25 MARET, 2014
"Kok lo mau aja sih?" tanya Abel dengan wajah kesal.
Denis mengerutkan dahinya, "Mau apaan?" tanyanya acuh.
"Mau aja disuruh cari materi. Maksud gue, lu cari materi aja sama Alle sama Clara juga. Gue sama Rafa--"
"Lo mau sama Rafa?" potong Denis menaikkan satu alisnya.
Dengan begitu, Abel langsung tersadar.
Abel goblok, rutuk Abel dalam hati.
"Bu-bukan gituuuuu. Maksud gue, Clara 'kan lebih pinter dari gue. Harusnya lo milih dia buat cari bahan. Gue mah bego nggak bisa apa-apa." Suaranya mengecil di akhir kalimat.
Nggaklah! Di mana-mana gue lebih pinter dari Clara. Dia aja ulangan nyontek mulu ke gue. Eh yaampun sahabat macam apa gue, gumamnya dalam hati.
"Kalo Rafa ngasih pilihan mau lu atau Clara juga gue lebih pilih Clara lah. Ngapain gue pilih lo yang cuman bisa ngerocos dengan suara cempreng lo itu? Mending Clara yang lebih dewasa dan tenang. Nggak kayak lo--"
"Denis! Apa-apaan sih lo?" bentak Alle yang dari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan antara Denis dan Abel.
Abel memasang wajah kesalnya, "Lo nggak mau sama gue? Kalo nggak mau kerja bareng gue, yaudah sana lo sama Rafa dan Clara aja. Gue bisa kok kerjain sendiri tanpa lo," ujar Abel kesal.
"Kan tadi lo yang bilang sendiri suruh sama Clara," balas Denis santai sembari membuka laptopnya.
Abel memutar bola matanya lalu mengambil alih laptop yang sedang dibuka oleh Denis.
"Preman lo!" rutuk Denis kaget saat Abel mengambil laptopnya secara paksa.
Abel hanya melirik sinis Denis lalu gadis itu kembali memfokuskan dirinya dengan layar laptop yang memperlihatkan sederetan kalimat-kalimat. Melihat Abel yang hanya bekerja sendiri, akhirnya Alle pun mengambil inisiatif untuk membantu Abel.
"Bel, ada yang perlu gua bantu nggak?" tanya Alle memperhatikan Abel lekat.
Abel menoleh dan mengerucutkan bibirnya bak anak kecil.
"Ada," jawab Abel singkat.
Alle terkekeh lalu menaikkan satu alisnya, "Perlu apa, Nona?"
"Satu cookies and cream ukuran venti," ujar Abel tersenyum lebar.
"Lah, lo bukannya udah beli tadi?" tanya Alle bingung.
Senyuman di wajah Abel semakin lebar, "Itu udah habis," jawabnya innocent sembari menunjuk gelas plastik kosong.
Alle tertawa kecil lalu mengacak rambut Abel, "Lo rakus," canda Alle menunjukkan senyum jahilnya.
"Woy, jangan pacaran aja lo berdua," ujar Denis kesal, "tuh selesain."
"Bacot ya lo," ujar Abel kesal.
Alle tertawa lalu bangkit berdiri untuk membeli minuman yang Abel inginkan.
"Lo mau ngapain, Al?" tanya Abel heran.
"Beli minuman lo," jawab Alle lalu segera berjalan menuju kasir.
Abel hanya tersenyum lebar lalu kembali membuang pandangannya ke arah laptop di depannya. Namun, matanya terhenti saat melihat Rafa dan Clara sedang tertawa bersama. Tertawa seakan-akan dunia milik mereka berdua.
Tentu, rasa cemburu mulai hinggap di dalam diri Abel sekalipun yang dia cemburui adalah sahabatnya sendiri. Tapi siapa yang tidak cemburu saat melihat orang yang dicintainya tertawa bersama orang lain? Oh atau itu bisa di sebut dengan 'bahagia bersama orang lain'?
Mata Abel memanas. Gadis itu tau, dia terlalu keanak-anakkan. Harusnya dia tidak nangis begitu saja. Tapi sepertinya dia memang gadis yang lemah, menurutnya.
Kalo jodoh juga nggak bakal kemana, ujar Abel dalam hati dengan tujuan menyemangati dirinya yang sedang dilanda rasa galau.
TAPI GUE MAUNYA JODOH GUE RAFAAAAA, rengeknya dalam hati.
Abel menghela napas keras lalu mengerucutkan bibirnya dan berdoa, Tuhan, kalau memang Rafa bukan jodoh Abel, coba cek lagi siapa tau kelewat gitu. Kalo nggak kelewat, kalo Rafa emang bener-bener bukan jodoh Abel, coba perbaiki itu, pasti ada kesalahan deh.
"Woy, kerasukkan lo?" tegur Denis saat melihat Abel memasang wajah betenya.
"Bawel, udah sana cari bahan lagi," balas Abel lalu kembali memfokuskan dirinya pada laptop. Tapi tidak bisa, mata Abel selalu lapar dengan melirik meja seberang tempat Rafa dan Clara sedang berdua mengerjakan tugas kelompok.
Setelah dua jam berdiam diri dalam kafe itu, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
"Lo pulang bareng gue 'kan, Cla?" tanya Abel saat mereka berlima sedang berjalan menuju pintu keluar.
"Clara pulang bareng gue," jawab Rafa dan membuat Abel mengernyit.
"Lah tadi Siang, Clara bilang pulang sama gue," ujar Abel heran.
"Tadi gue yang bawa Clara ke sini, jadi gue juga yang harus antar Clara pulang," balas Rafa.
Bangke, rutuk Abel dalam hati. Rasanya seperti beribu-ribu jarum menusuk hatinya. Jadi ini yang dinamakan cemburu tingkat dewa?
Untuk menetralisir rasa sakit itu, Abel tersenyum kecil sembari menghela napas pelan.
"Lo pulang sama Alle, Cla?" tanya Abel tegas kepada Clara.
"Gue pulang sama Alle aja gimana?" usul Clara tersenyum lebar.
"Gue antar Abel aja," balas Alle santai sembari melirik Abel, "lo pulang bareng Rafa aja. Biar gua yang antar Abel."
Abel hanya diam tak berkata apa-apa. Toh jika dia memang ditakdirkan untuk pulang bersama Rafa, pasti dia akan pulang dengan Rafa. Jadi sama saja dengan, jika dia berjodoh dengan Rafa, pasti mereka akan bersama. No matter how hard it is to be together.
Tapi kan gue maunya jodoh gue Rafa, kekeh Abel dalam hati.
"Deal," ujar Rafa lalu menarik tangan Clara menuju parkiran motor. Sedangkan Alle membawa mobil, alhasil mereka harus ke parkiran mobil which is berlawanan arah dengan parkiran motor.
Alle menarik tangan Abel yang terasa dingin. Sejak tadi, Abel memang diam tak berkata apa-apa. Yang Abel lakukan hanyalah memperhatikan Clara dan Rafa yang berjalan menjauh dari dirinya. Lalu tak lama hilang di antara koridor basement.
Dengan itu, Abel sadar. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali lalu senyum miris tercetak di wajahnya.
Just a little bit of your heart is all I want. Just a little bit, is all I'm asking for.
[a/n]
ini diaaaa part tigaaanyaa. selanjutnya cek part 4 di ZicoZxx yaaa. jan lupa votes dan comments. thanks!
regards,
dera
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgotten Us
Teen Fiction"Dan aku membiarkan memori itu pergi menjauh bersama bayang-bayang menyakitkan yang takkan pernah kembali." - Arabella Anya "Kamu takut dilupakan, tetapi kamu melupakan." - Rafa Franco This is forgotten us, di mana aku dan kamu saling melupakan. [S...