Waktu itu, mendung masih menggelayut, sisa-sisa hujan masih membekas saat aku terburu-buru berangkat ke sekolah. Awan yang masih redup tak menyadarkanku kalau waktu sudah sangat siang.
Jam 06:43.
Sungguh tidak mungkin aku bisa pergi ke sekolah dengan tidak terlambat dan mengejar waktu sampai jam tujuh tepat. Sekuat tenaga aku berlari. Mengejar tiket kereta api agar aku tidak terlambat pergi ke sekolah.
Ouch! Tapi betapa bodohnya aku!
Seharusnya aku sadar bahwa kereta sudah pergi. Untuk apa aku pergi ke stasiun dan tidak mencari transportasi lainnya?
Aku segera memutar arah. Sebenarnya ada begitu banyak taksi berjejer rapi diluar stasiun, tapi uang sakuku yang hanya cukup untuk makan satu kali di jam istirahat, tidak cukup banyak untuk bisa membayar taksi itu.
"Ojek? Dimana ojek?" Perasaan panik sekaligus buru-buru telah membuat peluhku menetes deras. Aku kemudian mengibaskan pandangan kesekitar, biasanya ada banyak ojek disini, tapi kenapa pagi ini tidak ada ojek satupun?
Ya Tuhan, kenapa hari ini aku sial sekali?
Aku kembali berlari ke arah luar stasiun. Mencari angkot atau sejenisnya agar aku bisa memburu waktu. Tapi percuma saja?! Angkot-angkot ini tidak ada satupun yang sejurusan dengan sekolahanku.
"Ya Tuhan, apa aku bolos saja?"
Astaga! Mikir apa aku barusan? Jam pelajaran pertama ada ulangan dan aku tidak mau mendapatkan nilai nol, kan? Lagipula, aku harus menjaga image-ku dan mempertahankan label siswa berprestasi di sekolah.
Entah, sudah berapa lama aku uring-uringan seperti ini, tiba-tiba seseorang dari arah belakang―dengan sepeda motornya tak sengaja membuat seragamku terkena cipratan air hujan yang menggenang―ketika dia melajukan motornya dengan sangat kencang.
"Aaa!" Aku berteriak keras. Menghitung kesialan demi kesialan yang sudah menghampiriku sejak tadi pagi.
Aku memelotot ke arah pengendara motor itu. Menahan amarah dan berusaha mengejarnya. Dengan secepat kilat aku melepas tasku dan langsung melemparkan kepadanya.
"Dasar kurang ajar!"
Lemparanku tepat sasaran. Tasku mengenai punggung laki-laki itu sampai laki-laki itu menghentikan laju motornya. Aku langsung berlari, mengambil tas dan kemudian mengumpat-umpat penuh kemarahan pada sosok yang sempat membuat seragamku kotor.
"Kurang ajar kau! Sudah membuat seragamku kotor seperti ini dan kau mau pergi? Tidak bisa dibiarkan!" jeritku sambil menendang-nendang ban motornya. "Kenapa hari ini aku sial sekali? Sudah terlambat mengejar kereta, tidak berhasil menemukan trasnportasi untuk pergi ke sekolah dan sekarang kau mengotori seragamku? Apa kau tahu ada ulangan di jam pertama sehingga aku tidak mungkin bolos sekolah?" Sampai detik ini aku tidak berhasil menghentikan diriku yang masih uring-uringan dihadapannya.
Dan seketika itu juga, laki-laki itu melepas helmnya. Aku agak sedikit kaget karena yang kuumpat adalah sosok yang selama ini aku kenal. Bahkan, dia adalah laki-laki yang selama ini berusaha aku hindari.
Laki-laki paling nakal di sekolah. Bahkan, aku langsung menelan ludahku pasrah ketika tidak menyangka bahwa akan bertemu dia seperti ini. Tatapannya sungguh membunuh. Membuat hatiku menciut seketika saat dia berhasil menatap kedua buah bola mataku dengan sangat tajam.
"I-Indra?" Bahkan lidahku kelu saat aku menyebutkan nama itu. Seperti syok dan penuh perasaan menyesal aku segera melangkah pergi. "Ma-maaf." Bahkan, aku tak tahan melihat sorotan tajam milik Indra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember You #Remembertheflavor
Storie d'amoreSebuah kisah tentang kita, sesuatu yang masih membekas di dalam hati. Sebuah cinta yang dikemas dalam sebuah cerita. Menjadikannya sebuah kenangan, yang tak pernah bisa kulupakan sampai detik ini. *** Cerita ini adalah proyek cerpen yang bekerja sa...