Bab 1

419 40 1
                                    


Steve Connor

Aku merasakan sesuatu yang sangat mendesak memaksaku untuk bangun dari istarahatku yang sangat menyenangkan. Sesuatu itu memaksaku untuk segera membuka mata dikala tidurku sedang berlangsung dengan sangat pulas.

Aku tidak mau. Aku sedang tertidur nyenyak. Jangan mengganggu!

Aku merasakan perasaan nyaman dalam tidur seperti dibuai dalam pelukan ibu. Nyaman dan hangat, perasaan jiwa yang tenang membuatku ingin menyumpah siapapun dan apapun yang tengah menggangguku sekarang.

Pengganggu itu semakin mendesakku untuk bangun. Seolah membisikkan kata-kata hina padaku agar aku marah dan terbangun. Untuk melihat siapa saja yang berani-beraninya mengganggu tidurku.

Tapi aku mengabaikannya.
Lalu semakin lama, gangguan itu semakin banyak menyebar seperti virus, dimana-mana, membisikkan hinaan padaku.  Suara itu banyak sekali, merusak suasana tenang dan nyaman yang sedang kurasakan saat ini.

Oke, cukup! Aku marah sekarang. Dengan perlahan aku membuka mata. Hal pertama yang aku rasakan adalah sesak. Ada beban berat yang menimpa tubuhku.
Aku menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, mataku sudah mulai terbiasa dengan pencahaan temaram dari lampu taman.

Pantas saja aku merasakan sesak saat bangun, ternyata ada tubuh yang menimpa tubuhku. Tubuh itu memangku kepala dan bahuku diatas pahanya. Kedua tangan pemilik tubuh itu memelukku dengan lemah.

Apa aku sudah mati?
Tapi kenapa aku berada disekitaran gedung apartement tempat tinggalku?

Akhirnya aku mencoba untuk bangkit. Lalu menyadari bahwa ada tangan-tangan yang masih memelukku. Aku mencoba melepas tangan itu.

Tangan-tangan itu kecil, jauh kecil dari ukuran tanganku. Aku memegang pergelangan lemas itu dengan jemariku. Kemudian mencoba untuk duduk dengan tangan yang masih berada digenggaman eratku.

Aku menatap orang itu, menilik wajah pucat dengan mata terpejam dihadapanku. Ia adalah seorang gadis, terlihat manis dengan rambut pirang yang melingkupi wajahnya. Memakai gaun cokelat yang terlihat sangat pas ditubuhnya. Gadis itu terasa lemas dan berkeringat. Sejenis keringat dingin yang menandakan bahwa kondisinya sedang tidak sehat.

Dengan posisi masih duduk aku membawa kepala dan bahu gadis itu kedalam pangkuanku, sama seperti yang dilakukannya ketika aku bangun tadi.

Tanganku memegang punggung gadis itu berusaha membuat posisi yang nyaman. Saat itulah aku menyadari bahwa punggungnya terasa lembab dan basah. Tidak mungkin keringat sampai sebanyak ini. Aku mengangkat tanganku yang basah dan menggantinya dengan tanganku yang satunya untuk menahan punggungnya.

Telapak tangan ku terlihat berdarah. Cairan merah itu berasal dari punggung gadis yang berada dipangkuanku. Tanpa berpikir panjang tentang kondisiku sendiri aku menyelipkan lagi tangaku dibalik punggungnua dengan berhati-hati dan tangan satu lagi dibelakang lututnya.

Aku mengangkat tubuh gadis itu dengan cepat tanpa memperdulikan apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku pikirkan saat ini adalah secepatnya membawa gadis itu pergi ke rumah sakit.

Karena dia adalah penyelamatku, dan aku tahu itu.

***

Aku merasa tubuhku terasa lebih rileks setelah duduk dan meminum sebotol penuh air mineral. Tubuhku sudah diperiksa dengan lengkap untuk memastikan bahwa aku memang baik-baik saja setelah jatuh dari lantai tiga belas. Sayangnya hasil pemeriksaan itu keluar beberapa hari lagi.

Mataku dengan awas menatap gadis yang kini terbaring diatas ranjang rumah sakit kelas VIP ini. Ia sudah mendapatkan perawatan pada luka dipunggungnya. Dan mendapat transfusi dari beberapa beberapa kantong darah.

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang