#1- Gadis Biasa

132 13 3
                                    

Rin, gadis dengan nama lengkap Airin Dwi Putri, salah satu siswi SMA Galaxy, sekolah unggulan di pinggiran Jakarta dimana berisikan murid-murid pilihan yang memiliki IQ di atas rata-rata dari berbagai kalangan, yang terkenal dengan prestasinya karena mengharumkan nama Indonesia di berbagai olimpiade Internasional juga non akademik. Gadis dari desa yang merantau ke Jakarta ini mendapat undangan khusus untuk bersekolah di Galaxy, dengan beasiswa full hingga ia lulus.

Airin yang biasa dipanggil Rin mempunyai kulit kecoklatan, mata hitam pekat dan rambut pendek sebahu, hidung tidak mancung namun tidak pesek juga, tingginya pun hanya 155cm membuatnya terlihat mungil, tidak sebanding dengan teman-temannya yang memiliki tinggi rata-rata hampir 170cm, berbekal otaknya yang cerdas itulah ia bisa mendapat beasiswa. Tidak sia-sia mendapatkan posisi pertama Nasional ketika UN SMP, kini Rin bisa menikmati sedikit kerja kerasnya dan menambah pengetahuannya di sekolah dengan fasilitas lengkap serta gratis. Sekali lagi ... gratis!

Kringgg

Bel ketiga setelah upacara menandakan berakhirnya pelajaran, guru Bahasa Indonesia yang sampai sekarang belum Rin ingat namanya meningggalkan kelas. Rin lemah dalam mengingat nama orang baru yang ditemuinya, jangankan guru yang hanya bertemu satu kali perminggu, teman sekelasnya yang setiap hari bertatap muka denganya saja baru ia baru hapal beberapa. Masih bisa dimaklumi memang, Rin baru sebulan resmi menjadi murid disana setelah orientasi. Selain itu dia juga tidak terlalu pandai bergaul, tapi setidaknya dia sudah memiliki teman yang bisa dbilang cukup dekat bernama Arista Cahyani atau biasa dipanggil Chacha. Gadis cantik dengan rambut panjang bergelombang, tinggi semampai seperti model-model majalah.

"Rin, kantin yuk! aku yang traktir deh." Ajak Chacha. Soal urusan makan gadis itu selalu nomer satu, tapi badannya tidak gemuk-gemuk. Rin sempat berpikir kalau Chacha cacingan.

"Beneran Cha? Ayo deh, ditraktir mana bisa aku tolak." Sahut Rin sumringah. Biasanya Rin membuat bekalnya sendiri, karena hemat dan juga dia tidak perlu membuang banyak tenaga berdesakan di kantin. Tapi berbeda dengan hari ini, ia tidak sempat membuat bekal. Mendengar kata traktir tentu dengan senang hati Rin terima tanpa pikir dua kali.

"Bu ... mie ayam 2 pake bakso ya." Kata Chacha saat tiba gilirannya mengantri.

Benar saja, kantin istirahat jam pertama selalu ramai, seluruh meja hampir penuh. Chacha berjalan menghampiri Rin yang sudah lebih dulu memesan minuman dan mencari tempat yang tersisa untuk mereka.

"Rin, udah dengar gosip terbaru?" tanya Chacha dengan mata berbinar. Kelebihan Chacha yang lain selain pola makan dan wajah cantik adalah infotaiment berjalan. Segala hal baru yang sedang tren entah itu fashion, gosip, sampai tempat-tempat wisata dia tahu.

"Gosip apa?" Chacha hanya geleng-geleng melihat tingkah Rin, otak sih boleh encer tapi soal info heboh satu sekolah pun gak tau, betapa kudet alias kurang update dia itu.

"Itu loh soal Trio, kakak kelas anak 2 IPA 2. Yang kena skorsing karena mukulin anak kelas tiga sampe masuk rumah sakit. "

"Oh ... terus?"

"Yaampun Airin, responnya kayak kaget gitu kek jangan datar kayak papan. Nih ya, aku kasih tau Trio itu―"

"Makasih bu!" potong Rin saat pesananya diantarkan. Ia mulai mengaduk mie nya dan menajamkan pendengaranya demi mendengar Chacha.

"―Trio itu peringkat teratas di sekolah ini, salah satu siswa andalan yang selalu dikirim buat OSN, tapi sikap dan otak mereka gak singkron!" jelas Chacha sambil menyantap mie ayamnya lahap.

"Kok gak singkron? emang dia gila ya?"

"Bu-bukan gila, tapi sikapnya berandalan, angkuh, suka bolos, gak disiplin deh pokoknya. Baru awal masuk aja mereka udah nonjokin anak kelas 3 begitu."

"Oh, mungkin dia punya alasan khusus ngelakuin itu. Oiya, kamu kenal sama orang yang namanya Trio tadi?"

"Emang aku bilang Trio itu nama orang ya? Trio tuh nama sebutan Rin. Aduuuh kamu ini!" kesal Chacha sedangkan Rin hanya nyengir menampilkan gigi depannya yang besar seperti gigi kelinci.

°°°°°°°

Bel pulang berdering tepat pukul 15.00 sore, semua siswa beranjak pulang, tapi tidak untuk Rin. Hujan deras menghentikan niatnya pulang, ia sadar ditengah hujan lebat payungnya tidak akan sanggup bertahan lama. Rin tidak mau mengambil resiko payungnya rusak dan dia kehujanan hingga skenario akhir ia jatuh sakit. Rin benci jika dua hal itu terjadi, karena ia harus mengeluarkan uang ekstra untuk obat dan membeli payung baru tentunya.

Rin tidak membenci hujan, justru sebaliknya ia menyukai hujan. Karena hujan menenangkan dirinya, apalagi bau air hujan yang menyentuh tanah, ia sangat suka aromanya. Semua beban yang ia rasakan seakan lenyap bersama turunnya hujan. Dua jam menunggu, hujan pun mulai reda. Dengan cepat Rin melangkah menuju gerbang sekolah, dan menunggu bis yang akan membawanya pulang.

Rin tinggal sendiri di kosan kecil khusus perempuan, untuk perantau yang tidak memiliki kerabat di tempat asing sepertinya, kosan dengan satu kamar serta satu kamar mandi itu sudah lebih dari cukup dan harga sewanya pun terjangkau. Rin berjingkat-jingkat bak menari sambil bermain dengan genangan air di sepanjang jalan menuju kosannya. Konyol memang tapi ia menyukainya, hal itu adalah satu dari hal kecil yang membuatnya bahagia. Sekali-sekali bertingkah seperti anak kecil tak apa kan? tidak dosa ini.

Bruuk!

Rin terjatuh. Lebih tepatnya terjatuh karena tersandung batu. Ya, awalnya ia berpikir begitu dan merutuki kecerobohannya sendiri. Namun siapa yang menyangka jika ada batu besar seukuran tubuhnya tergeletak di tengah jalanan basah di gang kecil menuju kosnya?

"Astaga!" jeritnya terkejut.

Itu bukannya batu batu besar tapi itu ... manusia?!

"Ma-ma-mayat ...!"

-------------

Hai, ini cerita pertama saya yang dipublish disini. Semoga kalian suka, silakan vote dan comment ya.. kritik dan saran diterima dengan senang hati. 😊

End of RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang