On my mind

5 0 0
                                    

Suara adzan ashar memecah obrolan kita berdua. Gue pamit pada Shana untuk menunaikan shalat ashar terlebih dahulu. Setelah itu akan mengantarnya pulang menuju rumahnya.

Masjid di kampus ini ga begitu besar maupun kecil. Ukurannya sedang, dapat menampung seluruh mahasiswa yang sedang ada perkuliahan pada hari jum'at untuk menunaikan shalat jum'at berjamaah.

Suasana masjid saat ini tidak terlalu ramai. Maklum mahasiswa disini rata-rata selesai kelas pada pukul 16:00 sore.

Selesai shalat, gue kembali ke kantin menghampirinya yang sedari tadi hanya melamun menatap keluar ruangan.

"Heyy yuk kita pulang, aku antar ya?" Kataku mencubit pipinya.

"Yukk maas, tapi aku ga bawa helm nih. Gimana dong?" Jawabnya bingung.

"Sama aku juga. Tapi tenang kan ada Mang Udin haha" Jawabku sambil tertawa.

Mang Udin ini seperti penolong, apa yang tidak gue bawa seperti helm, dia selalu menyediakan lebih di dalam loker kantinnya.

"Mangg biasa ya pinjem helmnya buat antar dia nih si tante rempong" Ucap gue sambil melirik Shana

Shana hanya membalas dengan memanyunkan bibirnya. Tingkah anak satu ini selalu buat gw gemezz.

"Yaudah bawa aja, mamang mau pesan satu nih buat lu shev" Tanyanya serius.

"Apaan mang?" Balas gue serius juga.

"Hati-hati ya shev, nanti tantenya diambil om-om" Balasnya dengan canda.

"Sial haha, ga akan gue lepasin mang ke om-om. Dia ini bibit unggul" Jawab gue lebih keras hingga Shana menghampiri kita berdua yang sedang bercanda.

"Apa yang kamu bilang mas? Coba deh aku mau denger lagi" Jawabnya dengan tatapan serius.

"Ehh anuu.. Em.. Emaang aku ngomong apaa ya?" Jawab gue terbatah-batah pura-pura gatau.

"Jangan pura-pura gatau deh" Jawabnya ketus. Jarinya menekan kedua pipi gue ke tengah. Otomatis bibir gue monyong.

"Iywyaa iywyaaa. Lepaswin dulwu dwong". Jarinya Shana melepas tekanan di pipi gue.

"Nih nih. Tadi aku bilang kalo kamu tuh bibit unggul sayanggg" Senyum gue.

"Maksudnya bibit unggul gimana mas?" Jawabnya bingung.

"Maksud aku gini loh pipi bakpaooo. Kamu itu bibit unggul karena dari mama kamu aja udah cantik dan menular ke anaknya sekarang nih seperti kamu. Nah, apalagi nanti kalo nikahnya sama aku? Anaknya udah pasti ganteng dan cantik kaya orang tuanya" Balas gue sambil mengelus pipi tembemnya.

"Oiya dong, jadi harusnya kamu tuh beruntung bisa punya pacar kaya aku" Balasnya menyombongkan diri.

"Ga juga, kan yang nularin kecantikan kamu itu dari mama. Jadi yang beruntung tuh kamu karena punya mama yang cantik dan manis" Balas gue meletin lidah.

"Ihhh jadi tuh kamu sayangnya sama aku atau mama aku sih?" Balasnya manyun.

"Aku mah ga nolak kalo dikasih mama kamu kok".

Badan gue langsung dipukul-pukul olehnya. Mang Udin yang sedari tadi melihat tingkah konyol kami juga ikut tertawa.

Gue dan Shana berjalan ke arah parkiran motor, dia di sebelah kiri gue. Seperti biasa, hampir setiap hari ketika gue jalan dengan dia banyak banget tatapan para cowo melihat ke cewe gue.

Gue sebagai cowonya sedikit cemburu ya, walaupun ada hal yang bisa gue banggakan juga. Seperti berhasil menggaet perempuan paling manis di fakultas ekonomi kampus ini.

Tiba-tiba Shana menarik tangan kiri gue ke bagian perut sebelah kirinya. Jadi percis seperti sedang memeluk dengan satu tangan. Gue sedikit kaget dengan sifat agresifnya. Gue liat mukanya, dia hanya tersenyum lebar. Dasar cewe susah ditebak.

Gue sampai di parkiran dekat motor gue. Motor yang gue tunggangi sangat sederhana, Yamaha Mio. Dibanding mahasiswa yang lain, motor gue masih abal-abal. Banyak juga temen-temen gue bawa tunggangannya moge, motor sport, scooter matic, sedan, kijang innova. Tapi apalah daya sebuah tunggangan, karena ketulusan cintanya semua yang terlihat mahal di mata gue akan terlihat murah di matanya. Baginya mungkin gue adalah hal termahal yang dia lihat setelah keluarga besarnya.

"Paoo, tadi kamu kenapa tiba-tiba naruh tangan aku di pinggang kamu?" Kata gue penuh tanya.

"Karna aku tau kamu pasti risih ngeliat aku diliatin cowo-cowo tadi. Jadinya aku spontan narik tangan kamu. Biar mereka tau kalo aku tuh udah taken sama kamu" Jawabnya

Brakkk. Hati gue serasa di hantam palunya thor. Hubungan gue sama dia baru berjalan setahun, tapi dia udah setulus itu cintanya ke gue. Gue merasa bersalah karena mengkhianati kepercayaannya. Gue belum kasih tau ke dia bahwa Fre mantan gue kembali menghubungi setelah setahun hilang tanpa kabar.

Gue berdiri tegak di depannya. Kepalanya menongak ke atas menatap mata gue. Tinggi gue 170cm sedangkan Shana 160cm. Rambutnya yang bergelombang gue elus lembut. Satu kecupan hangat mendarat di dahinya. Dia tersenyum menatap gue.

"Makasih yaa sayanggg" Ucap gue pelan. Dia tersenyum lebar.

"Yaudah yuk anter aku pulang. Nanti keburu hujan" balasnya rewel.

Gue mestarter motor matic dan bergegas mengantarnya pulang.

Diperjalanan sore hari seperti biasa selalu macet. Beruntungnya matahari tidak terlalu panas saat itu.

Sepanjang perjalanan kita terdiam, tidak ada kata-kata yang terucap dari mulut kita. Hanya sebuah pelukan erat yang daritadi melingkar di perut. Pelukan yang secara tidak langsung mengatakan "Jangan tinggalin aku".

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang