Mia POV
Aku keluar dari kamar setelah mendengar seseorang mengetuk pintu rumah. Dengan perasaan berdebar luar biasa, aku membuka pintu rumah dan tersenyum tipis kepada Pak Anto.
"Selamat pagi, Pak! Silakan masuk," kataku mempersilakan Pak Anto masuk ke dalam rumah. 'Lho, katanya hari ini dia mau datang sama keluarganya. Tapi kok ini malah sendirian?' batinku sambil geleng-geleng kepala.
"Bapak mau teh apa kopi?" tanyaku pada lelaki paruh baya yang sedang mengamati keadaan ruang tamu rumahku ini.
"Teh saja," jawabnya singkat.
Aku melesat ke dapur untuk membuatkan teh untuk Pak Anto. Setelah selesai membuatkan teh, aku berjalan ke ruang tamu dengan nampan berisi teh di tangan. Aku meletakkan teh tersebut di atas meja.
"Silakan diminum, Pak," kataku pelan.
Pak Anto menyesap teh buatanku, lalu memandangku intens. "Sebentar lagi mereka datang," kata Pak Anto tiba-tiba.
Aku megererutkan kening bingung. "Siapa, Pak?" tanyaku.
"Apa kamu lupa ucapan saya kemarin?" tanya Pak Anto sambil tersenyum.
"Oh, maksud Bapak keluarga Bapak?"
Lagi-lagi Pak Anto tersenyum. "Kamu ini bagaimana, sih? Sekarang ini kan kita akan menjadi satu keluarga. Jadi, bukan hanya keluarga saya, melainkan keluarga kita."
Aku masih tidak yakin kalau Ayah dulunya mempunyai janji dengan Pak Anto yang akan menjodohkan anak mereka masing-msig. Pasalnya, Ayah tidak pernah mengatakannya padaku. Jelas hal ini berada di luar logikaku.
Tok... tok.. tok...
Suara pintu di ketuk kembali terdengar. "Silakan kamu buka pintunya, Mia. Itu pasti mereka," seru Pak Anto sambil tersenyum.
Dengan tak enak hati, aku berjalan menuju pintu dan membukakan pintu untuk 'calon suami dan calon mertuaku'. Saat pintu terbuka, aku mendapati 3 orang manusia yang sangat-sangat tidak cocok berada di kampung ini. Lihatlah, pakaian mereka sangat glamour.
"Silakan masuk," kataku pelan.
Mereka masuk dan segera mengambil posisi di kursi tamu yang terbuat dari rotan. "Mau saya buatkn teh atau kopi?" tanyaku sehati-hati mungkin. Jujur, atmosfer di ruangan ini berubah mencekam, padahal ini adalah rumahku sendiri. Tampang arrogant dari ketiga orang itu membuatku merasa takut.
"Tidak perlu," seru seorang wanita paruh baya, yang menurutku adalah istri Pak Anto. Aku mengangguk kecil.
"Sini Mia, duduklah! Ini rumahmu jadi jangan merasa canggung," kata Pak Anto sambil mengayunkan tanagnnya menyuruhku bergabung. Aku berjalan kikuk mendekati mereka. Aku duduk di dekat Pak Anto, berhadapan dengan seorang laki-laki yang kurasa adalah anak Pak Anto.
"Oke baiklah. Agar suasana tidak canggung, lebih baik kita berkenalan terlebih dahulu. Rangga, ini Mia. Dan Mia, ini Rangga. Dialah yang akan menjadi calon suamimu," ucap Pak Anto tegas. Aku hanya menunduk, tidak berani menatap lelaki di depanku yang memandangku sangat tajam, aku yakin ia pasti terpaksa menerima perjodohan ini.
"Dan ini istri saya, Lita Angelo. Dan gadis yang duduk di sebelah Rangga itu adalah Leoni, adik Rangga, yang nantinya akan menjadi adik iparmu."
Pak Anto terus menebar senyum, seakan ia adalah orang yang paling bahagia di dunia ini.
"Pa, Papa yakin akan menikahkan Rangga dengan gadis itu? bahkkan rumahnya saja tidak layak untuk ditempati." Tiba-tiba Tante Lita membuka suara.
DEG!!
Jantungku serasa ditikam mendengar perkataan calon mertuaku itu. oke, kini semuanya sudah jelas. Mungkin hanya Pak Anto yang menerima perjodohan ini. Sementara 3 annggota keluarganya yang lain menolak perjodohan ini.
"Pa, bener kata mama. Apa kata temen-temen Leoni nanti kalau punya kakak ipar kayak dia?" Kali ini Leoni yang angkat bicara sambil menunjukku jijik. Mataku memanas. Aku tidak menyangka akan seperti ini respon dari mereka. Tapi aku harus kuat. Sekuat tenaga aku mencoba menahan air mata yang siap mendesak keluar.
"Tampilan tidak jadi masalah. Nanti setelah menikah dengan Rangga, Mia bisa merubah tampilannya," ucap Pak Anto enteng.
"Ih, mana bisa Pa? Pokoknya mama tidak akan setuju punya mantu kayak dia," teriak Tante Lita berapi-api. "Bahkan Rangga sudah punya calon, Pa!"
"Papa tidak setuju dengan pilihan Rangga! Wanita itu hanya memanfaatkan Rangga. Papa tau itu," balas Pak Anto tak kalah emosi.
"Ingat Rangga! Mau tidak mau, kamu harus menerima Mia sebagai istri kamu. Kalau tidak, kamu tidak akan pernah menjadi penerus di perusahaan Papa!"
Rangga menatap Pak Anto dengan ekspresi yang tidak bisa kuartikan. Lalu, tanpa sengaja kami bertatapan. Ekspresinya begitu dingin dan tak bersahabat. Tatapan tajamnya membuatku mengerti bahwa ia sangat membeciku.
"Penikahan antara Rangga dan Mia akan berlangsung 2 minggu lagi," kata Pak Anto bulat, tidak bisa di bantah.
"Apa, Pak?" tanyaku terkejut. Semua mata menatapku sinis, kecuali Pak Anto.
"Memangnya kenapa? semakin cepat semakin bagus. Umur Rangga sudah 27 tahun, dan sangat matang untuk menikah."
"Bahkan umur saya masih sangat muda untuk menikah, Pak. Saya masih 20 tahun dan saya masih mempunyai banyak cita-cita yang ingin saya wujudkan," kataku pelan.
"Kamu ingin kuliah? Tidak jadi masalah. Kamu kan tetap bisa kuliah meskipun sudah menikah." Aku hanya menunduk pasrah. Melawanpun percuma.
"Sekarang, kemasi pakaianmu. Mulai hari ini dan sampai seterusnya, kamu akan tinggal di Jakarta."
***
Tbc
Vote andcomment, para readerss..
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Love Me!
RomanceAkibat janji perjodohan yang dijanjikan oleh Ayah Mia dan Rangga, mereka ahirnya menikah tanpa ikatan cinta. belum lagi Rangga yang masih berhubungan dengan mantan kekasihnya di belakang Mia. perlakuan Rangga yang kasar dan kesar kepada Mia, membuat...