Ditulis oleh : Anikinara
---
SUDAH lebih dari satu jam aku memandangi kartu undangan bewarna merah marun di atas meja belajarku.
Habibi Al-habsyie putra kedua dari Bpk. Nazar Al-Habsyie dan Ibu Rina Farina akan bertunangan dengan Sinta Renita--putri pertama dari Bpk. Agus Ilman dan Ibu Ginanti.
Tess... tess...
Entah sudah berapa banyak air mata yang keluar dari sepasang bola mata hitamku. Pikiranku sudah terlalu kalut karena berfikir tentang kenyataan pahit yang baru saja aku alami ini.
Lalu, bagaimana dengan hatiku? Kumohon jangan tanya. Kenapa? Tentu saja karena berita yang baru saja aku dapatkan sudah sukses memporak-porandakan hatiku.
Dampak dari benda berjumlah 2 lembar itu memang cukup menakjubkan. Bukan. Maksudku, isi dari benda itu yang sangat penting.
Nama laki-laki di undangan tersebutlah yang membuat kegalauan pikiran serta hatiku sekarang.
Ya, betul sekali. Habibi Al-Habsyie. Pria yang sudah hampir 6 tahun aku kenal ini akan segera mengikat dirinya bersama wanita itu.
Aku dan Abi--sapaan akrabku, mulai pertama kenal saat aku menginjak kelas 1 SMP. Usia kami terpaut 3 tahun lamanya.
Perkenalan kami dimulai saat Abi menjadi kakak pembibimbing saat aku sedang MOS di SMP Bina Bangsa.
Menururku dia berbeda dengan yang lainnya. Selain wajahnya yang tampan, sikap tegasnya membuat aku terkesima. Beda dengan teman-temanku yang merasa bahwa Abi itu galak dan sok kuasa, aku malah berani mendekatkan diri dan berteman dengannya.
Tapi sayangnya SMA dan Kampus kami berbeda tempat. Walaupun berbeda, kami selalu menyempatkan diri untuk tetap saling menjalin komunikasi dan dia pun selalu bercerita tentang wanita yang ia sukai.
Kami mempunyai hobi yang sama yaitu bermain game, menonton film, serta membaca novel.
Bodohnya aku, aku menganggap kecocokan kami sebagai tanda bahwa kami jodoh. Haha... konyol sekali. Oh ya, aku mendapatkan kartu ini tadi siang saat dengan mendadak, Abi memintaku untuk bertemu.
Flashback On
Drrttt... drttt
"Assalamualaikum. Iya Bi," ucapku kepada laki-laki berdarah Arab ini.
"Waalaikumsalam, Hanen lagi sibuk nggak?" tanya penelfon dari seberang sana.
"Masih di kampus sih Bi, ada apa ya?" tanyaku penasaran. Bukan suudzon ya, tapi dengan adanya Abi yang menelponku lebih dulu, sangat patut dipertayakan.
"Selesai jam berapa nanti?" Abi balik bertanya.
"Ini sudah selesai. Ada apa Bi? Kamu buat aku penasaran, jawab dong aku kan jadi bingung. Soalnya nih ya, kamu kan tumben banget telfon aku," ucapku panjang lebar. Itulah aku. Kata Mba Deby--sepupuku, aku itu termasuk tipe perempuan yang jika sudah bertanya pasti sangat panjang.
Walaupun menurut Mama aku itu anaknya susah banget diam, tetapi tidak jarang saat sedang bersama Abi pasti tubuhku sangat kaku. Entah, apa pertandanya.
"Aku ada perlu sama kamu Han, bisa ketemu?" tanya Abi dengan serius.
"Bisa. Bisa banget Bi, ada apa memangnya?" Aku balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Taat
Spiritual[Semua Usia] - S E L E S A I -Dan sebaik-baiknya sahabat adalah dia yang mengajak kepada ketaatan, dialah sahabat taat. Karena dengannya surga akhirat terasa jauh lebih dekat.- Beberapa kisah ditulis berdasarkan cerita nyata, termasuk karakter penul...