Chapter Four

10.4K 385 10
                                    

~• Happy Reading •~

Dua jam telah berlalu tepat pukul 2 PM ditandai dengan suara bel yang berbunyi tiga kali yang berarti semua jam pelajaran di sekolah Horace telah berakhir tak terkecuali pelajaran matematika Ms. Willa.

"Ingat, tugasnya dikumpul minggu depan! Bagi yang tidak membuat tugas akan saya berikan hukuman berat." titah Ms. Willa mengakhiri kelasnya setelah tadi puas membuat muridnya hampir terkena serangan jantung akibat ulangan matematika mendadak.

"Memang ya gila banget tuh guru. Udah galak ngeselin lagi." keluh Rachel dikarenakan tadi dia hanya bisa menjawab sedikit ulangan matematika yang diberikan Ms. Willa dan sudah pasti nilainya akan bernada do re mi.

"Udahlah lupain aja, udah lewat juga." ujar Evelyn yang terlihat tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut toh baginya itu sudah terjadi mau bagaimana lagi. Lebih baik sekarang ia menanyakan sesuatu yang sedari tadi terus menghantui pikirannya. "Eh iya Vic, gimana tadi darenya? Berhasil?" Rasa penasaran yang dimiliki Evelyn memang terlalu berlebihan sehingga terkadang membuatnya gregetan apabila ada suatu hal yang belum sempat ia ketahui. Makanya ia dijuluki Ms. Curious.

"Boro-boro berhasil yang ada gue hampir jatuh dan pergelangan tangan gue sakit gara-gara tuh cowok nyebelin satu." Victoria menghentikan sejenak kegiatan mencatatnya dan meregangkan tangannya yang terasa sedikit kaku. Ini semua akibat ulah Bryson. Coba kalau insiden tadi tidak terjadi pasti dia bisa fokus mendengarkan penjelasan Ms. Willa selama pelajaran matematika tadi berlangsung dan tidak harus mencatat sebanyak ini disaat semua teman-temannya sudah pulang. Untung ada Evelyn dan Rachel yang setia menemaninya.

"Ha? Maksud lo? Kok bisa?" gantian Rachel yang bertanya sepertinya dia mulai tertular virus Evelyn.

"Iya gitu deh, males ah gue ceritainnya. Ga penting juga." Victoria kembali melanjutkan kegiatan mencatatnya yang tinggal sedikit lagi. Tak menghiraukan kedua temannya yang kini sedang merajuk karena dirinya menolak untuk menceritakannya kepada mereka.

"Yah, jangan gitu dong. Ayolah Vic ceritain please." Sekali lagi temannya berusaha untuk membujuknya dengan puppy eyes dan wajah memelas mereka.

Victoria menutup buku catatan matematikanya dan memasukannya ke dalam tas bersiap untuk pulang. Sebenarnya dirinya sangat enggan untuk menceritakan hal tersebut yang otomatis membuatnya harus mengingat lagi kejadian tadi. Tetapi dia tidak tega pada Evelyn dan Rachel yang sudah mau menemaninya. "Iya deh iya nanti gue ceritain lewat telepon."

Karena terlalu antusias Evelyn dan Rachel langsung memeluk Victoria erat layaknya berpelukan seperti teletubbies "Aaaaaa.....thankyouuu Ms. Claire."

•••••

Victoria memasuki mansionnya dan memakirkan mobilnya di garasi. Namun, sepertinya ada sesuatu yang berbeda. Ya, ada satu mobil asing terparkir di halaman mansionnya. Dan ia yakin tidak mengenal siapa pemilik dari mobil itu. Mungkin ada tamu batinnya.

Terdengar suara ribut seperti dua orang yang sedang asyik bercengkrama layaknya bernostalgia saat Victoria mulai memasuki ruang tamu di dalam mansionnya. Itu semakin meyakinkan bahwa memang sedang ada yang bertamu. Tampak mommynya yang sedang duduk di sofa dengan seorang wanita seumurannya. Dan nampaknya Victoria tidak mengenal wanita paruh baya itu. Oh mungkin dia pemilik mobil asing di luar batin Victoria.

Sebelumnya, jarang ada yang berkunjung ke mansionnya kecuali keluarganya yang lain ataupun klien dari papanya dan jangan lupakan sahabatnya Evelyn dan Rachel. Bahkan karena mereka terlalu asyik bernostalgia tidak ada yang menyadari kehadirannya. Namun, hanya berselang tiga detik setelah itu mommynya menyadari kehadirannya dan tersenyum lalu menghampirinya dan menuntunnya menuju sofa dimana tadi mommynya duduk.

"Sayang, kenalin ini sahabat Mommy, Caroline Smith." Victoria lantas mengulurkan tangannya "Victoria Claire." ujarnya berusaha tersenyum menghilangkan rasa canggungnya. "Caroline Smith panggil saja Caroline." Caroline membalas uluran tangan gadis di depannya seraya tersenyum hangat. "You are so beautiful, Claire."

"Thank you Caroline." Sebenarnya, aneh rasanya Victoria memanggilnya Caroline saja tanpa sebutan atau embel-embel tambahan tetapi Caroline sendiri yang memintanya, bukan?

"Sepertinya putrimu butuh istirahat, Christine." kata Caroline lembut penuh perhatian menatap Victoria yang memang terlihat sedikit kelelahan.

"Benar. Akhir-akhir ini dia tambah sibuk dengan urusan sekolahnya." ujar Christine paham akan kesibukan putrinya yang sedang menginjak kelas 3 SMA.

"Um, baiklah. Kalau begitu aku akan beristirahat di kamar." pamit Victoria tak lupa melemparkan senyumannya sekali lagi kepada Caroline sebelum benar-benar melangkah ke arah tangga yang akan membawa dirinya ke kamar meninggalkan dua wanita yang masih memperhatikannya dari belakang.

Victoria gadis yang sangat cantik dan ramah. Aku yakin putraku akan segera jatuh cinta dengannya batin Caroline Smith.

Victoria menghempaskan tubuhnya diatas ranjang kamar miliknya. Saat ini ia kembali terbayang akan kejadian tadi antara dirinya dengan Bryson. Entah kenapa, kejadian itu masih berputar di dalam pikirannya. Seolah tidak mengijinkan untuk melupakannya begitu saja.

"Argh, sial!" umpatnya berusaha mengenyahkan ingatan tentang kejadian dare sialan itu tetapi sepertinya usahanya sia-sia karena yang terjadi justru sebaliknya.

Merasa frustasi dengan otaknya yang tak bisa diajak kompromi. Victoria lebih memilih bangun dari ranjangnya dan beranjak menuju kamar mandi untuk menyegarkan kembali badan dan pikirannya.

•••••

Lelaki muda itu turun dari mobil mewahnya dan melangkah masuk ke dalam mansionnya yang tampak lengang hanya terlihat para pelayan yang sesekali berlalu lalang. Bryson berjalan ke arah dapur hendak mengambil segelas air dingin untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering ditambah lagi cuaca yang sangat panas seolah menggambarkan bagaimana perasaan matahari saat ini.

Seorang pelayan wanita paruh baya datang dari dalam dapur lalu menghampirinya dan berkata "Selamat siang, Tuan. Ada sesuatu yang anda butuhkan?"

"Ah, ya. Aku hanya ingin mengambil segelas air dingin."

"Baiklah. Tunggu sebentar akan saya ambilkan." ujar si pelayan bergegas mengambil segelas air dingin untuk Bryson.

"Silahkan, Tuan." pelayan tersebut menyerahkan air dingin yang dibawanya kepada Bryson.

"Terimakasih, Meida."

Meida hanya membalas dengan senyuman lantas meninggalkan Bryson untuk kembali bekerja.

Tak sengaja Bryson yang sedang menghabiskan minumannya melihat sebuah piring berisi masakan yang ditata rapi dari segi penampilan dengan aroma yang sangat menggoda untuk segera dicicipi. Diletakkan diatas meja makan dan didampingi oleh kertas kecil berwarna putih disampingnya. Penasaran, Bryson mendekatinya dan mengambil kertas kecil tersebut lalu membacanya.

"Hope you like it, my son!" - Mommy

Bryson terkekeh.

Salah satu kebiasaan mommynya yaitu setiap dia mendapatkan resep masakan baru maka dia akan mencoba membuatnya dan menyajikan hasilnya kepada Bryson. Dan putra semata wayangnya itu sama sekali tidak keberatan terhadap kebiasaan mommynya tersebut.

Bryson menarik salah satu kursi lalu mulai menikmati masakan buatan mommynya. Menurutnya, tidak terlalu buruk untuk ukuran pemula. Not bad gumamnya. Setelah dirasanya cukup, Bryson meninggalkan area dapur dan melangkah ke arah tangga kemudian menaiki anak tangga satu per satu menuju kamarnya berada.


Thank you! 😘😘
Please vote and commentnya yaa!
🤗🤗

Married with Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang