Bagian 8

77 5 1
                                    

Waktu terus saja berlalu dalam waktu 3 bulan, Aku sudah mendapatkan target untuk kujadikan kelinci percobaan yang keempat. Ia adalah seorang wanita yang merupakan guru matematikaku yang sangat angkuh." Deliana" namanya. Wanita berumur 34 tahun itu sama seperti lowdy. Ia selalu mencurigaiku Dan banyak pertanyaan - pertanyaannya seperti lowdy, Mr. Gusgofa, Dan wanita penjaga kantin itu. Ia seperti tau apa yang Aku lakukan dengan mereka semua. Ia pun melihat kejanggalan dalam diriku. Katanya Aku seorang yang pendiam,penuh dengan misteri Dan sangat mmenutup diri dengan yang lain.

Katanya, tingkah guru matematikaku itu membuat semua penghuni sekolah menaruh penuh curiga Dan seketika Aku menjadi terkenal karena desas - desus sekolah yang mengatakan bahwa Aku yang telah membunuh orang - orang di lingkup sekolah an. Berbagai rencana telah ku persiapkan dengan matang. Aku sangat yakin bahwa semua ini akan berjalan dengan lancar Dan sangat mulus. Dan semua itu akan kurencanakan besok malam. Tepat jam 12 malam, Aku akan menghabisinya agar semua tentangku tak terkuak begitu saja sampai misiku ini benar - benar selesai.

Saat pelajaran terakhir, tiba - tiba ayah menjemputku Dan menyuruhku untuk menginap di rumah semalam hari ini. Aku menurut, tapi rencanaku untuk menghabisi guru matematikaku itu tak mungkin kubatalkan.

Saat Sampai di rumah, ayah Dan Ibu langsung mengintrogasi ku tentang pembunuhan yang ada disekolahku. Mereka bangga, bahwa Aku adalah penerus mereka. Penerus Black footstep. Tapi mereka kembali mewanti - wantiku untuk tetap waspada Dan berjaga. Karena misiku belum selesai. Kelinci terakhirku belum kutemukan.

Aku berangkat sekolah dari rumah. Pagi ini Aku merasa bersemangat sekali. Aku tak sabar menanti wajah ketakutan" deliana" saat ajal menjemputnya nanti malam. Pagi ini ayah mengantarku dengan mobil pribadinya.

Saat sampai di sekolah. Aku sentak terkejut dengan mobil polisi berjejer rapi didepan sekolahku. Tali pembatas bewarna kuning terbentang. Ditaman depan gedung serbaguna itu. Ada darah membeku ditengahnya. Semua penghuni sekolah berhamburan didepan sekolah. Ada yang menangis Dan ada yang memasang raut wajah bertanya tanya Dan adapula yang menatapku curiga sambil berbisik. Aku mendekati mobil mobil polisi itu dengan perlahan. Mencoba bertanya dengan salah satu polisi yang tengah berjaga disamping mobil. Anehnya, saat Aku mendekati polisi itu, semua mata menatapku penuh kesinisan.

"itu dia Forl !" suara teriakan dari belakang membuat polisi yang berada didepanku itu langsung menarik lenganku Dan menggeretku keruang kepala sekolah tanpa berkata sepatah katapun.

Aku dipaksa duduk diruang kepala sekolah. Polisi, guru - guru Dan Ibu kepala sekolahku mengitrogasiku satu - satu.

"apa kau tau Ibu deliana meninggal tadi malam?" tanya Ibu kepala sekolahku. Matanya menatapku tajam sekali.

Meninggal? Mati? Aku bertanya-tanya dalam hati.

"meninggal?" kataku kembali bertanya.

"menurut desas-desus di sekolah ini, kaulah yang telah membunuh beberapa penghuni sekolah... Dan ini kematian Ibu deliana, kaulah tersangkanya". Ibu kepala sekolah memutariku. Ia tampak linglung. Dalam raut wajahnya, sebenarnya ia ketakutan.

"tapi bukankah semuanya terjadi karena adanya pembunuh? Tanyaku.

"benar! Tapi ada kejanggalan disini. Kenapa semua motif pembunuhannya sama? Sama dengan kematian Lowdy, gosgofa, Dan penjaga kantin. Pasti ini pembunuhan! Kaulah tersangkanya! " Ibu kepala sekolahku menunjuk mukaku dengan amarah yang besar.

"kau yang mendorong Ibu deliana jatuh dari atas gedung serbaguna, tadi malam" lanjutnya.

"tadi malam? Maaf bu, tadi malam saya sedang tidak ada di asrama. Saya menginap dirumah saya. Kalau tidak percaya silakan Ibu menghubungi kedua orangtua saya." jawabku dengan begitu tenang. Semua guru Dan polisi pun mengangguk anggukan kepala. Setelah beberapa jam Aku diperiksa, akhirnya mereka percaya bahwa Aku bukan pembunuh Ibu deliana.

Tapi siapa?!!!

Aku merasa aneh. Siapa yang bisa membuat motif pembunuhan Dan alibi yang sama denganku? Dan mengapa dia juga mengincar Ibu deliana?

Aku rasa tak mungkin tak ada orang yang bisa melakukan pembunuhan dengan motif pembunuhan Dan alibi yang sama denganku jika bukan orang yang sangat ahli.

Aku langsung teringat kata"waspada". Aku yakin dia bukan orang yang bias a. Bisa jadi dia orang yang sama denganku. Aku mulai was-was. Aku yakin ia sekarang berada disekitarku. Didekatku. Tapi siapa? Siapa dia? Diantara ratusan siswa Dan siswi di sekolah ini, siapakah dia?

***

Ayah sudah mulai jarang menghubungiku lagi. Entah mengapa yang jelas Aku semakin yakin kalau kelinciku sudah berada disekitarku. Malam ini Aku tidak lagi tidur sendirian setelah kepergian Lowdy. Ada seorang anak baru yang bernama bosya. Ia seumuran denganku. Anaknya terlihat sangat cupu. Kacamata tebalnya Dan sifat pendiamnya itu membuatku sangat nyaman. Karena Aku yakin ia gampang untuk Aku kendalikan. Tapi sebenarnya Aku sedikit curiga Padanya. Lirikan mata nya itu seperti mengetahui sesuatu dariku.

Saat tengah malam, tiba-tiba handphoneku berdering. Kulihat jam wekerku menunjukkan pukul 12 malam. Saat kulihat handphoneku tertera nama 'ayah'.

" halo? " jawabku dengan sedikit menguap.

" la-kukanlah!" kata ayah diseberang sana dengan nada bicara yang kecil Dan terbata-bata.

" halo??? Ada apa yah? Kataku.

"laku-kan-lah seka-rang.... Ia te-man se-kamar... -mu nak!" ujar ayah. Suaranya terdengar tidak jelas.

Nada suaranya kecil Dan penuh terbata-bata. Aku makin terasa tidak jelas. Tapi sejujurnya baru kali ini Aku mendengar ayah memanggilku dengan sebutan 'nak'.

"kelin-ci-mu... Te-man se-kamar-mu... nak!" habi-si dia! "

pembicaraan pun terputus. Aku mulai tersadar. Aku tahu apa yang barusan ayah katakan. Dan Aku tahu siapa kelinciku! Bosya! Itu dia!!!
Aku langsung bergegas membuka selimut dari tubuhku, loncat dari tempat tidur Dan membuka laci rahasiaku.

Klakkkk...

Aku tersentak kaget. Saat lampu kamarku tiba-tiba menyala. Dan ada seseorang dibelakangku sambil menodongkan sesuatu dipunggungku. Aku terpaku. Dengan perlahan Aku membalikkan badanku.
Bosya! Tanpa kacamatanya. Tapi dengan mata tajamnya yang penuh sinis Dan ambisi itu!

"hei!... Apa Aku mengejutkanmu?" senyumnya kearahku. Tetap dengan sebilah pisau yang kali ini mencium perutku.

Aku membalas senyumannya itu. Tangan kananku bersembunyi dibalik badanku mengambil sebuah pisau dapur yang kuambil secara diam-diam beberapa bulan yang lalu.

"apa kau ketakutan? Burung merpatiku?"

_____________________________________

Author's notes :

Hai, maafkan chapter kali ini terlambat update.

Selamat idul fitri bagi yang merayakan!!!

Just Like A Blood, And You Will KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang