Notes:
Harap diperhatikan sebelumnya, cerita "Di Ujung Pelangi" ini bukan murni kisah yang saya buat. Kisah ini adalah kisah KOLABORASI yang dibuat bersama-sama bersama 12 rekan saya yang lainnya di kemudian.com. Saya post ini di wattpad, sesuai dengan permintaan IreneFaye sebagai salah satu peserta kolaborasi dan telah meminta ijin sebelumnya dengan peserta-peserta kolaborasi lainnya. Setiap part dari cerita ini, akan saya sematkan siapa yang menuliskannya. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. Selamat membaca.
'***********************************************************************************************************
Di Ujung Pelangi (Bagian 4)
Ditulis oleh: Sun_Flowers
Bergegas, Joanna melangkah tergesa dan masuk ke dalam mobilnya. Di starter-nya mesin mobil secepat dia dapat sementara tangan kirinya bergerak gesit memindahkan persneling, kemudian kakinya menekan pedal gas. Joanna tidak sempat lagi mengecek panggilan tak terjawab di handphone-nya kalau dia tak mau semakin terlambat.Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana caranya untuk tiba secepat mungkin menemui calon supplier-nya itu.
Jemarinya diketuk-ketukkan perlahan ke atas setir ketika laju kendaraannya sempat terhenti akibat lampu merah di perempatan jalan. Menunggu dengan separuh tak sabar, berharap agar warna merah itu segera berganti dengan warna hijau.
Joanna berharap ketika bertemu dengan Koh David nanti, calon supplier-nya itu masih ada di tempat yang mereka janjikan. Duduk dengan tenang sambil menikmati makanan pesanannya. Joanna ngeri jika harus membayangkan kehilangan calon supplier besar seperti Koh David. Padahal entah sudah berapa lama Joanna menantikan kerjasama ini.
Warna hijau terangkum dalam mata Joanna. Membuyarkan kepingan lamunannya. Menyadari hal itu, diturunkannya rem tangan mobil di sisi kirinya, membiarkan kaki kanannya kembali memacu pedal gas. Pada saat itulah Joanna menyadari ada sesuatu yang tak beres pada kendaraannya – lagi.
“Oh, jangan sekarang....” Joanna menekan pelipisnya. Memohon dalam hati agar pada saat dia menepikan mobilnya di kiri jalan dan turun untuk mengecek kendaraannya, dia tidak akan menemukan keadaan mengerikan yang membuatnya semakin terlambat menemui Koh David.
Terburu-buru, Joanna mencari tempat yang tepat, menghentikan deru mesinnya, membuka pintu mobil, dan turun sesegera mungkin. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa sekarang giliran ban mobil sebelah depan kanannya yang kempes. Padahal baru kemarin Joanna kembali dari bengkel untuk memperbaiki ban sebelahnya yang juga sempat kempes.
Joanna menahan nafas kesal. Tidak ada banyak waktu lagi sekarang. Joanna harus segera memilih. Meninggalkan kendaraannya di suatu tempat terdekat dan pergi dengan menggunakan kendaraan umum, atau memaksakan diri membawa mobilnya ke bengkel dan menunggu sampai semuanya selesai diperbaiki.
Dan Joanna memilih pilihan pertama. Seingat Joanna, ada sebuah pombensin yang letaknya dekat dengan tempatnya berada saat ini. Dia bisa memarkirkan mobilnya untuk sementara waktu di sana daripada mengambil resiko Koh David akan menghadiahkannya beberapa piring terbang ketika dia muncul di hadapannya nanti, jika dia masih berkeras menunda pertemuan mereka.
'***
Bagi Joanna, tidak ada sesuatu hal pun di dunia ini yang tak mungkin. Tidak ada yang tidak mungkin ketika Adam menitipkan benihnya dalam rahimnya, namun dengan santainya dia pergi begitu saja. Padahal Joanna mengira ketika Adam mendengar kabar mengenai kehamilannya, laki-laki itu akan memeluknya erat atau mengecupnya dengan kecupan yang lama dan dalam di keningnya – sebagai bukti dari ungkapan cinta mereka yang selama ini begitu menggebu.