CHAPTER 3

551 1 0
                                    

Rangga POV

Ini gila!!!

Bagaimana tidak? jelas ini gila!! Bagaimana mungkin aku menikah dengan seorang gadis desa yang sangat jauh dari seleraku? Dan lagi, jika aku menikah dengan gadis yang bernama Mia itu, akan dibawa kemana hubunganku dengan Rachel? Bahkan kami sudah memutuskan untuk segera menikah.

Lihatlah, gadis itu kini sedang menyendiri di balkon kamarnya. Memang, semenjak acara 'lamaran' yang agak aneh itu, Mia untuk sementara waktu tinggal di rumahku-lebih tepatnya di rumah kedua orangtuaku.

Saat sedang galau memikirkan kelangsungan hidupku ke depannya, ponselku berdering. Aku tersenyum ketika melihat nama Rachel tertera di layar ponselku. "Halo, sayang.."

"..."

"Emm... tidak-tidak.. aku sama sekali tidak sibuk."

"..."

"Kau merindukanku? Ah baiklah, aku akan menemuimu di kafe favorit kita."

"..."

"Sama-sama sayangku. Love you too."

Aku mengambil kunci mobilku dan melesat cepat menuju kafe favoritku dengan Rachel. Tidak bertemu dengannya selama 4 hari ini membuatku dilanda kerinduan yang amat sangat dalam. Tak beberapa lama kemudian, aku akhirnya sampai di depan kafe.

Aku masuk ke dalam kafe dan mulai mengedarkan pandanganku untuk mencari sosok yang kucintai itu. aku tersenyum lebar saat melihat seorang gadis sedang memainkan ponselnya di sudut ruangan, di dekat jendela.

"Maaf lama," kataku sambil duduk di depan gadisku itu.

"Nggak apa-apa kok,mas. Kamu mau makan apa?" tanya Rachel.

"Apa saja," jawabku.

Ia memanggil pelayan dan memesan makanan yang sama dengannya.

"Aku rindu banget sama kamu, mas," katanya dengan raut wajah sedih. "kamu kemana aja sih? Pergi nggak bilang-bilang. Atau ada yang lain ya?" tanyanya.

Oalah! Bagaimana ini?

Saat aku hendak menjelaskan semuanya pada Rachel, sang pelayan datang membawa makanan pesanan kami. Oke, baiklah. Ini sebuah keberuntungan untukku.

"Sayang, lebih baik kita makan dulu. selesai makan akan aku jelskan padamu semuanya," kataku mencoba menengkannya.

"Janji ya, mas?"

Aku tersenyum sambil meremas tanggannya yang ada dalam genggamanku. "Iya sayang."

Kami pun menyantap makan siang kami dalam diam. Hanya suara piring dan sendok yang terdengar. Jujur, aku sedikit gugup untuk menjelaskan semuanya kepada Rachel. Biar bagaimanapun juga, aku tidak ingin membuat Rachel sedih.

Akhirnya kami selesai menyantap makan siang yang menurutku sangat lama itu.

"Oke, jadi selama 4 hari ini kamu ngilang kemana, mas?" tanya Rachel.

'Oh, biarkan dulu aku bernapas sejenak,' batinku.

"Aku pergi ke Tasikmalaya."

"Jauh bener mas. Mas ngapain kesana? Urusan kantor?"

"..."

"Mas, sebenarnya ada apa sih? Mas kok kayak nggak ikhlas gitu ya cerita sama aku. Bener kan kata aku udah ada yang lain di hati kamu, mas," seru Rachel sambil mengerucutkan bibirnya sebal.

Aku menghela napas. "Oke, aku ceritain semuanya. Aku harap kamu ngerti dan jangan marah. Dengerin penjelasan aku dulu," kataku.

Rachel mengangguk dan menungguku memulai pembicaraan.

"Aku ke Taikmalaya disuruh sama Papa, karena Papa berniat menjodohkan aku dengan anak temennya. Kata Papa, perjodohan itu sudah dijanjikan bahkan sebelum aku dan gadis itu lahir. Kalau kamu tanya aku nolak atau enggak, jawabannya jelas aku nolak. Tapi ngancem aku, kalau aku menolak perjodohan ini maka aku nggak akan pernah bisa jadi penerus perusahaan," terangku dalam satu tarikan nafas.

Rachel menatapku dengan ekspresi yang tak bisa kuartikan. Matanya sudah berkaca-kaca. "Mas? Kamu mau nikah? Terus aku gimana, mas? Aku udah ribuan kali bilang sama kamu kalau aku cinta mati sama kamu," seru Rachel lemah. Kini air mata sudah membanjiri pipinya.

"Aku tau itu, dan akupun sangat mencintai kamu. Ketika Papa sudah meneruskan perusahaannya kepadaku, aku akan langsung menceraikan gadis itu dan kita akan menikah," kataku meyakinkan.

Tangis Rachel berhenti sewaktu aku mengatakan itu. "Kamu janji ya, mas?"

"Iya sayang, aku akan janji. Lagian, aku tidak mungkin tertarik dengan gadis itu. kamu tau? Tampilannya sangat jelek, dan jauh dari kata elegant. Tidak mungkin aku mencintainya," ucapku.

"Mas, kamu harus janji sama aku. Kamu nggak boleh tidur satu ranjang dengan dia, dan jangan pernah mau sentuh dia. kamu itu milik aku. Selamanya. Dan lagi, kamu nggak boleh biarin hidup dia tenang, mas. Kamu harus siksa dia, biar dia tau posisi dia itu siapa dan jangan sampai dia keenakan. Kamu paham kan, mas?"

Karena rasa cinta dan sayangku yang begitu dalam pada Rachel, aku mengangguk mengiyakan permintaannya. "Iya sayang, pasti."

Hatiku lega bukan main. Akhirnya, Rachel mau mengerti. Aku mengantarnya pulang ke rumahnya, lalu segera kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku merasa kantung kemihku penuh. Setelah memasukkan mobil ke garasi, aku berlari secepatnya menuju pintu. Dan ketika aku akan masuk, ada seseorang yang keluar dari dalam rumah.

Bruuukkkk

Aku terjatuh. Sialan!! Siapa yang berani membuatku terjatuh seperti ini?

"Maaf mas, saya ndak sengaja."

Aku menatap seseorang yang berada di depanku dengan tatapan membunuh. "Lo punya mata nggak sih? Masa ada yang mau masuk lo nggak bisa lihat?" bentakku kepadanya.

Mia menunduk ketakutan. Aku menganggkat dagunya sehingga kami saling bertatapan. "Mula hari ini, jangan harap hidup lo bakalan tenang," kataku penuh ancaman.

Dan saat itulah, aku melihat matanya yang menyiratkan ketakutan kepadaku.

***

Tbc

Votment dong, guyss. 1 vote dari kalian berarti banget lho buat aku. Tetep stay di cerita ini yaaJ

{'R

Please, Love Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang