Erste: Pink CD Player
-
-
-
Perempuan itu mengamati jalanan sibuk di bawah, sinar matahari yang tak lagi begitu terik dari hari-hari sebelumnya tetap saja membuat keringat yang mengalir di dahinya tak juga ingin pergi, berhenti mengalir. Sebagian mungkin pergi, ikut menguap bersama hawa yang tak lagi terasa begitu panas, tapi yang lainnya tetap membasahi pelipisnya, perlahan mengalir ke pipi kalau saja ia tak menyingkirkannya dengan kedua tangan pucatnya yang kurus, tangan yang juga berusaha mengipas-ngipas selaput tipis udara di sekitarnya, mencoba mendinginkan suhu tubuh, tapi tetap saja, gagal.
Setumpuk kardus yang ada di ruang tengah apartemennya juga menjadi alasan mengapa hari ini benar-benar 'menyiksa' untuk perempuan itu.
Tapi sejujurnya, ia suka musim panas, bagaimana euforia orang-orang ketika menyambutnya, aroma khas yang ditimbulkan rumput-rumput yang dijerang matahari ketika ia berjalan ke taman-taman terbuka yang banyak tersebar di pusat kota, atau warna-warna indah bunga-bunga artistik yang bermekaran. Sudah seperti dongeng. Tapi melakukan 'Pindah Apartemen' di musim panas, meski sudah nyaris berakhir, ternyata bukan pilihan menarik.
Melelahkan.
Dan kota ini benar-benar baru baginya, Gelsenkirchen.
Matanya tertuju ke jam tangan Swatch berwarna pelangi yang melingkar di pergelangan tangan kanannya yang cukup mungil, astaga, sudah pukul 11 siang.
Waktunya membereskan semua kardus ini, Nika, ia menyeringai.
Ia kembali ke ruang tengah, mulai mengintip isi kardus pertama yang berisi berbagai macam pernak-pernik tidur, bantal, selimut, bahkan boneka. Dengan sigap, ia mengangkat kardus itu ke kamar tidur barunya, kamar tidur bercat putih biasa, tak ada sesuatu yang istimewa. Tapi hal yang membuat kamar itu mencolok adalah: semua sprei, bantal, selimut, semuanya, berwarna merah muda yang cukup cerah, tapi lembut.
Ya, ia suka warna itu.
Waktu berlalu, sudah nyaris satu jam ia membereskan apartemen barunya itu, dan ia mulai merasa bosan, dan satu lagi, kelelahan.
Mungkin, aku butuh sedikit musik, ia tersenyum riang.
Perempuan itu bergegas menuju ruang tengah, untungnya ingat di kardus mana ia menyimpan barang berharganya, pemutar CD merah muda yang ia miliki sejak lama. Ia kembali membongkar kardus itu, mencari kaset yang pas. Ah, ya, ini, matanya membulat melihat CD yang dipegangnya sekarang: Top Hits. Herannya, ia malah pergi menuju balkon, menaruh pemutar CD itu di sana, lalu menyetel CD yang dipegang tangan kirinya, dengan volume tinggi, lalu kembali ke dalam, mulai menata barang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Small Girl Next Door [Leon Goretzka]
Fanfiction[Featured on WattpadFanficID's Reading Lists: 'Fanfiksi Unik, Beda Dari Yang Lain' & June'19 Picks] Apa ada skenario yang lebih buruk dari seorang kapten tim yang pulang lebih dahulu karena cedera dari turnamen sekelas olimpiade? Leon Goretzka t...