[02] Terlalu Mencintainya

329 34 1
                                    

Pic : Shawn Mendes as Azka

"Lo kenapa nangis?"

"Siapa yang nangis sih, bang? Aku gak nangis kok."

"Jangan boong sama gue, Feeya! Lo. Kenapa. Nangis?"

"Mata aku tadi kelilipan, pedih banget mangkanya aku nangis."

"Bullshit sama omongan lo, Feey! Lo nangis gara-gara Rafa 'kan?"

"Enggak, sok tahu banget sih."

"Gue bilang jangan bohong sama gue Feeya! Tadi gue liat di pelukan sama cewek di club, lo nangis gara-gara itu kan?"

Feeya tertawa sumbang. "Rafa pelukan sama cewek? Abang salah liat deh kayaknya, barusan aku habis skype-an bareng dia kok."

"Tai! Jelas-jelas gue ngeliat dia tadi di club, lo skype-an sama dia di club? Iya?! Lo nangis gara-gara dia, kan?!"

"Iya! Gue nangis gara-gara dia! Puas lo?!" teriaknya dengan air matanya yang perlahan meluruh.

"Cewek bego! Lo udah tau dia sama cewek lain kenapa lo diem aja!"

"Iya! Gue emang bego! Di selingkuhin aja gue nggak bisa apa-apa selain diem! Bego banget kan gue?!"

Azka -cowok yang dipanggil abang oleh Feeya itu- menjambak rambutnya kasar melihat sang adik yang terus menangis.

"Kenapa lo diem aja?"

"Terus gue bisa apa?" suara Feeya terdengar lirih.

"Lo bisa ngelakuin apapun sama si brengsek itu, Feey! Lo bahkan bisa tinggalin dia!"

Feeya menggeleng. "Nggak. Gue nggak bisa. Gue nggak bisa apa-apa selain diem. Bahkan, gue nggak siap buat ninggalin dia."

"Apa sih yang lo harapin dari dia, Feey? Dia itu nggak baik buat lo."

Feeya menggeleng, menutup kedua telinganya rapat-rapat tak mengindahkan kata-kata yang diucapkan oleh sang kakak. Air matanya masih setia untuk turun, menumpahkan segala kesedihan yang menyesakkan dadanya.

Azka menundukkan tubuhnya untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Feeya yang tubuhnya telah meluruh ke lantai. Dilepaskannya tangan sang adik yang menutup telinga gadis itu dengan paksa. Menghapus kristal bening yang meluncur turun dari mata indah sang adik.

"Feey, tinggalin dia. Dia gak baik buat lo, diluar sana masih banyak cowok yang lebih baik buat lo."

"Tapi aku terlalu cinta sama Rafa, bang. Dia terlalu menjerat aku sampai aku sangat sulit buat lepas dari jeratannya. Feeya terlalu mencintainya, rasa ini sangat besar untuknya..."

Azka membawa tubuh Feeya ke dalam pelukannya. Membelai rambut dan punggung sang adik, berharap usapannya itu dapat menenangkan adiknya.

"Kenapa gue punya adek bego kayak lo sih?" Meskipun suaranya terdengar kasar, cowok itu tetap mengusap gadis kecilnya. "Kalo besok gue liat lo nangis lagi gara-gara Rafa, siap-siap aja lo harus kehilangan dia untuk selamanya."

Feeya mengangguk di dalam pelukan Azka. "Untuk saat ini, biarin gue berjuang buat dapetin hati dia lagi. Biarin gue bertahan sampe batas kesabaran gue habis."

"Oke, tapi inget kata-kata gue. Jangan pernah nangisin dia di depan gue kalo lo nggak mau ngeliat dia mati sia-sia di tangan gue." Azka menguraikan pelukan mereka, membantu adiknya untuk berdiri dan menggiringnya ke tempat tidur. "Sekarang lo tidur, nggak usah mikirin dia dulu karna dia nggak mikirin lo."

Azka menarik selimut sampai ke lengan gadis itu dan mengecup pelan dahi adiknya sebelum beranjak pergi keluar dari kamar sang adik.

"Bang," panggil Feeya yang membuat Azka menghentikan kegiatannya yang ingin menutup pintu kamar Feeya. "Makasih banyak ya."

Azka tersenyum dan mengangguk. "Lo adek gue, jelas gue nggak mau ada orang lain nyakitin lo." ucapnya sebelum benar-benar menutup pintu kamar Feeya.

Feeya tersenyum menatap ke arah pintu kamarnya yang telah tertutup rapat. Dirinya mengakui kalau ia dan kakak laki-lakinya itu tidaklah terlalu dekat, tapi setiap ada orang yang hendak melukainya, Azka lah orang yang akan maju untuk melindunginya. Azka lah yang selama ini selalu ada di saat ia butuh, selain Luna dan Dino tentunya.

"Feeya sayang banget sama abang..."

=====

Tuhan... Biarkan aku untuk hidup lebih lama, Tuhan.. Biarkan aku untuk terus bertahan sampai batas kekuatanku habi tak tersisa untuknya.

====

TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang