19 JULI, 2014
"Jadi, lo terima?" tanya Alle dengan senyum kecil. Senyum palsu, tentunya.
Abel yang sedang membaca buku pun mengangkat kepalanya, "Maksud lo?" tanya Abel bingung.
Alle tersenyum kecil, "Selamat ya akhirnya jadian sama orang yang lo cintai."
Ingatan Abel jatuh kepada tempo hari. Di saat Rafa menembaknya saat upacara. Dan di saat dia memutuskan untuk menerima, tepat saat bel pulang sekolah berbunyi.
"Bel, jadi gimana? Lo belum jawab pertanyaan gue," ujar Rafa saat kelas terakhir sedang kosong.
"Maksudnya?" tanya Abel kaku. Jangan salah, jantungnya sudah berdetak kencang seperti menaiki roller coaster.
"Gue tau lo pura-pura bego. Hmm, biar gue ulang untuk yang ketiga kalinya," gumam Rafa. Lalu lelaki itu bersimpuh lutut di atas lantai, menggenggam tangan Abel yang berada di atas meja.
"Arabella Anya, gue tau ini nggak romantis. Gue tau ini bukan penembakkan yang diidam-idamkan oleh banyak cewe. Tapi izinkan gue, nyatain perasaan gue dengan cara gue sendiri. Karena cinta bukan dinilai dari romantis atau engga-nya kita, tapi cinta dinilai dari hati--"
"Tapi dari mana gue tau, kalau hati lo milik gue?" potong Abel dengan suara kecil.
Rafa terdiam beberapa saat. Tak lama, dia berkata, "Lo cukup ngerasain."
Abel terdiam. Tak tau harus berkata apa. Hingga suara Rafa kembali terdengar, "Abel, gue suka sama lo. Gue sayang dan gue cinta sama lo. Entah sejak kapan, tapi tiba-tiba aja sumber kebahagiaan gue itu lo. Lo mau 'kan Bel jadi pacar gue?"
Abel mendadak bisu. Matanya melirik sana-sini dan menyadari sesuatu. Menyadari bahwa kini pusat perhatian berada pada dirinya dan tentu pada Rafa.
Dan yang Abel lakukan selanjutnya adalah mengangguk. Setelah itu, hal yang Rafa lalukan setelah melihat Abel memgangguk adalah memeluk gadis itu erat.
"Makasih Bel," bisik Rafa disertai tepuk tangan dan sorakkan dari teman-temannya.
Tanpa mereka sadari, Alle ada di sana. Alle ada di antara murid-murid yang turut bahagia. Dan apa yang Alle lakukan? Alle tersenyum miris lalu perlahan pergi meninggalkan kelas.
Abel mendadak kaku, "Alle?"
Alle tersenyum, "Kenapa?"
"Lo liat?" tanya Abel kaku.
"Siapa sih yang nggak lihat moment bahagia kemarin?" tanya Alle menghembuskan napasnya perlahan.
"Maafin gue, Le. Gue nggak bermaksud--"
Perkataan Abel terpotong saat tangan Alle mengisyaratkan Abel untuk diam.
"Nggak usah minta maaf, Bel. Bukan salah lo kok. Ini salah gue yang memilih untuk mencintai lo," ujar Alle.
"Dengan lo begitu, lo buat gue tambah ngerasa bersalah, Le," ujar Abel dengan mata berkaca-kaca.
"Buat apa ngerasa bersalah? Lo nggak salah. Tapi gue yang salah karena telah memilih memperjuangkan lo di saat gue tau, hati lo nggak pernah buat gue," balas Alle tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgotten Us
Teen Fiction"Dan aku membiarkan memori itu pergi menjauh bersama bayang-bayang menyakitkan yang takkan pernah kembali." - Arabella Anya "Kamu takut dilupakan, tetapi kamu melupakan." - Rafa Franco This is forgotten us, di mana aku dan kamu saling melupakan. [S...