- 1. Move

132 14 1
                                    

Aku Maritza, Maritza Andara. Aku seorang cewek pindahan dari Bandung. Sekarang aku di Jakarta, karena ayah ada tugas di sini. Dengan terpaksa, aku juga pindah sekolah. Dulu aku sekolah negeri biasa, but now, I'll study at International School. Hah! Nggak salah kan International? Ku pikir orangnya bakal high class semua. Dan kupikir aku nggak diterima di sekolah itu. Aku juga takut banyak yang bakal bully aku. Hmm. Sudahlah. Aku harus menjalani semua ini.

"Mar, sini deh! Ada yang mau mama omongin." Mama memanggilku dengan lembut.

"Apa ma?" Ucapku dengan nada penasaran. "Nih, bisa liat kan?" Mama menyerahkan sebuah surat yang sudah lecek.

MARITZA ANDARA DITERIMA DI LUXURY INTERNATIONAL SCHOOL,

"Hah! A-aku diterima ma?" Lirihku kaget. "serius nih ma?"

"Iya Mar!" Mama terlihat senang, lalu memelukku. Kami melompat kegirangan sambil memeluk erat. Tiba-tiba papa datang. "Eh, kenapa ini?" Papa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mar diterima pa, diterima!" Ucapku pada papa dengan senang plus haru. Papa menghampiri kami berdua lalu tangannya melingkari dua badan mungil kami (re: Mar dan Mama). "Ya dah, mulai besok kamu berangkat sekolah ya!" Ucap papa dengan tegas. "Tapi berangkatnya sama siapa pa?" Tanyaku lagi.

"With me." Ucap papa dengan menunjuk ke arahnya sendiri, lalu berjalan menuju tangga. 'Ooo' batinku.

___

Jumat yang menegangkan.

Aku memandang sekolah baruku dari kejauhan. "Luxury International School. Sekolahnya besar ya pa?" Tanyaku pada papa yang sedang menyetir mobil.

"Ha?" Papa tidak mendengarku. Aku mendengus kesal lalu mengulanginya lagi. "Sekolahnya besar ya paaa?"

"Sepertinya begitu." Jawab papa asal. Aku hanya bisa pura-pura kesal. Aku memandang jalan di Jakarta. Lalu aku melewati suatu bangunan ikon Jakarta, Monas. "Pa, itu Monas ya?" Ucapku bersemangat sambil menunjuk bagian tugu emasnya. "Oh iya!" Kata papa sambil menunduk dan melihatnya karena nggak keliatan(lehernya kepanjangan wkwk).

"Sampai!" Ucap papa bersemangat. Aku terbangun dari tidurku. Masih mengusap kotoran di mata, lalu aku turun dari mobil. Aku memandang gerbang sekolah yang tinggi, besar, dan classy banget. Penjaga sekolah dan papa mengantarku sampai kelas. Murid-murid yang sedang bermain di lapangan memandangku aneh. Mungkin karena belum pernah liat atau ilfill. Udah ah kalo mereka ilfill aku harus sabar. "Kamu di kelas IX-III ya Mar." Ucap papa sambil serius memandangi isi kelas. "Masih sepi, buruan masuk gih!" Aku menyalami papa dan masuk ke dalam kelas. "Dah pa!" "Dah!" Papa berbalik badan dan kembali masuk ke dalam mobil biru itu. Kelas masih sepi. Aku memutuskan untuk keliling sekitar sekolah. Aku sempat melamun memikirkan sahabatku dulu, Rara. Pas aku kasih tau kalau aku akan pindah, dia nangis-nangis. Aku juga nangis, dalam hati. Aku nggak mau nangis di depannya. Pas aku bilang 'Bye teman-temanku!' dia masih sesenggukan. "Aduh!" Aku menabrak seseorang di depanku. Gara-gara aku melamun. "Jalan liat-liat dong!" Ucap anak ber make-up menor itu. Tuh kan apa aku bilang, orangnya high class semua, aneh-aneh lagi.

Author POV

Bel berbunyi. Maritza belum balik ke kelas. Sedangkan murid-murid dan wali kelas sudah berkumpul. "Anak-anak, kita punya murid baru di sini. Namanya Maritza. Ada orangnya?" Guru itu memandang murid satu persatu. Tiba-tiba Maritza datang ke kelas dengan napas terengah-engah. "Kamu siapa?" Tanya guru itu pada Maritza. "A-aku Maritza bu." Ucapnya ketakutan sambil memandang wajah murid-murid yang sinis. "Ooh. Saya Ms Anna, wali kelas sekaligus guru Sains di sini. Ayo perkenalkan diri kamu." Guru itu menyuruh Mar dengan lembut.

Back to Maritza POV

'Untuk nggak telat' 'Untung baik.' Gumamku. Aku mulai memperkenalkan diriku. "Namaku Maritza Andara. Aku murid pindahan dari Bandung, dari SMPN..." seorang murid bermake-up menor menyeloteh, "Hah, dari SMP negeri? Nggak salah masuk sini?" Seluruh murid tertawa mendengar candaan aneh itu. Aku hanya bisa menahan emosi yang ingin meledak. Akhrinya aku kembali ke tempat duduk. 'Bhak! Dia di belakang aku lagi!' Gumamku. Orang bermake-up menor tadi menendang kaki kursiku. Kakiku terjepit. "Awh!" Ucapku dengan keras. Seisi kelas terdiam, lalu tertawa. "Hahah rasakan itu!" Ucap anak 'menor' tadi dengan tatapan sinis.
Aku mengerucutkan mulut dan alisku turun di hadapannya. Ia hanya bisa berkata "Apa lo liat liat?" Wess sombong banget ni orang.

Sabar Mar, sabar!

14-06-16

Bagaimana dengan ceritanya? Gaje kan? Jangan lupa voment ya

Tinggalkan jejak.

Story Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang