Chapter 5: Saat Jun dan Minghao Menikah

224 29 2
                                    


*

.

"Seandainya aku tau lebih awal, maka kau tak perlu menderita terlalu lama."

.

*

Di bawah temaram cahaya lampion dan sinar bulan yang menyinari, kedua insan yang sedang berbahagia itu telah mengucapkan janji sehidup semati yang saling mengikat. Pria bermata tajam dan bertubuh lebih tinggi menggenggam erat kedua tangan pria di hadapannya, enggan melepaskan. Ditatapnya lagi pria manis yang masih menundukkan kepalanya.

"Kepada kedua pengantin, silakan memasangkan cincin pada pasangannya."

Seorang pria berbaut tuxedo formal memasuki altar, berdiri di samping Jun dan membawa dua buah kotak beludru berwarna merah. Dia menunduk hormat dan mengarahkan kedua kotak itu kepada Jun.

Jun membuka salah satunya, mengambil cincin bermaterial emas putih dengan ukiran- ukiran indah membungkusnya. "Hao,"

Minghao mengangkat kepalanya dan menatap Jun. Lalu tersenyum manis sekali.

Jun melepas sebelah tangan Minghao dan menggenggam erat pergelangan tangan kanannya. Jari jemari Minghao terlihat begitu indah, lentik mungkin. Cincin itu lantas disematkan perlahan ke jari manis Minghao. Pas. Tidak kebesaran ataupun kekecilan. Jun tersenyum. Para tamu undangan bertepuk tangan dan bersorak meriah.

Gantian Minghao yang memasangkan cincin di jari Jun. Kata apa yang bisa mendeskripsikan perasaannya selain bahagia berurai mata hari ini? Lihat, setelah cincin itu tersemat di jari Jun, air mata Minghao mengalir tetes demi tetes.

"Hao, kenapa menangis?"

"Aku menangis karena aku bahagia, ge. Akhirnya aku bisa memilikimu seutuhnya."

Jun menangkup wajah Minghao dengan kedua tangannya, ia tersenyum lagi. "Kalau begitu tersenyumlah, jangan menangis." Jun menghapus jejak air mata di wajah mulus Minghao, dan Minghao mengangguk.

"Aku tersenyum, ge." Ia tersenyum lebar.

"Untuk kedua mempelai, silakan mencium pasangannya."

Para tamu undangan yang hadir dengan balutan gaun dan jas formalnya bertepuk tangan dan berteriak semakin meriah. Beberapa di antaranya bahkan ada yang memberi stand applause. Termasuk keluarga Jun dan Minghao yang duduk di barisan depan.

Minghao mengalungkan tangannya di leher Jun saat lidah Jun berhasil menyelinap masuk ke dalam bibirnya, berusaha menyalurkan rasa nikmatnya dengan meremas pelan rambut kelam milik Jun. Bibir Jun bergerak lebih dalam, mereka bersapu lidah, dan saliva keduanya membuat untaian panjang ketika ciuman itu selesai.

"Ow, Jun liar sekali." Jeonghan mengernyitkan matanya memandang pertunjukkan usia tujuh belas tahun ke atas itu. Entah kenapa dia sendiri merasa malu, padahal usianya sudah awal dua puluh tahunan. Dia duduk terpisah di belakang keluarganya, alasannya ingin bersama teman-teman dekatnya. Dan keluarganya merasa maklum, membuat spekulasi sendiri bahwa Jeonghan ingin menemani Seungcheol. Lagipula, apa yang diharapkan dengan duduk di sebelah anggota keluarga berumur paruh baya? Pekerjaan, pasangan, momongan, dan blablabla yang membuat kepala Jeonghan jadi pusing. Dia juga tidak punya saudara yang seumuran selain Jun.

"Hei, kau kenapa?" Seungcheol yang duduk di sebelahnya menepuk pelan paha Jeonghan agar intensitasnya disadari pria cantik itu. Kenapa harus paha coba, eh?

"Mereka berlebihan." Jeonghan semakin mengunci pandangannya pada sepasang kekasih yang semakin asyik dalam dunianya sendiri.

Seungcheol tertawa singkat saat semburat merah menghiasi pipi Jeonghan. "Itu wajar, Jeonghan." Tangan sebelah Seungcheol meraih tangan Jeonghan dan menggenggamnya, tatapannya dituju pada Jeonghan seorang. "nanti kita juga akan begitu."

Flashback: SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang