LoviNata~3

280 16 5
                                    

Panas. Satu kata itu udah berkali-kali keluar dari mulut gue. Hari ini gue dapat kelas siang. Makanya gue kepanasan, Ika aja dari tadi ga pernah lepas dari kipas yang dia pegang.

Oh yaa, sekarang gue sama Ika lagi ada di kantin. Kita lagi nunggu makanan datang.

"Ika, bagi kipasnya dong," ujar gue. Ika hanya melirik gue singkat lalu kembali melanjutkan aktivitas mengipasi wajahnya.

Baru aja gue pengen ngambil buku dari dalam tas biar bisa kipas-kipas, ehh... Ada angin sejuk yang datang dari samping kiri gue. Dan ternyata di samping kiri gue ada Raka yang lagi ngipasin gue.

"Ehh.. Ngapain Ka?"

"Lo nanya gue?" Ika bertanya. Elahh, gue kan nanya Raka.

"Gue nanya Raka dodol!"

"Sapa suruh manggilnya 'Ka', kan gue kira elu manggil gue," Iya juga sih. Salah gue juga.

"Iya-iya. Gue yang salah," ujar gue mengalah. Eh, gue lupain Raka yang masih setia ngipasin gue. Dia kek babu gue sumpah.

"Ehh.. Udah Raka, ga usah kipasin gue. Lo kayak babu gue tau ga?" ujar gue dengan sedikit candaan di dalamnya. Bukannya berhenti ngipas, Raka malah senyum manis ke gue.

"Ga papa gue di kira babu lo, yang penting elo ga kepanasan lagi," sejenak gue tertegun mendengar penuturan Raka. Bahkan Ika yang asik mengipasi dirinya malah berhenti.

"Beneran deh Raka, berhenti aja ngipasin gue. Gue udah ga kepanasan lagi kok," gue bukannya mau nolak kebaikan Raka. Tapi kalian tau kan kalau Nata sampai tau apa yang bakal terjadi?

"Gak apa-ap-"

"Kalau Vita bilang berhenti ya berhenti, telinga lo udah ga berfungsi ya?"

dan BOM! Kini Nata berdiri tepat di belakang gue. Bahkan saat gue belum menoleh aja, gue udah bisa rasain pandangan dia menusuk banget di punggung gue. Ok, gue harus siapin mental.

"Apa urusannya sama lo? Lo itu cuma Rival nya Vita. Atau lebih jelasnya, lo itu bukan siapa-siapanya Vita, jadi lo ga ada hak buat ikut campur urusan gue sama Vita!" Raka menatap Nata sengit, sedangkan yang di tatap hanya memandang datar ke Raka.

"Oh ya?" senyum smrik tercetak jelas di bibir Nata, dia mengangkat sebelah alisnya. Gue menelan ludah dengan susah payah, aura mengintimidasi Nata benar-benar terasa. Aduhh! Apa yang bakal Nata lakuin?

Nata menoleh ke arah gue, senyum mengerikan itu masih tercetak jelas di bibirnya. Gue menunduk, Bukan hanya gue deh kayaknya yang takut, buktinya Ika aja sampe ikutan nunduk. Mungkin dia juga bisa merasakan aura Nata yang begitu mengintimidasi.

"Vita, ikut gue sekarang atau tetap di sini sama Raka?" Nata berujar lembut namun penuh penekanan. Senyum kemenangan tercetak jelas di bibir Raka. Mungkin Raka berpikir gue akan milih dia. Hih, mana berani gue ngelawan perintah Nata yang udah jelas berstatus sebagai suami gue.

"Ikut Niel," ujar gue sambil menatap mata biru laut milik Nata. Senyum smrik itu kembali tercetak di bibir Nata, sedangkan Raka memandang tidak percaya ke arah gue.

Belum sempat gue bilang maaf ke Raka. Nata udah narik gue buat keluar dari kantin. Dia menggandeng tangan gue.

Setelah beberapa menit berjalan dengan tangan yang saling tertaut tentunya, kini gue dan Nata udah duduk di salah satu bangku yang ada di taman belakang kampus. Taman ini memang tidak ramai, bahkan terkesan sepi. Padahal taman ini sangat indah dan teduh, di tengah-tengah taman ada sebuah air mancur buatan yang di kelilingin oleh bunga Lily.

"Aku udah pernah bilang kan buat jauhin Raka?" gue yang sempat-sempatnya melamun tersentak kaget mendengar suara Nata yang datar dan terkesan dingin.

He's [Not] My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang