[05] : Break

328 37 14
                                    

Pic : Cameron Dallas as Devon

Angin sore di taman hari ini membelai lembut wajah Feeya, mengibarkan rambut panjang gadis itu hingga menutupi wajah. Semburat jingga tampak menghiasi taman itu, semakin menambah kecantikan alam yang memanjakan mata memandang. Feeya menarik jaket yang di kenakannya, menilik waktu yang telah beranjak naik hampir ke angka 6 sore. Matanya menyapu ke sekitar, mencari sosok yang di tunggu yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Gadis itu beranjak dari duduknya, kembali menatap sekeliling berharap sosok itu telah datang dan menyapanya dengan kedua tangan yang terbuka lebar. Ia tersenyum miris, memilih untuk beranjak sebelum hari beranjak gelap, sebelum matahari di gantikan oleh sang bulan.

Bahkan, lo sekarang udah nggak mau ketemu sama gue lagi, Raf. Gadis itu berucap lirih, kakinya terus melangkah tanpa menatap ke depannya. Pupus sudah harapannya untuk berbicara empat mata dengan Rafa.

"Ngapain lo ngajakkin gue ketemuan disini?"

Suara yang terdengar ketus itu membuat Feeya menghentikan langkahnya, menoleh ke arah belakang dan menemukan sosok Rafa yang tengah duduk di bangku yang sempat ia duduki beberapa saat yang lalu. Memutar tubuhnya, gadis itu berjalan mendekati Rafa dan duduk tepat di sebelah lelaki itu.

"Apa kabar, Raf?"

Rafa mendengus. "Nggak usah basa-basi. Lo mau ngomong apa?"

"Segitu bencinya ya kamu sama aku? Bahkan, buat jawab pertanyaan aku aja kamu ketus banget." Feeya tersenyum lirih. "Apa namaku emang udah nggak ada lagi di hati kamu, Raf?"

Kebisuan akhirnya mengambil alih suasana. Suara khas dari binatang jangkrik seakan menjadi lagu pengiring di antara mereka. Feeya dan Rafa seakan hanyut dalam pemikiran mereka masing-masing. Sampai suara lirih Feeya berhasil memecahkan kesunyian yang melingkupi mereka.

"Dulu, kamu sering banget ngajakin kita buat bubar, tapi aku selalu nolak keputusan yang kamu mau. Apa kamu masih mau kita buat bubar, Raf?"

Pertanyaan yang di lontarkan Feeya mampu membuat lelaki itu terdiam di tempatnya. Pikirannya seakan buntu tak menemukan jalan yang terbaik untuk mereka. Kebisuan kembali menghampiri mereka, membuat Feeya segera memecahkan kebisuan mereka dengan tawa lirihnya.

"Kali ini aku setuju keputusan kamu untuk kita bubar, Raf." Rafa segera menoleh saat mendengarnya, namun Feeya memilih untuk tidak ikut menoleh. Matanya tetap menatap lurus ke depan, memandang cakrawala langit yang mulai menghitam. "Mungkin, kita emang udah nggak bisa berjalan di jalan yang sama. Percuma kalau aku tetap memaksakan keinginan aku untuk nggak pisah sama kamu, pada akhirnya kita tetap nggak akan bisa sama-sama. Kamu berjalan di jalan yang menurut kamu benar, sedangkan aku tersesat di jalan yang aku nggak tau sama sekali. Aku ingin ikut berjalan bersisian di jalan yang kamu pilih, namun kamu seakan menolak aku untuk ikut."

"Kenapa sekarang lo milih buat mundur? Kenapa lo nggak tetap pada pendirian lo yang dulu?"

Feeya tersenyum mengejek. "Buat apa, Raf? Percuma kalo aku ngebiarin kita kayak gini terus. Kita emang terikat, tapi aku ngerasa kalo kamu semakin jauh dari aku. Untuk apa juga aku mengikat kamu terlalu lama? Bukannya kamu akan senang jika aku ngelepasin kamu? Kamu bisa bebas tanpa harus ada aku lagi yang jadi bayang-bayang kamu." Feeya menoleh ke arah Rafa yang ternyata kini tengah menatapnya. "Aku udah ngikutin kata hati aku buat ngelepasin kamu, Raf. Dan aku yakin hati aku nggak akan pernah salah. Hati aku udah terlalu capek buat menunggu dan mengharapkan kamu. Selama ini aku udah cukup sabar menghadapi sikap kamu yang entah kenapa jadi dingin dan kasar ke aku. Aku selalu berharap kalau kamu akan menjadi Rafa yang dulu, tapi lagi-lagi aku harus menelan pil pahit saat kamu sama sekali nggak bisa berubah kayak dulu."

"Sorry."

Feeya menggeleng pelan. "Kamu nggak perlu minta maaf. Disini aku yang salah. Salah karna aku terlalu menunggu kamu. Salah karna aku terlalu cinta sama kamu. Dan salah karna aku terlalu berharap banyak sama kamu."

Feeya memeluk tubuh Rafa sesaat, sebelum memilih untuk bangkit dari duduknya.

"Selamat tinggal, Raf. Semoga kamu bisa lebih bahagia dengan pilihan kamu walaupun itu bukan aku."

=====+++++=====

Yeay!! Dua chapter untuk hari ini gaess! Huhu akhirnya Feeya merelakan Rafa juga nih. Yang kuat ya, Feey! Lo tetep bisa hidup kok tanpa Rafa!

Love,
Na:*

TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang