Clara : pertemuan Bulan dan Matahari

104 3 0
                                    

Aku ingat tadi malam masih berbaring di atas ranjang, semuanya basah terkena badai air mata yang tak bisa kubendung lagi. Entahlah, mungkin saat ini aku sedang mengalami masa-masa paling kelam semasa hidupku, percaya atau tidak kamu bisa tanyakan pada saksi pada seprai yang kugunakan untuk menghapus air mataku.
Sudahlah, Pagi ini aku harus bergegas menuju kampus karena aku adalah seorang penanggung jawab dalam acara yang bertemakan "Mengawal Tahapan Pilkada Serentak 1996 yang Demokratis dan Berkualitas"
Hampir lupa, namaku Clara Yanika dari jurusan Sastra Indonesia di sebuah Universitas yang ada di Bandung. Panggil aja sesuka kamu, asal jangan panggil sayang aja.
Dalam acara seminar ini terbuka untuk umum, tentu saja aku sangat antusias karena ini menyangkut masa depan Indonesia. Terlebih karena siapapun bisa datang ke acara ini termasuk juga si Doi wkwk.
Pada acara hari ini kami sudah membuat perjanjian untuk bertemu di kampusku, karena wajar saja jika kami membuatnya janji seperti ini. Mau bagaimana lagi di zamanku hanya bisa bertukar surat saja, itu pun harus di kirim melalui kantor pos, tidak ada handphone seperti zaman kamu sekarang. Jika bertemu di taman kota pun kami harus bersusah payah bergonta-ganti angkot hanya demi memadukan rasa rindu yang selalu saja menggebu-gebu. Ada baiknya kamu banyak bersyukur karena segala sesuatunya terbilang sangat mudah untuk dilakukan.

Oke lanjut.
Acarapun sudah di mulai, aku sangat sibuk sekali, memang seperti inilah tugasku sebagai Penanggung Jawab, harus inilah harus itulah. ribet deh.
Adzan Dhuzur berkumandang, aku segera menuju tempat yang sudah di janjikan.
"... kita bertemu setelah shalat dzuhur di warung depan kampus aja ya. sekalian kita makan baso bareng-bareng, tunggu. aku pasti datang."
Begitulah penggalan yang aku ingat di surat yang di kirimnya.
Saat aku berjalan menuju gerbang untuk keluar, ada suara yang memanggilku.
"Clara... Clara..." teriaknya sambil sedikit berlari.
Oh ternyata Beni yang memanggilku.
"ada apa ben kok lari-lari?" tanya aku
"makan siang yuk bareng. ayo aku yang traktir, kasian yang sibuk kesana kemari kerjaannya cape. lumayan tuh di kantin belakang ada nasgor si bibi mantap." ajak Beni
"aduh ben, lain kali aja ya gapapa. ada temen nunggu depan kampus, udah ada janji." raut wajahku tak karuan saat menjawab Beni, karena aku kebingunggan harus bagaimana. jika aku menolak ajakannya pasti dia kecewa.
"alahhh udah ayo ayo kapan lagi kita makan bareng kaya gini hahaha." tangan beni menepuk bahuku.
Tanpa aku sadari dia memegang tanganku lalu menarikku menuju kantin
"ben, tapi bentar kan? aku udah ada janji ben." aku pasang muka serius.
"iya sebentar ra engga lama." Jawab Beni sambil tersenyum.
aku pun berjalan menuju kantin, disana aku melihat para panitia sudah berkumpul, lalu mereka tiba-tiba berteriak
"cieee yang gandengan tangan." siulan mereka terdengar kencang, aku hanya tersenyum sambil memikirkan apa yang akan terjadi jika aku malah berdiam diri disini sedangkan ....

aku lupa,ngenalin cowo aku. Namanya Reyhan Pratama. tolong ingat-ingat ya. wkwk

Sedangkan Reyhan di luar sana pasti lagi nunggu aku sendirian. padahal dia sudah datang jauh-jauh dari Yogya hanya untuk bertemu aku. tapi aku malah menyia-nyiakan kesempatan bertemu dengannya.
ahh, sial, hatiku campur aduk tidak karuan, aku kesal karena tidak bisa pergi menemui Reyhan secepatnya. Menurut kamu setelah ini apa Reyhan masih menunggu di luar sana? ataukah dia sudah kembali ke Yogyakarta lagi? ah sudahlah bertanya pun percuma. aku tidak bisa pergi begitu saja saat semua panitia kumpul seperti ini.
...
...
...
...
...
waktu istirahat selesai, acara berlanjut, aku sibuk. pikiranku kacau, tidak fokus, memikirkan "Reyhan gimana ya? Reyhan pasti marah sama aku. Reyhan maafin aku ga nepatin janji kita." seperti itulah isi hatiku. semua pernyataan bahwa Reyhan kecewa karena aku tidak menepati janjinya sudah berterbangan di atas kepalaku.
acara pun berlanjut hingga selesai. Aku pun berlari menuju ruang panitia untuk mengambil barang-barangku untuk bergegas menemui Reyhan karena pada saat itu langit sudah hitam, matahari sudah tidur, bulan dan bintang sudah asyik mengobrol.
saat aku keluar gerbang, aku menuju warung yang sudah di janjikan. Penerangan di sana sudah gelap, terlihat hanya ada beberapa angkot, tukang bajigur dan tukang bubur ayam. Aku tak melihat Reyhan dari kejauhan. Perasaanku sudah tak karuan, rasanya air mata di mataku sudah protes ingin keluar karena sudah terlalu lama aku tahan saat tadi siang.

Pemangkas JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang