Bagian 5

95 8 0
                                    

Pagi ini ibu membangunkan ku. Ia masuk kedalam kamarku, membangunkan ku dan menyapaku dengan ramah.
"Selamat pagi Forl!" katanya sambil memberikan senyuman yang hangat seperti matahari terbit.

"Ada yang ingin ayahmu sampaikan,lekaslah keruang tamu." ujarnya. Sambil berlalu. Entah,pagi ini tugaas membunuh apa lagi yang ayah perintahkan padaku. Apa masih ada hewan tetangga lagi yang harus di lenyapkan? Aku selalu siap.

Membunuh hewan peliharaan tanpa rasa bersalah? Itu sudah keahlianku.

Burung kakaktua milik ibu Gress, monyet milik kellly, angsa Afrika milik Yohne, ular piton milik Romeo, dan masih banyak lagi.

Aku melakukannya tanpa ada yang curiga sedikitpun! Dan cara membunuhku pun tidak ada yang mengetahui selain ayah dan ibuku!

Memotong tubuh menjadi beberapa bagian itupun sudah keahlianku. Tapi khusus bagian tubuh hewan yang kupotong-potong, itu tugas ayah dan ibuku. Aku hanya mengeluarkan isi perut sedangkan tubuhnya, ayah atau ibu yang mengurus. Entah diapakan tubuh hewan - hewan itu oleh kedua orang tuaku, hanya mereka berdua saja yang tahu.

Dalam keadaan masih mengantuk dan mataku yang masih terasa berat, aku memaksakan diriku untuk bangun dan segera keruang tamu. Aku melangkah keluar kamar dan berjalan dengan tubuh yang masih terasa lemas menuju keruang tamu.

Diruang tamu, aku sudah mendapati ayah dan ibu sedang duduk di sofa panjang yang berwarna cokelat-krem itu. Sebotol anggur dan asap rokok yang mengepul diudara, ditambah wajah ayah dan ibu yang serius ingin membicarakan sesuatu,membuat mataku segera terbuka lebar.

"Kami ada kabar gembira untukmu sayang" ibu berkata tanpa memasang senyum seperti yang ia berikan dikamarku saat ia membangunkan ku tadi.

Dengan piyama bergaris-garis biru aku duduk dihadapan mereka. Wajahku tak memasang rasa takut. Malah aku memasang wajah yang berani. Seolah aku sedang menantang mereka.

"Ayah dan ibu akan memasukkan kamu di sebuah SMU" lanjut ibu lagi.

Aku terkejut mendengarnya. Apa mereka sedang bergurau? Aku hanya diam dan tersenyum kecil.

"Jangan bercanda! Kalian jangan membodohiku, aku bukan anak kecil lagi!" kataku.

"Kami tidak sedang bergurau ! Kami serius!!" ujar ayah dengan tegas.

"Mana mungkin aku dapat bersekolah. Lulus SD pun aku belum tamat. SMP saja aku belum pernah merasakan"jawabku. Otakku berfikir keras.

" Sudahlah Forl,bukankah kau yang selalu minta pada kami untuk sekolah? Kau yang bilang kau ingin seperti Joshua. Anak sekolahan yang hanya mengerti pelajaran dan berseragam itu" ayah menghisap Batang rokoknya. Asapnya ia hirup dan ia keluarkan melalui hidung dan mulutnya. "Zaman sekarang tinggal uang yang bicara, maka semuanya akan diam"

"Apakah kita harus memberi tahu semuanya pada Forl?" ibu bertanya pada ayah. Tatapan mereka berdua bukanlah tatapan seorang istri yang mencintai suaminya, juga sebaliknya.

"Beritahu saja dia... Mungkin ini sudah saatnya..." jawab ayah

Ibu meninggalkan aku dan ayah diruang tamu sebentar, kemudian ia kembali lagi membawa beberapa map Hitam yang sangat asing di mataku. Ibu memberikannya padaku.

"Buka dan baca..." perintahnya.

To be continued...

Just Like A Blood, And You Will KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang