7. Jatuh dari Ketinggian

225 15 0
                                    

Sesuai dugaannya, seluruh teman-temannya langsung berbisik-bisik ketika Gita menginjakkan kakinya di kelasnya. Mereka pasti tengah membicarakan kedekatannya dengan Aldo, yang kini menjadi cowok nomor satu dalam daftar most wanted di sekolah Surya Pratama ini.

Yang perempuan rata-rata tampak iri dengan kedekatan Gita dan Aldo, sedangkan yang laki-laki tampak tidak suka dengan kedekatan mereka.

"Eh, Gitaaaa!" seru Feliz, kemudian menarik Gita duduk disampingnya. "Tadi siapanya elo? Kok, ganteng banget, sih? Lo kenal darimana, deh?Dia murid baru? Kelas berapa?" Feliz langsung menyerangnya dengan beribu pertanyaan, gadis itu tampak iri.

"Temen masa kecil gue, Liz. Gue kenal dia pas SD."

"Cuma temen?"

Gita mengangguk. "Iya, cuma temen, kok. Nggak lebih."

Feliz menghembuskan napas lega. Namun ternyata, bukan hanya Feliz. Beberapa siswa yang lain juga ikut-ikutan merasa lega ketika tak sengaja atau secara sengaja mendengar pembicaraan Gita dan Feliz. Mereka lega, hubungan Aldo dan Gita hanya sebatas teman kecil.

"Bagus, deh. Pokoknya lo harus kenalin dia ke gue, ya. Nggak mau tahu," paksa Feliz.

Thalia yang mendengar, memutar bola matanya. "Jangan, Git. Kasian nanti temen lo itu."

"Kampret lo," umpat Feliz. "Gini-gini, toket gue gede, lho. Banyak yang ngidam."

"Heh, jaman sekarang fisik nggak menjamin. Di awal, mungkin cowok ngeliat fisik. Tapi kalo karakternya jelek, lama-lama juga ditinggalin."

"Nah, tuh. Denger, Liz," celetuk Gita, kemudian terkekeh.

Feliz berdecih. Kesannya tidak setuju. Namun dalam hati ia menyetujui perkataan Thalia. Buktinya, Reno - mantan pacarnya - meninggalkannya. Sekeras apapun Feliz mempercantik dirinya, Reno tetap saja membenci karakternya. Reno bilang, dia terlalu cerewet. Dia manja, bikin jengkel, banyak maunya, nyusahin, blablabla.

Dan fakta itu justru semakin membuatnya berkeras hati. Ia tidak merubah karakternya sama sekali, tapi semakin mempercantik dirinya. Ia tidak peduli, ia masih ingin membuktikan kalau fisik itu selalu menang dibandingkan karakter.

Karena itu yang selalu diajarkan Ibunya sejak kecil.

"Hai, adek-adek cantik," Agaz datang menyapa dengan senyum khas playboy-nya.

Thalia berdecih, dan langsung memutar badannya kedepan, membelakangi Agaz. Belakangan ini, ia malas melihat wajah si playboy itu. Entah karena alasan apa.

"Ih, kenapa sih lo, Tha? Kayaknya dendam banget sama gue?"

"Dia cemburu itu, Gaz," celetuk Feliz.

"Berisik lo, Liz," Thalia menoleh tajam kearah Feliz. "Jangan nyebar fitnah yang enggak-enggak."

"Hah? Cemburu? Thalia cemburu?" Agaz mengernyit, disambut dengan anggukan dari Feliz. "Sama siapa?" Ia tidak bisa menahan senyumnya.

"Siapa lagi kalau bukan-"

"Liz, mau gue robek nggak mulut lo?" sentak Thalia, dingin dan tajam.

Feliz bungkam.

Agaz berpindah kesamping Thalia. "Siapa, sih, Tha? Lo cemburu sama siapa? Gita?" Ia tampak menikmati momen ini.

Thalia tetap tidak mengubris pertanyaan Agaz. Dia diam saja sambil membuka-buka buku cetak Sejarah-nya. Namun pikirannya kemana-mana, tidak fokus membaca dengan adanya Agaz disampingnya. Jarak mereka cukup dekat sampai-sampai Thalia bisa mencium bau parfum lelaki itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Must Date The IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang