Notes:
Harap diperhatikan sebelumnya, cerita "Di Ujung Pelangi" ini bukan murni kisah yang saya buat. Kisah ini adalah kisah KOLABORASI yang dibuat bersama-sama bersama 12 rekan saya yang lainnya di kemudian.com. Saya post ini di wattpad, sesuai dengan permintaan IreneFaye sebagai salah satu peserta kolaborasi dan telah meminta ijin sebelumnya dengan peserta-peserta kolaborasi lainnya. Setiap part dari cerita ini, akan saya sematkan siapa yang menuliskannya. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. Selamat membaca.
'***********************************************************************************************************
Di Ujung Pelangi (Bagian 1)
Ditulis oleh: Cat
Tristan dan dua orang guru mengarahkan kedua belas murid-muridnya keluar dari kelas playgroup strawberry. Anak-anak yang rata-rata berusia tiga tahun tersebut terlihat gembira bernyanyi sambil berjalan membentuk barisan panjang menuju ke ruang tunggu di mana orang tua sudah siap menjemput mereka pulang ke rumah.
Seorang ibu muda yang mengenakan celana jeans pendek berwarna hitam dengan kaos hijau bergambar daun dan payung melambai ke arah barisan anak-anak playgroup strawberry. Tristan menatap bocah berkepala botak dengan senyum merekah menghiasi pipinya melonjak gembira membalas lambaian tangan mamanya.
Tristan selalu hapal dnegan penampilan ibu muda itu. Penampilan yang jauh dari kesan feminim, rambut pendek dan wanita itu selalu berdiri di barisan terdepan para penjemput. Dia akan melambai kepada anaknya, Nathan dan memeluk bocah kecil itu sambil bertanya mengenai kegiatan belajar di kelas. Tristan suka memperhatikan gerak gerik kedua ibu dan anak itu, terutama si ibu.
Setelah selesai menyerahkan anak didiknya kepada orang tua yang menjemput, Tristan segera menghampiri Nathan dan mamanya. Selembar kertas yang seharusnya hanya diselipkan di communication book menjadi alasan Tristan mencuri kesempatan berbicara dengan wanita itu.
“Mama Nathan, besok ada meeting parent. Mulainya sesudah jam sekolah. Anak-anak akan dijaga oleh para asisten guru. Lalu,” Tristan terdiam sejenak ketika merasakan jemari Mama Nathan menyentuh ujung jari manisnya saat dia menyerahkan kertas berisi pengumuman.
“Iya, lalu?” Ibu muda itu menatap Tristan sambil terus mengandeng anak laki-lakinya yang mulai tidak sabaran.
“Eh, itu tadi Nathan muntah sehabis makan buburnya,” Tristan berusaha menjaga nada bicaranya. Dia merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh dan selalu salah tingkah di hadapan ibu muda ini.
“Nathan! Tadi muntah yah, sayang?” Nathan menjawab pertanyaan Mamanya dengan anggukan pelan.
“Iyah. Nathan mamam habis kok buburnya, Ma. Lalu si Dhana tuh ngajak Nathan lari-lari. Muntah deh.” Nathan mulai menjelaskan.
“Lalu kena baju teacher Tristan deh,” Nathan menunjuk ujung kemeja gurunya. Tristan hanya dapat memasang wajah tersenyum.
“Aduh, saya benar-benar minta maaf,” Mama Nathan menundukkan kepala, meminta maaf.
Sedangkan Nathan sibuk menarik tangan Mamanya. “Di sini nih, Ma. Bajunya Teacher jadi bau,” kekeh bocah itu. sementara itu Tristan terlihat malu ketika Mama Nathan memperhatikan ujung seragam kerjanya yang berwarna biru cerah kini terdapat bercak coklat.
---
Tristan menutup laptop sambil membereskan bahan ajar untuk besok. Dia merapikan semua alat tulisnya dan menyusun puzzle dan block-block susun yang akan dipergunakan di kelas. Matanya tertuju pada map hijau dibagian bawah tumpukan berkas. Kayla menyerahkan fotocopian itu pagi tadi, namun karena tadi pagi dia masuk pas jam tujuh tepat mau tidak mau map hijau itu tidak disentuhnya.selembar kertas dikeluarkan dari map. Tristan membaca dan melingkari pada satu bagian. Berulang kali dia menatap bagian yang dilingkarinya dengan stabilo berwarna kuning terang.
Suara pintu yang terbuka mengejutkan Tristan. Dilihatnya Chery, guru kelas TK Sun flower berjalan ke arahnya. Segera saja dia meremas kertas fotocopian tersebut dan meletakkannya secara asal di atas meja. Chery duduk di depan Tristan. Dia membalikkan posisi kursi agar berhadapan langsung dengan Tristan. “Belum kelar beresin bahan ajar besok?”
“Sudah, tinggal dirapikan saja,” jawab Tristan tanpa menatap ke arah Chery.
“Kertas apaan itu?” Chery menatap kertas yang sudah berbentuk bola kertas di samping telapak tangan Tristan. Chery tahu betul pria di hadapannya ini adalah pria yang sangat rapi dan teratur. Tidak ada kertas-kertas yang berserakan di meja. Semua peralatannya selalu tersusun dan terstruktur, maka dari itu pandangan Chery segera tertuju pada bongkahan kertas tak terpakai itu.
“Salah fotocopi tadi,” Tristan segera mengambil dan melempar ke dalam tong sampah. Dia tidak ingin Chery mengetahui jika kertas itu berisi data Nathan Saverio. Dan terdapat lingkaran dari stabilo pada nama ibu anak tersebut.
Chery segera teringat misi awalnya. Dia sengaja menunggu hingga semua guru pulang dan kantor kosong. Chery tahu pasti Tristan selalu pulang terakhir. “Mau ikut pergi karaoke dengan kami malam ini?”
“Aku tidak terlalu pede menyanyi di depan umum,” sahut Tristan mencari alasan.
“Tapi kamu tidak canggung saat menyanyi bersama anak-anak di acara ulang tahun sekolah,” Chery masih mencoba.
“Itu beda. Tuntutan pekerjaan,” Tristan menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari blackberry-nya.
“Ayolah. Kali ini spesial, aku merayakan wisuda D3-ku. Kamu tidak ikut gembira dengan kelulusanku ini?” pertanyaan Chery membuat Tristan terdiam sejenak.
“Baiklah, tapi aku tidak bisa berlama-lama. Aku harus mempersiapkan bahan untuk les private lagi,” seketika itu juga wajah Chery berubah cerah. Baginya lima menit kedatangan Tristan lebih bernilai daripada apapun.
“Jam tujuh tepat di Nav. Ingat!” teriak Chery sebelum meninggalkan ruangan.
Tristan kembali memperhatiakn ruangan kantor yang kini telah kosong, hanya tersisa dirinya. Tenaga pengajar di sekolah ini berjumlah 25 orang. Dia dan Chery beserta 12 guru lainnya adalah guru tetap. Sisanya masih sebagai asisten yang membantu guru tetap mengajar di Sunshine School, sekolah yang berbasis kurikulum internasional. Tristan sudah dua tahun mengajar di sekolah ini sejak dia kesulitan keuangan untuk membiayai kuliahnya. Tidak pernah terpikir olehnya menjadikan guru sebagai profesi, apalagi guru sebuah taman kanak-kanak.
Dia dan Chery masuk di tahun yang sama. Dan sejak awal Tristan tahu perhatian lebih dari Chery adalah sinyal dari Chery. Teman sekerjanya mengharapkan hubungan yang lebih dari sekedar rekan guru.
Hanya saja sejak Tristan bertemu dengan Mama Nathan semuanya menjadi berbeda. Cara pandangnya terhadap masa depan berubah 180 derajat. Tristan tidak dapat mengalihkan pandangan dari wanita itu. ibu muda itu telah menyita semua keinginannya untuk melirik gadis lain.
Tristan menghabiskan teh manis yang masih tersisa setengah. Sebenarnya dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia bisa menaruh hati pada seorang wanita yang bahkan baru dia ketahui namanya tadi. Wanita yang jelas-jelas usianya lebih tua darinya. Dan lebih gilanya lagi, wanita itu adalah ibu dari muridnya.
--
(to be continued)