1 - Bad Day

283 27 13
                                    

"Arissa! Tungguin aku!" seru seseorang menyebut namaku. Aku membalikkan badan dan menemukan teman yang pernah satu kali sekelas dalam satu mata kuliah, Genta.

"Eh, biasa aja kali, belum telat banget, kok," kataku sambil menepuk bahunya. Ia mengangguk sambil mengatur napas, kemudian setelahnya kita kembali berjalan.

"Ada kabar burung yang lumayan gak enak hari ini," ucap genta tiba-tiba.

Aku tertawa, "Masa, sih? Apa emang?"

Genta mengeratkan pegangannya pada tas selempang miliknya. "Ya," dia mengangguk, "aku baru aja dapet kabar dari bu Ayu."

Aku semakin penasaran. "Apa sih?"

"Kamu tau kan si dosen baru itu?" tanyanya retoris, aku pun hanya mengangguk mengiyakan.

"Nah, katanya ada beberapa mahasiswa tingkat akhir yang dialihin ke dia, sesuai topik skripsi mahasiswa itu."

Aku mengernyit bingung. "Kok, begitu?"

"Iya, kan dia baru dan belum punya mahasiswa bimbingan skripsi, udah gitu dosen-dosen yang lain juga kewalahan, jadi dilimpahkan beberapa ke dosen baru itu."

Ah, begitu. Aku mengangguk mendengar penjelasan Genta. Omong-omong, aku bersyukur karena aku bukan termasuk mahasiswa-mahasiswa itu. Karena kabarnya, dosen itu sangat, em... tegas sekali pada mahasiswa yang diajarnya. Apalagi harus berhadapan dengan dia saat bimbingan skripsi. Leherku merinding saat membayangkannya. Yah... walaupun aku belum pernah melihatnya, sih.

...

"Aku turut prihatin, Ris," kata Genta sambil mengelus pundakku.

Baru beberapa menit yang lalu, aku dapat kabar yang buat aku meriang. Dari 8 orang yang menjadi mahasiswa tingkat akhir bimbingan Bu Yati--Dosen pembimbingku--ternyata, akulah yang dialihkan ke dosen baru itu. Sial. Alasannya, karena skripsiku lebih cocok jika pembimbingnya adalah si dosen baru itu.

Aku menghela napas. Aku nggak pernah setakut ini.

"Yaampun, Ris, lo belum tau orangnya masa udah meriang gini, sih, lembek banget!" bisikku. Lebih kepada menyemangati diriku sendiri.

Beberapa menit kemudian Genta masuk ke kubikel Bu Yati, sementara aku masih duduk di depan ruang jurusanku. Aku bimbang, masuk atau nggak, ya. Karena aku harus segera bertemu dengan dosen pembimbing baruku untuk menyesuaikan jadwal bimbinganku kedepannya. Lagian, kenapa juga aku seperti anak SMA gini, sih. Seakan-akan takut untuk ketemu sama guru paling killer yang ada di jagad raya ini. Begini nih yang namanya terlalu dengerin omongan orang, tapi belum buktiin sendiri.

Dengan gontai, aku berjalan masuk ke dalam ruang dosen. Aku sempat bertanya kepada dosen yang kebetulan melintas, dimana kubikel dosen itu. Setelah mendapat jawaban, aku melangkahkan kakiku ke sana.

Dosen itu di tempatnya, sedang mengobrol dengan Pak Lutfi, salah satu dosenku dulu di beberapa mata kuliah. Obrolan mereka terhenti, lalu keduanya menatapku. Pak Lutfi tersenyum, sedangkan dosen itu melihatku, memindaiku dari atas ke bawah. Does he really a  lecturer or what? Kok nggak sopan banget, sih!

"Arissa, pasti kamu dialihkan ke Mas Wira, ya?" Pak Lutfi membawaku kembali ke dunia.

Aku mengangguk, "Iya, pak."

"Oke, silahkan," Pak Lutfi berdiri dan menepuk pundakku, "mas, saya pamit dulu." Pak Lutfi menepuk bahunya dan dibalas anggukan olehnya.

Setelah Pak Lutfi pergi, suasana jadi sangat canggung. Aku berdeham, sampai si dosen itu akhirnya sadar dan menyuruhku duduk.

"Jadi, kamu Arissa Ayu Lewis?"

"Iya, pak," kataku.

Ia mengangguk. "Jadi, pertama kita akan membuat jadwal bimbingan skripsimu untuk kedepannya," dia bergumam sebentar, "kamu ada waktu hari apa?" tanyanya.

Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang