satu

100 5 0
                                    

"Aku sayang sama kamu Nya. Sayang banget. Aku takut jauh dari kamu. Aku takut nggak sanggup jalaninnya. Sama seperti yang kamu bilang dulu. Aku juga nggak mau pisah sama kamu Nya. Aku kangen kamu. Aku benci keadaan ini. Keadaan yang misahin kita. Tapi
perasaanku tetap Nya, satu, untuk kamu. Aku janji, akan jaga perasaan ini sampai kapanpun. Sampai jarak dan waktu nyerah misahin kita, dan semuanya kembali seperti dulu."

"Rio..." panggil mama membuyarkan lamunan Rio.

"Iya ma, kenapa?"

"Ini paspor sama surat-surat untuk kepindahan kita ke Kanada. Mama udah urus semuanya. Dan masalah sekolah kamu juga sudah di daftarkan oleh anak buah papa disana." Jelas mama Rio sambil mengelus kepala putra tunggal kesayangannya itu. Satu-satunya hartanya yang paling berharga. Putra mahkota yang dinantikannya bertahun-tahun.

"Aku gak mau pindah ma..." kata Rio lirih.

"Kenapa sayang? Karena Anya?" Tanya mama.

"Ma, aku kan sudah besar. Boleh dong aku menentukan pilihan aku sendiri mau masuk SMA mana. Aku pengen stay di jakarta aja ma. Aku bisa tinggal sama Bude Lin, atau Bude Sri kan? Lagi pula aku akan ngerasa lebih nyaman kalo tinggal di tempat kelahiranku sendiri ma. Aku gak mau ikut papa pindah tugas disana." Kata Rio diam sejenak.
"Dan terlalu banyak yang aku cintai di Jakarta ma. Iya, terutama Anya." Lanjut Rio tegas.
Mama tertegun, tiba-tiba terbersit dibenaknya bagaimana pemuda tampan yang saat ini duduk disampingnya datang padanya dalam keadaan 180° berbeda saat 15 tahun lalu.

Bayi mungil yang telah dinantikan selama 6 tahun, datang pada tengah malam yang dingin dimusim hujan. Hanya sang ayah dan beberapa suster serta seorang dokter yang membantu kelahirannya. Diiringi dengan simponi indah perpaduan dari suara derai hujan dan gemericik air di atap rumah sakit serta terpaan angin yang meniup pepohonan seakan menyambut kedatangan bayi mungil itu.

Tangisannya mampu membuat suasana hening menjadi bercampur aduk antara haru dan bahagia. Tangisan yang membelah malam. Mengirimkan pesan ke surga bahwa 1 dari anak cucu Adam telah lahir.

Namun kini, bayi mungil yang selalu dinantikan itu telah berubah. Ia bukanlah lagi bayi mungilnya yang dulu bisa ditimang-timangnya. Ia telah menjelma menjadi seorang pemuda tampan yang hampir beranjak dewasa. Yang bahkan sudah memiliki seorang gadis untuk dicintai. "Ahh, betapa sudah lamanya masa itu." Gumam mama dalam hati.

"Mama ngerti kok Yo, kamu pasti berat buat pisah sama Anya, jauh dari Anya. Tapi mama masih butuh kamu Yo. Kalo kamu stay di Jakarta, nanti yang nemenin mama kalo papa kamu kerja siapa? Kamu kan tau papa kalo meeting bisa sampai tengah malam. Mama takut kesepian disana Yo. Cuma kamu anak mama satu-satunya. Harus sama siapa lagi mama minta ditemani? Tapi kalau kamu rasa kamu akan lebih nyaman kalau tinggal dan sekolah di Jakarta, ya sudah. Nanti mama bilang sama papa, biar pendaftaran di Kanada dicancel aja." Kata mama tulus.
Rio terdiam. Ia bingung harus bagaimana. Benar kata mamanya, kalau bukan Rio siapa lagi yang akan menjaga mama? Rio sayang sama mama, sangat sayang. Ia bahkan tidak sanggup membayangkan bagaimana nanti mama kesepian saat papa harus bekerja lembur. Akhirnya Rio membuka mulutnya saat mama akan melangkah keluar kamarnya.

"Ma..." panggil Rio.

"Iya sayang?" jawab mama.

"Aku ikut ke Kanada." Jawab Rio singkat dan dibalas dengan senyum tulus mama. Senyum yang selalu bisa menenangkan hatinya. Senyum yang sama dengan yang ia temukan di wajah mungil Anya. Dua wanita yang sangat ia cintai. Dan kini saat ia harus memilih. Ia sadar, apapun pilihannya akan menyakiti salah satunya.

"Maaf Nya..." gumam Rio lirih, diiringi dengan setetes air mata yang tanpa terasa jatuh dari mata kanannya.
*****

"Anyaaaa... Banguuuuunnn!!! Anyaaaa!!!" seru sebuah suara yang membangunkan Anya.

only yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang