[03] Bertahan Untuknya

332 43 4
                                    

Pic : Ariana Grande as Luna.

"Tadi malem gue ngeliat Rafa."

"Hmm"

"Lagi pelukan sama cewek di club."

"Hmm"

"Lo dengerin gue nggak sih, Feey?"

"Hm, gue denger kok."

"Ya terus?"

"Terus apanya?"

"Respon lo apa, Feey? Kok cuma diem?"

"Ya mau gimana lagi, No? Udah biasa kan."

"Tapi mau sampe kapan lo diginiin mulu, Feeya?"

Feeya menghentikan kegiatan menulisnya. Mendongakkan kepalanya menatap wajah Dino yang sarat akan ke-khawatiran.

Tangannya menepuk pelan punggung tangan Dino. "Gue gapapa, Dino. I'm fine."

"Tapi, Feey~"

"Lo lupa kalo gue cewek kuat?" tanya Feeya dengan sebelah alis terangkat. "Ini hal biasa buat gue, Dino."

"Kenapa lo sabar banget sih Feey diginiin mulu? Apa susahnya ngelepasin cowok brengsek kayak dia?"

"Lo tau? Sebenarnya cewek itu lemah banget. Hati cewek itu lembut dan kalo disakitin sekali aja, hati itu bisa remuk bahkan hancur." Ingatan Feeya menerawang ke masa lalu dimana pada saat itu ia benar-benar merasakan kehangatan kasih sayang dari Rafa. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang di rasakannya saat ini. "Hati gue udah hancur, No. Dari luar, gue emang keliatan biasa aja, ketawa-ketawa seolah nggak ada masalah. Tapi sebenarnya, hati gue nangis, menjerit histeris karna rasa sakit yang terlalu menyiksa gue."

"Kalo lo hancur, kenapa lo masih bertahan?"

"Karna gue nggak mau hubungan yang udah gue jalani selama hampir 3 tahun ini berakhir sia-sia."

Dino mendengus, merasa kesal dengan sikap Feeya yang menurutnya sangat bodoh seperti ini. "Bukannya hubungan kalian ini udah berakhir sia-sia?"

Feeya menggeleng pelan. "Semuanya belum berakhir, No. Gue masih belum nyerah."

Feeya merapikan buku serta alat tulisnya, kemudian beranjak untuk berdiri.

"Untuk saat ini, biarin gue bertahan buat dia sampai gue hancur perlahan-lahan."

=====

Feeya duduk di taman yang dulu sering ia kunjungi sepulang sekolah bersama Rafa. Suasana hatinya yang sedang merindukan sosok Rafa, menuntun langkah kakinya menuju taman ini. Matanya terpejam saat merasakan semilir angin membelai lembut wajah mulusnya, di biarkannya rambut-rambut halus miliknya tertiup angin hingga mengenai wajahnya. Entah kenapa setiap berada di taman ini ia selalu merasa tenang dan damai. Seolah-olah tak mendengar suara teriakan-teriakan dari anak kecil yang berada di taman ini.

Perlahan, Feeya membuka kelopak matanya. Angin masih berhembus pelan, menyejukkan hati dan jiwanya. Ada senyuman tipis saat melihat sepasang kekasih yang saling bertatapan penuh cinta saat sang perempuan yang tertawa bahagia dengan pipi yang merona merah saat sang lelaki mengecup pipinya lembut.

Satu senyuman tipis kembali hadir di wajahnya saat satu bayangan terlintas di pikirannya. Dulu, ia juga pernah merasakan hal itu. Saat dimana dirinya berterima kasih ketika Rafa membelikannya gulali yang kemudian dibalas Rafa dengan kecupan lembut di pipinya yang membuat pipinya merona merah hingga menimbulkan gelak tawa dari Rafa.

Dulu. Dulu sekali, ia juga pernah merasakannya. Kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan olehnya. Kenangan terindah yang sampai detik ini masih terekam jelas di ingatannya.

Feeya melepas satu helaan napas panjang dari hidungnya. Matanya melirik ke sembarang arah, kemudian terpejam. Merasakan hal ganjal yang menelusup masuk ke dalam hatinya.

Lagi, ia melepas helaan napas panjangnya. Rasa perih menusuk ke dalam hatinya. Hatinya terasa sakit seolah terhimpit oleh batu besar yang menancap tepat di hatinya.

Kini, semua tak lagi sama. Tak ada lagi sosok yang selalu memeluknya. Tak ada lagi sosok yang selalu membujuknya ketika ia merajuk. Tak ada lagi sosok yang membisikkan kata-kata yang membuat pipinya merona. Tak ada lagi sosok yang selalu tersenyum hangat padanya. Tak ada lagi sosok yang selalu menyambutnya ke dalam pelukan hangat ketika ia sedang sedih. Tak ada lagi sosok yang akan menjadi orang paling pertama tempatnya berbagi cerita. Sosok itu tak ada lagi. Sosok itu seolah pergi menghilang dari hidup dan dunianya.

Kedua mata Feeya terbuka, bertepatan dengan setitik air mata yang berhasil lolos dari pelupuk matanya. Pandangannya terarah pada punggung sepasang kekasih yang tadi dilihatnya itu. Matanya terus menatap punggung kedua orang itu hingga menghilang dari pandangannya. Senyum miris terpatri jelas di wajahnya.

"Rafa..." gumaman pelan terdengar dari bibir gadis itu. "Feeya kangen sama Rafa yang dulu.." lirihnya pelan. Berbisik pada angin berharap agar pesan itu dapat tersampaikan pada sosok yang sangat amat di rindukannya.

=====+++++=====

Cerita ini memang nggak ada yang baca, tapi gue bakalan terus ngelanjutin cerita ini sampe tamat. Makasih buat kak Crowdstroia yang buat gue kembali semangat buat ngelanjutin nih cerita. Berkat nasihat-nya yang ia tulis di It's a kind of a Writing Tips, gue jadi positif banget bakalan tetep nulis walaupun nggak ada yang baca. Di tulisannya yang itu ngebuat pikiran gue terbuka, gue belajar banyak di tulisannya yang satu itu. 'Untuk apa sih lo nulis? Pengen cari popularitas' ucapannya yang itu ngebuat gue bungkam pas baca. Dia bener, selama ini gue nulis cerita itu untuk apalagi selain mencari popularitas? Nah, terus nih ya gue lama-kelamaan mikir, buat apa juga nyari popularitas lewat tulisan? Kalo lo mau populer, jadi artis aja sono. Bener kan?

Dan lagi-lagi gue mau bilang makasih banyak buat kak Crowdstroia. Sumpah, makasih banget! Gara-gara kakak gue jadi tau apa sebenarnya yang gue cari dari nulis itu. Gue hanya mengungkapkan apa yang ada di pikiran gue dengan menulis yang kemudian gue post di Watty. Bodo amat apa ada yang baca curahan pikiran gue ini atau nggak. Kalau ada yang baca, bahkan sampe vote dan komentar berarti itu adalah feedback yang udah mereka kasih buat kita.

Thanks.

TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang