Prolog

720 40 8
                                    

A/N

Bagi yang udah baca dan vote sebelumnya, maaf ya karena gue unpublish semua partnya. Gue emang pingin re-publish lagi dengan a new fresh story yang penulisannya lebih rapih dan teratur. Ceritanya hampir sama kok, cuman gue rubah dikit aja beberapa yang menurut gue janggal.

So, stay tuned and kindly vomment!

Peace out,
Mercy.

<•>

Amanda Rawles as Brigitta Azhelia

<•>

Jakarta, 17 Juli 2017.

Gita berlari sekuat tenaga menuju pintu gerbang sekolah yang terletak dua puluh meter lagi di depannya. Lima menit lagi ia sudah pasti akan terlambat. Beruntung ia merupakan pelari yang cepat. Bakatnya itu memang sangat menguntungkan dalam membuat dirinya tidak pernah telat walaupun selalu berangkat sepuluh menit sebelum bel masuk.

Dan benar perkiraannya, tidak jauh di depannya pintu gerbang sudah akan ditutup. Gadis itu lantas mempercepat larinya.

"Pak! Pak!" teriak Gita, sukses membuat Pak Satpam sontak menoleh. "Tunggu! Jangan ditutup dulu!"

Tepat di depan pintu gerbang, Gita berhenti bersamaan dengan Pak Satpam yang juga menghentikan gerakannya dan tersenyum lebar. "Untung lho adek cantik, kalau nggak saya nggak akan mengijinkan adek masuk," goda Pak Satpam yang bernama Susanto, tertulis di badge seragamnya.

Gita nyengir, masih dalam keadaan ngos-ngosan. "Makasih lho, Pak. Bapak tahu aja mana yang cantik, mana yang enggak."

Pak Susanto terkekeh. "Iya, dong.. adek murid baru, ya? Bapak baru lihat ada cewek semanis adek disini."

Aduh, bisa aja gombalannya, si ketombe gajah.

Gita tertawa. "Ah, Bapak mah bisa aja! Iya, saya murid baru pindahan dari Makassar, Pak." Gita lalu melirik jam yang melingkari tangannya. "Udah dulu ya, Pak. Saya udah telat nih. Keburu nggak dibolehin masuk entar."

"Yowes, neng cantik, gih sana masuk," sahut Pak Susanto, seraya memberikan jalan untuk Gita masuk.

Gita mengangguk antusias dan kembali melangkahkan kakinya menuju kelas yang sudah ditentukan sejak awal ia mendaftar. Ini hari pertamanya ia bersekolah di Surya Pratama--salah satu sekolah di Jakarta--sebagai siswi kelas sebelas. Alasan pemindahannya kesini adalah karena Ayahnya naik tingkat jabatan menjadi General Manager di salah satu perusahaan ritel di Jakarta. Jadi, mereka memutuskan untuk pindah ke Jakarta pada awal bulan Mei lalu dan tinggal bersama dengan Ibunya yang sudah lebih dulu di Jakarta sejak tiga tahun yang lalu.

Langkah kakinya terhenti tepat di depan kelas 11 IPS-2. Gita menarik napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Ia lalu membuka pintu, dan memasuki kelas. Beberapa siswa-siswi sedang mengobrol dengan teman-temannya, sementara sisanya langsung mengarahkan matanya ke Gita. Memerhatikan Gita dengan seksama. Sampai akhirnya, semuanya turut ikut memerhatikan gadis berambut sebahu yang memiliki wajah manis itu.

"Anak baru, ya?" tanya salah seorang cewek yang duduk di barisan paling depan.

Gita mengangguk sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya yang manis. "Iya, gue pindahan dari Makassar."

"Salam kenal," cewek cantik berambut pendek dan berkacamata itu berdiri dan  mengulurkan tangannya. "Nama gue Thalia. Panggil aja Lia. Gue ketua kelas disini."

Dengan senang hati, Gita menyambut uluran tangannya. "Hi, Thalia. Gue Gita."

"Eh, eh, gue juga mau kenalan dong," cowok berambut cokelat keemasan menghambur kehadapan Gita. "Nama gue Agaz, cowok paling ganteng disini," Agaz memperkenalkan dirinya, disertai dengan cengiran.

"Paling ganteng? Dari lobang sedotan, sih, iya." Celetuk Thalia, sukses mengundang tawa dari beberapa siswa, termasuk Gita.

Agaz berdecih, namun perhatiannya masih kepada Gita. "Biarin, dia mah matanya rabun, Git. Pantes pake kacamata. Gini-gini, gue followers Instagramnya 1230, lho." Agaz dengan lagaknya menyombongkan diri.

"Paling beli," celetuk Thalia lagi, dan lagi-lagi membuat semua tergelak.

Agaz mencodongkan tubuhnya ke Thalia dan berbisik dengan penuh penekanan, "Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, Tha."

Bulu kuduk Thalia terangkat. Refleks, dia mendorong tubuh Agaz menjauh. "Gak usah deket-deket, bisa nggak?!"

Agaz terkekeh geli.

"Jangan semua cewek lo ambil dong, Gaz," cowok bertubuh tinggi dan bermata hazel ikut masuk kedalam pembicaraan. Cowok itu muncul dibalik Agaz dan dengan mudahnya menggeser tubuh Agaz kesamping. "Kenalin, cowok paling kece di kelas ini, Putra." Putra mengulurkan tangannya, tanpa senyum alias berlagak sok cool.

Untuk kesekian kalinya, Gita menyambutnya dengan senyuman. "You already know my name."

"Gita? Nama yang cantik, sesuai dengan pemiliknya yang juga cantik."

"Gak usah sok cool, jijik gua sumpah," timpal Agaz, raut wajahnya dibuat seolah ingin muntah.

"Sok puitis lo, Put!" Tiba-tiba, cewek berambut panjang dan berponi ikut muncul di kumpulan. Ia lalu melirik Gita dan tersenyum lebar seraya melambai-lambaikan tangannya kearah Gita. "Hai, hai, gue Feliz, salam kenal, Gita."

Tubuhnya mungil, lucu. Gita tertawa kecil. "Salam kenal juga, Feliz."

"Eh, Git. Lo duduk disebelah gue aja, ya?" Agaz menawarkan, matanya berbinar binar penuh harap. "Tempatnya dibelakang tuh. Nyaman, dijamin nggak bakal ketahuan kalau lagi nyontek."

"Jangan, Git. Nggak baik duduk sama si kulit kecoak ini. Dijamin nggak bakal lulus. Mending lo duduk di sebelah gue aja. Tuh, di ujung. Lebih enak lagi, kalau tidur, nggak keliatan." Putra juga turut menawarkan.

"Kampret lo, babi aer!"

"Sssttttt, nggak bisa! Gimana kalo Gita duduknya di sebelah gue aja? Duduk sama mereka, bisa-bisa keperawanan lo diambil lagi," Kini, giliran Feliz yang menawarkan.

"Heh, adik kecil! Kalo ngomong dijaga," sambar Thalia, matanya melotot.

"Nah, tuh, denger Emak lu, Liz," ucap Agaz, sok serius.

"Gue duduk disebelah Feliz aja, deh. Nggak suka duduk di belakang," Gita akhirnya memutuskan.

"Yes!" seru Feliz riang lalu menjulurkan lidahnya kedepan Agaz dan Putra, meledek. "Come here," Feliz menarik Gita untuk duduk di bangku sebelahnya.

Agaz dan Putra melemas, hanya bisa pasrah menerima keadaan. Toh, mereka masih satu kelas dengan gadis manis itu.

Bel berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Tak lama kemudian, seorang wanita setengah baya yang kira-kira sudah berumur kepala empat masuk kedalam kelas.

"Anak-anak, kalian pasti sudah tahu kalau kita kedatangan murid baru pindahan dari Makassar," wanita itu mengumumkan dengan senyuman terulas di wajahnya. Ia lalu melirik Gita. "Gita, boleh maju kedepan?"

Gita mengangguk dan berdiri. Ia berjalan ke depan kelas dengan diiringi sorakan anak-anak cowok. Gita memang terbilang gadis yang memiliki wajah yang sangat manis, ditambah lagi lesung pipinya yang sukses membuat para cowok-cowok meleleh. Bukan saja wajahnya, tapi ia juga memiliki kepribadian yang juga sama manisnya. Supel, ramah, murah hati, tidak sombong, pemaaf dan tentunya baik hati. Almost perfect. Almost. Kalau saja ia bukan berasal dari keluarga yang broken home.

"I'm Mrs. Susan, an English teacher. So please introduce yourself, kid," pinta Bu Susan.

Gita menghela napas dan tersenyum. "Hai, nama saya Brigitta Azhelia. Saya murid pindahan dari Makassar. Senang berkenalan dengan kalian."

[.]

Edited, July 19th 2017.

Must Date The IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang