Sepucuk Surat

203 10 0
                                    

Karin senang bahwa Dera mulai tenang dan telah terbawa pada buku yang dibacanya. Begitulah mereka. Menyibukkan diri dengan suatu yang positif dapat membuat mereka sejenak melupakan luka-luka yang ada. Aktivitas fisik seperti berolahraga adalah cara yang paling mereka rekomendasikan. Namun, membaca dan belajar juga dapat mengalihkan pikiran mereka. Dan tentu saja setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mengatasi hal itu. Untuk dapat melupakan segalanya. Untuk dapat tetap terlihat kuat. Untuk dapat kembali beraktifitas selayaknya tak ada yang telah terjadi. Manusia pada dasarnya terlahir dengan kemampuan ini. Untuk survive dari jatuh bangun kehidupan.

Pembelajaran kali ini kosong karena guru-guru sedang rapat. Semua murid boleh melakukan apa saja yang mereka mau hingga waktu pulang tiba. Tentunya tetap tertib dan mengikuti aturan. Dera memilih membaca buku. Yang lain sibuk dengan diri mereka sendiri. Seperti kelas pada umumnya ketika jm kosong. Ribut. Riuh. Ricuh. Tapi cukup tertib karena sekolah ini terkenal dengan aturannya yang sangat ketat. Juga dengan punishment yang tidak tanggung-tanggung. Langsung bawa-bawa nilai. Bawa-bawa orang tua. Bawa-bawa harga diri.

Karin keluar dari kelas. Meninggalkan kelasnya untuk mencari ketenangan. Karin suka ketenangan. Bukan berarti ia benci ketenangan. Hanya saja, ketenangan terasa lebih tenang. Dan tentu Alex sudah memperhatikannya sejak tadi. Tapi Alex memilih untuk tidak mengikutinya. Ia pikir mungkin Karin pergi ke kamar mandi. Tapi nyatanya tidak. Karin mengingat bahwa ia meninggalkan buku yang ia pinjam dari perpustakaan di loker. Ia pergi ke loker untuk mengambil bukunya dan ia kembalikan ke perpustakaan.

Di loker, ia tidak hanya menemukan bukunya tapi juga sepucuk kertas. Ia membuka dan membacanya.

'Pagi manis, semoga harimu menyenangkan. Apa Alex masih terus mengganggumu?' Dengan cap biru di bawah kertas.

Mendapat surat dari penggemar rahasia semacam ini sudah biasa baginya. Tapi dengan cap biru itu... Karin ingat bahwa ia sering mendapatkannya. Mungkin orang yang sama. Dan mungkin orang itu sangat menyukai Karin hingga mengirimkannya sangat sering. Atau sekedar orang iseng yang ingin tidak ada kerjan. Mungkin Alex? Ah tidak mungkin. Alex bukan tipe orang yang melakukan hal seperti ini. Meskipun Alex selalu mengganggunya, cara ini bukan lah Alex's style. Apalagi ia ingat betul bahwa ia mendapat surat bercap biru ini jauh sebelum Alex kembali. Karin memilih untuk tidak peduli. Memasukkan surat itu ke sakunya, mengambil bukunya, mengunci kembali lokernya, dan berjalan menuju perpus.

Setelah mengembalikan bukunya di perpus, ia menuju rak buku. Ia berencana meminjam buku lagi. Rak demi rak ia lewati. Ia rasa ia telah membaca semua buku ini. Ia sedikit bosan sejujurnya. Membaca bukanlah hobinya yang sebenarnya. Tapi membaca sudah seperti makanannya sehari-hari.

Karin menghentikan langkahnya ketika ia merasa adabyang memerhatikannya. Untuk seorang Karin, menjadi pusat perhatian sudah lah biasa. Tapi ini rasanya berbeda. Ia melihat sekeliling dan tidak menemukan seorang pun. Karin merinding. Ia benar-benar yakin tadi ada yang memerhatikan dan mengikutinya. Bahkan ia dapaat mendengar suara nafas orang itu. Tapi ia mendapati tak ada seorang pun disana. Dan sekali lagi kuingatkan ini bukanlah cerita horor atau thriller.

Karin memilih keluar dari perpus. Meninggalkan rasa parno dan penasarannya.

"Lagipula nggak ada lagi yang bisa gue baca disana" kata Karin menyelamatkan diri darirrasa takut.

Ia kembali ke kelas dengan muka datarnya seperti biasa. Dilihatnya Alex masih di tempatnya semula. Tentu saja bukan Alex yang mengerjainya. Tunggu. Kenapa dia selalu menghubungkan semuanya pada Alex. Yah. Mungkin karena Alex terlalu sering mengganggunya.

Rupanya Dera sudah selesai membaca buku yang sebenarnya sudah ia baca belasan kali. Karin sampai heran apa yang Dera sukai dari buku berjudul "Life" itu.

P3KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang