Selasa pagi, hari itu begitu semangat untuk memulai aktivitas. Karena memang hanya ada satu jadwal mata kuliah di kampusku.
Namun sedikit kaget ketika ada suara motor disertai suara teriakan memanggil namaku kencang. Ada Dika datang kerumahku.
"Raga!! Raga!! Bangun woii!"
Selalu dengan gayanya seperti anak raja dia masuk kerumahku. Memang dia sudah di anggap oleh Bunda seperti anaknya sendiri saking seringnya dia main kerumahku.
"Bundaaaa!! Selamat pagi Bunda, Raga sudah bangun bun?"
"Heh! Kamu ini teriaknya jangan kenceng-kenceng, iya itu Raga masih dikamarnya, susulin gih kekamar". Kata Bunda dengan sedikit gelengan kepala dan tertawa kecil.
"Mau minum apa dek Dika?" Tanya Bi Endang dari arah dapur rumahku.
"Eh si bibi, enggak usah bi, Dika Cuma mau jemput si Raga aja kok bi" Saut Dika sembari nyelonong memasuki kamar Raga.
"Bangun sob haha!!"
"Iya iyaa berisik banget sih. Tumben kamu jam segini udah kerumah, ada acara sepenting apa sih?" Dari kebiasaan Dika yang sangat gemar bangun siang dan bolos kuliah, dengan muka datar aku mulai sedikit bertanya-tanya.
"Udah diem deh, buruan mandi terus aku ajak ke toko buku, gak usah masuk dulu ya hari ini. Kan mata kuliah pak Rahmat Cuma mata kuliah pengantar doang hehehe" Kata Raga di iringi nyengir dan sedikit garukan di kepalanya.
"Hah, bolos lagi?! Gila, udah berapa kali sih Dik bolos mata kuliah pak Rahmat?? Ehh tapi gakpapa sih, aku sekalian mau beli kertas buat gambar haha, tapi jangan bilang Bunda haha"
"Siapp komandan!!"
Dengan sedikit berpamitan palsu kepada Bunda untuk berangkat kuliah, aku dan Dika menuju toko buku yang berada di Slamet Riyadi, yaitu jalan terbesar atau bisa dibilang jalan utama kota Solo, kalau kamu mau.
Setelah sampai di toko buku lalu tidak lupa memarkir motor, aku dan Dika langsung menuju tempat penitipan barang. Disini tidak boleh membawa tas dan memakai jaket ketika berbelanja atau sekedar membaca, takut kecolongan katanya.
Seperti toko buku pada umumnya, sedikit klasik dengan rak penuh souvenir yang terletak di bagian pintu depan, yang menurutku beberapa produk itu hanya seperti hiasan, dan banyak orang yang melaluinya begitu saja.
Tanpa sengaja dari kejauhan nampak seorang wanita turun dari lantai dua berjalan menuju arah kami.
"Hey! Kian, kamu gak ada kuliah? Atau lagi bolos kuliah? Atau sedang cari apa??"
Dengan beberapa pertanyaan yang lebih dari satu dan nada yang kurang santai, Dika menghampiri wanita itu. Sepertinya dia sudah selesai berbelanja, karena bisa dilihat dia membawa tas plastik berisi beberapa buku.
Dilihat dari cara menyapa dan gaya berbicara Dika, sepertinya dia cukup akrab dengannya.
Postur tubuh tinggi untuk seorang wanita, rambut yang di cepol, dengan poni sedikit panjang yang menutupi telinga, di tambah lesung pipi yang terlalu sayang untuk tidak di lihat berhasil merampas habis mataku. Tapi ingat, hanya berkomentar dan mencoba menjelaskan seperti apa dia, aku belum jatuh cinta dengannya, hanya melihat sedikit, tidak lebih. Boleh kan?
"Eh, kak Dika. Enggak kok kak, hari ini aku memang kosong jadwal kuliah kak hehe"
"Kirain bolos, jangan suka bolos ya, kan masih semester satu. Tidak baik untuk masa depan" Dika melontarkan nasehat yang sedikit berlawanan dengan kepribadiannya, namun itu selalu sah-sah saja jika dia yang berbicara.
"Eh kian ini kenalin, temanku yang paling rajin. Namanya Raga" saut Dika.
"Hey. Raga" Heh! ingat ya, aku tidak gugup, tidak canggung pula. Kalaupun sedikit mungkin tidak akan terlihat.
"Hey kak, aku Kian. Kakak satu jurusan sama kak Dika juga?" Dia memamerkan lesung pipinya lagi. Dan ingat, aku belum jatuh cinta.
"Iya Kian, aku satu kelas sama Dika, kalau ----"
"Eh, aku duluan cari buku ya, kalian ngobrol dulu aja. Keburu di ambil orang nanti bukunya" Saut Dika memotong obrolanku sembari meninggalkan kami berdua tapa basa-basi, dan begitulah Dika.
"Eh Dik ----"
"Iya kak Dika, semoga dapet bukunya ya" Kian menjawab.
"Tadi mau nanya apa kak?"
"Emmm, ehh kamu jurusan apa Kian?" Kali ini aku benar-benar mati kutu, dan mungkin raut muka ku berbubah sekian derajat atau puluhan atau ratusan derajat di depannya. Namun ingat, bagiku itu wajar! Kalau kamu jadi aku mungkin kamu juga akan begitu.
"Aku ambil Ilmu Komunikasi kak, sama kakak juga kan?"
Ah! dia benar-benar polos, lucu, ramah dan mungkin masih banyak lagi. Dan tepat jika dia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi, jelas dia sudah menguasainya. Aku belum!
"Iya, kita sama kok hehehe, kenal Dika sudah lama?" Pertanyaan macam apa ini.
"Oh, kak Dika kan ikut panitia ospek kak, jadi aku kenal waktu ospek kemarin. Eh, kak aku pulang duluan ya. Mau baca buku yang barusan aku beli, udah gak sabar hehehe"
"Ehh iya Kian, hati-hati dijalan ya" Dengan tanpa ekspresi, datar dan entah sudah berapa ribu derajat raut muka ku berbelok arah dari biasanya.
"Iyaa kak Raga, selamat belanja kak" Saut Kian ramah dan tak lupa memamerkan lesung pipinya 'lagi'.
---
Setelah menyusul Dika dan berhasil mendapatkan buku gambar yang aku mau, aku langsung pulang ke rumah dengan rasa penasaran, tentang Dia. Iya, namanya Kian dan sekali lagi aku belum jatuh cinta, memang dia siapa? Kan baru kenal dan pertama kali ketemu!
Ah sudahlah, aku mau melanjutkan gambarku. Dan menurutku, di hari itu, dia harus bertanggung jawab karena sudah berhasil mengganggu konsentrasi menggambarku.
YOU ARE READING
Lima Seperempat
RomanceKetika senja bersahabat dengan secangkir kopi, diparuh waktu antara siang dan malam. Disana, terdapat ujung dari cahaya.