LoviNata~4

234 18 10
                                    

Ini udah seminggu semenjak pertengkaran besar gue sama Nata, udah seminggu gue perang dingin sama Nata, udah seminggu Nata ga tidur di kamar dan lebih milih tidur di kamar tamu, dan yang menyakitkan adalah, udah seminggu Nata deket sama seorang cewek di kampus yang gue ketahui namanya adalah Desara Auguilera.

"Ta, heh! Ngelamun aja lo!" gue tersentak kaget saat mendengar suara Ika. Seketika gue sadar sekarang gue lagi di cafe sama Ika dan Raka. Yahh... Terkadang gue iri liat kemesraan dua sejoli yang lagi di mabuk cinta itu. Kapan yaa gue bisa mesra-mesraan lagi sama Nata?

"Sorry Ka," gue tersenyum simpul, sedangkan Ika hanya menghela nafas frustasi.

"Ta, ini udah seminggu lo jadi suka melamun dan lebih pendiam. Dan yang lebih penting lo jarang makan, kalau lambung lo kambuh gimana? Sebenernya lo kenapa sih? Ato lebih tepatnya lo lagi ada masalah apa sih sama Niel?"

gue hanya tersenyum simpul lagi mendengar Ika yang kembali nyerocos. Gue emang belum cerita soal masalah gue. Bukannya mau sok kuat nanggung beban sendiri, tapi kalau Ika dan Raka tau penyebab gue bertengkar hebat sama Nata adalah Raka. Bisa di jamin Raka pasti bakalan ngerasa ga enak sama gue, dan Ika juga pasti bakalan ngerasa ga enak juga.

"Udahlah sayang, itu masalah rumah tangga mereka. Ga mungkin lah Vita mau umbar-umbar masalah rumah tangganya," Mendengar teguran Raka, Ika hanya mengembuskan nafas keras lalu mengangguk kecil.

Kring...

Suara pintu cafe di buka pertanda ada pelanggan yang baru masuk atau mungkin keluar, awalnya gue ga mau nanggapin siapa yang masuk ataupun keluar, tapi ngeliat muka Ika dan Raka yang pucat sambil ngeliat ke belakang gue, gue jadi penasaran dan kebetulan gue duduk membelakangi pintu jadi ga bisa liat siapa yang masuk ataupun keluar.

"Kalian berdua kenapa pucat gitu?" wajah Ika dan Raka semakin memucat, dan itu membuat rasa penasaran gue semakin memuncak. Jujur aja perasaan gue rada-rada ga enak gitu. Akhirnya gue putuskan untuk menoleh ke belakang.

"Jangan!" belum sempet gue balikin badan, Ika dan Raka berteriak bersamaan. Hell ya! Ada apa dengan mereka?!

"Kalian kenapa sih?!"

"Eum.. Itu.. Anu.. Ga ada apa-apa kok," gue hanya memandang curiga ke Ika yang terlihat salah tingkah.

Kring...

Bel pintu berbunyi lagi, tanpa memperdulikan Ika dan Raka. Gue segera menoleh ke belakang... Dan.....

Ga ada apa-apa kok, bahkan cafe ini terlihat sepi. Cuma ada gue, Ika, Raka dan dua orang di pojok lain cafe ini. Akhirnya gue ke posisi semula.

Ika dan Raka sama-sama menunjukan ekspresi lega dan wajah mereka sudah tidak lagi pucat.

Gue hanya-berusaha-mengangkat sebelah alis gue. Mereka aneh.

Setelah itu hanya terjadi hening di antara kita bertiga, ini hanya perasaan gue atau memang suasananya yang berubah akward?

"Eh, kita jalan ke taman seberang jalan yuk. Katanya taman itu bagus dan suasananya menenangkan," Ucapan Ika memecah keheningan di antara kita bertiga. Hmm.. Boleh juga, kebetulan gue lagi perlu buat nenangin pikiran dan perasaan gue yang makin ga enak.

"Ayuk," Raka berdiri dari duduknya lalu menggandeng Ika, mereka berdua jalan di depan gue dan gue agak jauh sekitar lima langkah di belakang mereka.

Setelah sampai di pinggir jalan Ika dan Raka menengok ke kanan dan ke kiri buat nyebrang, setelah memastikan ga ada kendaraan mereka mulai menyebrang. Gue juga melakukan hal yang sama.

Saat di pertengahan jalan, langkah kaki gue sontak berhenti. Perasaan gue semakin ga enak, gue ga tau ada apa dengan gue. Saat gue mau langkahin kaki buat lanjutin nyebrang, ada siluet seseorang yang sangat gue kenal, tunggu, apa itu benar....?

He's [Not] My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang