Bab 2

182 21 9
                                    


Angel Bab 2

Hari sudah beranjak pagi ketika aku membuka mata. Matahari sudah menggantung tinggi. Hal pertama yang kulihat adalah wajah seseorang, sangat dekat hingga deru nafasnya berhembus disekitar wajahku.

Mataku mengerjap perlahan mencoba memahami situasi disekitar. Mengumpulkan tenaga melawan kantuk yang masih menjajahi tubuhku.
"Steve," Terdengar gumaman lirih.

"Angel." Aku mencoba memfokuskan pandangan pada apa yang terpampang jelas dihadapanku.

Angel berdiri menunduk dihadapanku, tak lupa dengan senyuman manis menghiasi wajahnya. Rambutnya menjuntai mengenai wajahku dengan lembut. Dan posisinya masih belum berubah, wajahnya begitu dekat dengan wajahku.

Aku mencoba untuk duduk sehingga Angel berdiri tegak memberiku ruang untuk menatapnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku dengan suara serak khas bangun tidur.

Ia tersenyum lembut, "Aku baik-baik saja. Mereka bilang bahwa kondisiku sudah baik. Hanya perlu perawatan teratur pada luka dipunggungku saja." jawabnya mengukir senyum diwajah pucatnya.

"Mereka?"

"Mereka yang memeriksaku. Mereka bilang aku sudah boleh pulang. Seorang perempuan berpakaian putih melepas selang yang terpasang dengan jarum ditanganku. Rasanya sakit." jelasnya sambil mengernyitkan kening mengingat-ingat.

"Sejak kapan mereka kemari? Kenapa aku tidak tahu?" Tanyaku mengernyit. Seharusnya salah satu dari mereka membangunkanku dan berbicara mengenai kondisi Angel padaku.

"Mereka kemari tadi pagi, saat kau masih tertidur. Mereka bilang tidak berani membangunkanmu." gumamnya.

Tadi pagi?
Jadi sekarang pagi sudah lewat? Sudut mataku melirik jendela yang berada tidak jauh dari sofa tempat dudukku sekarang. Ternyata matahari sudah tinggi sekali. Waktu untuk sarapan sepertinya sudah lewat. Lalu aku melirik ke arah jam dinding yang terpasang didekat pajangan lukisan abstrak diruangan ini. Ternyata sudah pukul sepuluh pagi lewat beberapa menit. Itu berarti aku tertidur beberapa jam  selepas subuh setelah aku menelpon orang kepercayaanku.

Aku melirik Angel lagi. Ia mengenakan dress longgar selutut berwarna merah muda. Terlihat sangat cocok ditubuh pendeknya.

"Dari mana kau mendapatkan gaun itu?" Tanyaku heran.

"Umm... salah seorang perawat memberinya untukku."

"Apa punggungmu maaih sakit."

"Umh.. Sedikit, mereka mengganti perbannya tadi pagi, rasanya tidak nyaman."

"Oh," gumamku, "Kita akan pulang sebentar lagi, aku akan pergi keluar untuk menelpon seseorang agar menjemput kita." Entah kenapa aku berpikir bahwa perlu memberitahukan apa yang akan kulakukan. Ini diluar kebiasaanku.

Tanpa sempat Angel menjawab, aku sudah menyeret kakiku keluar dari kamar perwatan. Berniat menelpon Luke untuk menjemput kami.

***

Kami sedang duduk  berdampingan didalam jok bagian belakang mobil dengan mulut tertutup rapat tanpa suara semenjak kami masuk ke mobil.

Luke membawa kami melesat pergi menuju area gedung apartemen yang akan menjadi tempat tinggal baruku. Apartement kemarin tentu saja sudah kutinggalkan. Setelah menelpon ayahku dini hari tadi, aku langsung menelpon Luke. Menyuruhnya mengepak beberapa pakaianku dari apartement tempatku diserang, lalu setelahnya aku langsung menyuruh Luke pergi mengurus dokumen tentang kepindahanku ke apartement baru.

Setidaknya tempat baru akan aman bagi Angel maupun diriku sendiri.

Sampai waktu sedikit lebih aman untukku berkeliaran diluar, aku akan segera mencari tahu apa motif dibalik penyerangan kemarin itu. Walaupun sebenarnya aku sudah tahu siapa dalang dibalik semuanya.

Aku penasaran melihat bagaimana ekspresi para pecundang itu ketika melihat bahwa aku masih hidup bahkan dalam keadaan yang sangat--sangat sehat.

Tanpa sadar senyum miring menghiasi wajahku. Lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan kepadamu kawan lama.

"Kita sudah sampai, Steve." Sahut seseorang membuyarkan lamunanku. Luke segera keluar dari belakang kemudi setelah memberi tahu bahwa kami sudah sampai tempat tujuan. Luke memang tidak pernah memanggilku dengan kata menghormati seperti tuan, boss, atau sejenisnya. Bukan karena tidak sopan, namun karena kami adalah teman sejak kecil.

"Turun," perintahku pada Angel yang kini duduk dengan tingkah kebingungan disampingku. Aku mengehela nafas samar saat melihatnya menatap nanar pada seatbelt yang kini tersampir ditubuhnya.

Really? Dia akan menangis? Apa gadis ini tidak pernah naik mobil sebelumnya sehingga dia tidak bisa melepas seatbelt-nya sendiri?

"Kalau tidak bisa, kenapa tidak langsung minta bantuanku saja?" Interupsiku saat melihat ia tidak berkutik sedikitpun, meski matanya terus menatap seatbelt yang tadi kupasang untuknya.

"Maaf." Jawabnya lirih. Meski begitu ia tak lupa menampilkan senyum terpaksanya.

Aku mengusap wajahku kasar menunjukkan betapa frustrasinya diriku saat ini. Gadis aneh, kenapa harus minta maaf?  Kenapa dia selalu tersenyum?

"Steve, kamu kenapa?" Ucapan khawatir itu tentu saja keluar dari mulut Angel.

"Aku tidak apa-apa. Cepatlah turun. Hati-hati dengan punggungmu." Ujarku kemudian setelah aku melepas seatbelt-nya lalu membuka pintu untuknya dari dalam.

****

Entah apa tujuan Bab yg ini aku gak tahu... Yang penting update...

hilkiadara 😁😁😁😁😁😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang