, Daf. Dalam keadaan sadar, mana mau mereka menggali kuburan sendiri. Menerapkan hukum islam di Indonesia sama dengan mengajukan surat pengunduran diri sebagai penguasa yang didukung kapitalis. Mereka kan ekor-ekor kapitalis. Bukan aku yang bilang, yah.. Ini kata-kata kamu sendiri yang aku copas."

Aku mendengus.

Katanya negara ini negara islam karena mayoritas muslim. Tapi kok menolak hukum islam dengan berbagai alasan? Multikultiral lah, Hak Asasi Manusia lah. Emang mereka gak tahu apa, kalau nama iblis yang diusir dari surga itu namanya Asasi? Nama lainnya, Azazil. Jadi Hak Asasi adalah Haknya Asasi pada manusia. Jadi jangan salah, jika ada manusia yang menikung Allah dan menjadi pengikut iblis. Semuanya gara-gara diterapkannya Hak Asasi Manusia yang menjunjung 4 pilar kebebasan ini. Dan juga, antipatinya kaum muslim terhadap aturan penciptanya.

"Eh, pak Anwar udah datang tuh. Aku mau menghadap dulu. Semangat bro. Saran aku sih, ganti judul! Assalamu alaikum," ucap Fatah, sebelum mengambil langkah lebar untuk mengejar pembimbing satunya.

***
"Asyik amat melamunnya, Daf."

Aku tersentak dari lamunanku. Astaghfirullah, entah sudah berapa menit aku melamun...

"Hp kamu teriak terus dari tadi, Daf. mana lagunya Thufail, lagii..." ucap Faris dengan raut muka yang sengaja didongkol-dongkolin. Padahal dia juga suka sama penyanyi underground islami asal Indonesia itu. Thufail Al-Ghifari namanya, penyanyi idola seorang Dafandra Adalvino.

Aku terkekeh pelan.

"Ya maaf, Ris," ucapku yang disambut cengiran oleh Faris. Tangannya menepuk pundakku, dan sukses membuatku meringis.

5 panggilan tak terjawab dari Bels.

Aku melangkah keluar sekret, dan menghubungi nomor Bela.

"Halo."

"Assalamu alaikum..."

"Wa alaikum salam. Kak Dafa? Dari tadi aku telponin.. Iiih.." rajukan Bela dari balik telpon membuat kepalaku makin mumet. Bahkan dia tidak berbicara formal dengan embel-embel mas lagi padaku.

"Afwan. Ada apa ya, Bel?"

"Ini lho, aku mau bahas undangan buat pernikahan kita minggu depan, kak. Undangan untuk keluarga dekat aku sudah rampung. Tinggal kamu nih, mau ngundang siapa...."

"Gak usahlah, Bel. Aku tinggal kasih tau teman-teman saja."

"Keluarga?"

Aku mendengus. "Nggak."

"Hah?! Ya sudahlah. Aku ada kelas sekarang. Assalamu alaikum, kak."

"Wa alaikumu salam warahmatullah wabarakatuh."

Tlu tlut tlut ...

Angin berhembus pelan menerpa rambut sebahuku yang hari ini tidak terikat. Aku memandang hp nokia metalik yang masih aku genggam. Tanpa berfikir panjang, aku segera mengetik 12 angka yang saling bertaut menjadi nomor telepon.

12 kali panggilan, tapi tidak diangkat. Beberapa panggilan direject. Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah menggigit bibir dan mulai memencet tombol hp.

"Assalamu alaikum.
Dengan cinta dan penuh rasa hormat, saya mengundang anda untuk datang ke pernikahan saya tanggal 11 Maret 2018 di masjid al Bina GBK (Jl. Pintu 1 Senayan Komplek GBK, Jak-Pus).
Yang penuh harap, Dafandra Adalvino."

Ada bening yang memaksa untuk mengembang, bosan terbendung dari balik kelopak. Hanya desahan angin yang membuat hatiku sedikit lega.

Semuanya akan baik-baik saja. Aku selalu memiliki Allah.

Not Cinderella's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang