Malam itu hujan turun sangat deras. Suara petir menyambar berkali-kali mengejutkan siapa pun yang mendengarnya. Sebuah ketukan terdengar dari jendela kamar Karin. Membuat jantungnya berdetak kencang. Seketika ia menatap jendela kamarnya itu. Takut dan khawatir. Tentu saja ini bukan cerita horor atau thriller. Karin tau jelas siapa dibalik jendela itu. Hanya saja..
"lagi?" batinnya.
Ia segera berlari menuju jendela kamarnya dan membukanya. Tampak seorang gadis basah kuyup dengan pakaian yang berantakan. Sambil menggigil ia menangis dibawah guyuran hujan.
"Dera.." Karin khawatir.
"Masuk dulu nanti lo sakit" Karin menarik sahabatnya itu masuk ke kamarnya melalui jendela. Ia segera mengambilkan handuk dan baju ganti. Dera hanya menangis sambil memeluk lututnya. Karin sungguh tak tega melihat sahabatnya ini.
"Lagi?" Tanya Karin. Yang ditanya hanya diam bagai membeku setelah terguyur hujan. Jika orang lain melihat ini mungkin ia tak percaya. Karin yang tidak bisa berhenti untuk berbicara pedas, mana bisa duduk diam tanpa berkata sepatah kata pun?
"Keringin dulu badan lo. Ini." Kata Karin yang tidak direspon Dera. Akhirnya Karin memeluk Dera. Menenangkan gadis itu. Dalam diam mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Memastikan bahwa Dera tau Karin akan selalu ada disisinya. Meski tidak ada yang bisa mereka lakukan saat ini. Meski mereka hanyalah makhluk lemah yang tidak cukup kuat untuk melawan kejamnya dunia.
Dalam hening, akhirnya Dera bersuara, "Ini emang salah gue Kar. Semuanya salah gue." Gadis itu menangis semakin dalam.
"Bukan Der. Ini bukan salah lo. Lo udah bener selama ini. Nggak ada yanbg salah denbgan apa pun yang sudah lo lakuin." Jawab Karin menenangkan.
"Ini nggak adil Kar. Kalo tau gini mending gue-"
"Jangan ngomong gitu terus Der. Lo mau ninggalin gue sendiri? Kita udah janji kan buat sama-sama terus? Buat hadepin semua ini bareng-bareng. Kalo lo pergi, gimana dengan gue? Gue harus berjuang sama siapa?
Malam itu, mereka berdua menguatkan satu sama lain. Tak lupa Karin merawat sahabatnya itu. Mengeringkan badan hingga mengobati luka-luka yang membekas di sekujur tubuh Dera. Perasaan sedih dan marah berkecamuk di hati Karin. Ingin rasanya ia melindungi gadis ini.
>><<
Paginya, mereka berangkat ke sekolah bersama. Tak lupa Dera memakai jaket Karin untuk menutupi luka-luka yang masih membekas di tubuhnya. Pagi ini masih menjadi pagi yang buruk bagi keduanya. Efek dari apa yang terjadi semalam memang bukan main. Dan sialnya, mereka harus bertemu Alex pagi-pagi begini.
Plok..plok..plok.. Laki-laki itu menepuk tangannya sembari berjalan menuju keduanya.
"Wah! Pasangan lesbian kita dateng barengan. Kalian habis ngapain semalem?" Alex dengan sindirannya tentu saja memperburuk mood pagi ini.
Dera hanya diam. Tak seperti biasa. Sepanjang perjalanan tadi pandangannya kosong. Alex memang peka dengan keadaan ini. Tapi itu tak membuatnya mundur untuk mengganggu Karin dan Dera.
"Jangan kali ini, Lex." Kata Karin akhirnya.
"Kenapa? Ah, apa si berisik ini lagi sakit. Tumben banget dia diam." Alex maju mendekati Dera dan hendak menyentuh kening Dera.
"Aneh. Dia benar-benar panas. Jadi lo bisa sakit juga? hahahah" Alex malah tertawa. Dera tak menghiraukannya. Pandangannya masih kosong.
"Lo diem. Makin menarik tau nggak? Lo pikir gue bakal berhenti disini? Hahaha-" Tawa Alex terpotong oleh sebuah tamparan. Kali ini adalah tangan Dera. Pandangannya tak lagi kosong. Menatap mata Alex dengan penuh amarah dan kebencian.
"Iya. Gue nggak salah. Ini semua salah lo. Semuanya adalah salah lo. Harusnya gue nggak pernah kenal sama lo. Gue benci sama lo!" Dera pergi setelah meluapkan emosinya. Diikuti Karin.
Lagi-lagi Aelx ditinggalkan. Dengan perasaan yang sama. Dengan wajah tanpa ekspresinya ia memilih pergi ke kelasnya. Ia baru saja kembali setelah beberapa tahun. Baru seminggu ia disini dan dia sudah mendapat tamparan dari dua orang yang dulu sangat dekat dengannya. Dia tidak akan mengakui ini salahnya. Tapi ia tetap merasa bersalah melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan ini.