Friendship is so weird.
You just pick human you have met,
And you kind of 'yep, I like this one.'
Then, you just do stuff with them.
-=.=-
"Jadi apa itu benar?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut Rezvan setelah dia duduk di hadapanku dan menyodorkan segelas jus mangga. Aku menerima pemberiannya dengan sebuah senyum untuk menyatakan rasa terima kasihku.
"Pertanyaanmu ambigu," kataku. Setelah meminum satu tegukan, aku melanjutkan, "objek mana yang kamu tanyakan? Kata 'itu' atau 'benar'?"
"Aku menanyakan tentang 'benar'."
Aku mengangguk. Bergumam sambil memikirkan jawaban. "Benar adalah sesuatu yang dianggap dan disetujui untuk menjadi benar."
"Nice twist. Tapi, kenapa sebatas anggapan?"
"Karena kamu nggak akan menganggap sesatu menjadi benar kalau kamu tidak menyetujuinya. Contohnya ada sebuah premis. Aku bisa menganggap premis itu benar karena aku setuju. Tapi, kamu bisa menganggap premis itu salah karena kamu tidak setuju. Jadi kebenaran akan sesuatu itu ekuivalen dengan kesepakatannya. Kalau kesepakatan itu berubah maka kebenaran itu juga akan berubah."
"Masuk akal," celetuk Ryan tiba-tiba. Dia baru datang dan bergabung bersama kami. Lalu segera duduk di samping Rezvan. Sementara Kieran, kekasihnya, ikut mengambil posisi duduk di bangku sebelahku.
"Memangnya akal itu ruangan, ya? Kok bisa dimasuki?" Rezvan menanyakan itu pada Ryan. Terdengar bercanda, namun sebenarnya dia serius.
"Mending lo jangan tanya yang aneh-aneh ke gue deh, Van. Gue abis makan banyak jadi ngantuk. Nggak bisa mikir berat."
"Payah lo!" cibirku geli.
"Gue suka heran sama lo," kali ini, Kieran angkat bicara. "Suka banget mempersalahkan sesuatu."
"Bukan mempersalahkan. Karena benar dan salah itu bagai segi tiga. Jadi mempertanyakan itu lebih tepat."
Kieran berjengit. "Kenapa segi tiga?"
"Kalau kamu percaya Tuhan, kamu akan melihatnya segi tiga. Kalau tidak, kamu akan melihat benar dan salah seperti dua garis sejajar yang tidak pernah bertemu."
"Gue nggak ngerti sama sekali," komentar Ryan. Raut wajahnya bingung sementara kedua tangannya membentuk silang.
Aku tersenyum setelah mengerti apa yang di maksudkan Rezvan. Kemudian berkata, "Gue bantu jelasin. Jadi, benar dan dan salah itu sejajar. Perbedaannya itu hanya 'iya' dan 'tidak'. Sementara, Tuhan adalah titik tertinggi dan ada di antara keduanya. Memutuskan mana yang benar dan yang tidak. Memberikan korelasi terhadap keduanya."
"Nice! Itu maksudku!"
Aku tersenyum menanggapi Rezvan. Sementara, Kieran dan Ryan dengan kompak menampakan mimik berpikir keras.
"Gue nyerah deh! Gue gagal paham!" seru Ryan pada akhirnya.
"Gue juga!" Kieran menambahkan.
Aku tertawa kecil. Aku kembali menjadi pendengar dominan. Mendengarkan Rezvan dan Ryan yang kembali memperdebatkan istilah masuk akal. Rezvan tentunya menuntut jawaban logis dan mempertanyakan kembali semua argumen Ryan yang tidak jelas asal muasalnya. Ryan berdalih kalau menggunakan kata masuk akal hanya untuk menghormati pembuat istilah itu saja. Dia tidak mau repot dengan memikirkan asal dari istilah itu.
Saat dua pria itu masih saja berdebat heboh, Kieran menanyakan kenapa aku bisa tahan mengobrol lama dengan Rezvan. Menurutnya, Rezvan itu terlalu abstrak. Aku teringat saat aku mengatakan padan Rezvan tentang hal itu -bahwa dia terlalu abstrak. "Aku suka mendapat asumsi baru dari orang lain," begitu jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemeran Utama
RomanceAku dan kamu, Hanyalah seorang aktor kehidupan. Saling bertemu dalam sebuah drama romantika. Sama-sama tidak tahu naskah apa yang kita mainkan. Aku dan kamu, Terlalu sibuk mencari-cari sang pemeran utama. Menjadi terlalu mudah untuk pergi dan menin...