a d r i a n a

245 23 11
                                    

Hari ini, tepat jam satu siang, Adriana baru saja sampai di kelas dan menaruh tasnya serampangan di atas meja. Ayolah, mengapa takdir buruk selalu berpihak kepadanya? Mengapa ia harus bersekolah di saat matahari sudah berada di atas kepala seperti ini?

"Ana, sudahlah. Kau selalu saja seperti ini. Memangnya apa salahnya jika masuk di siang hari? Kuberitahu, ya. Menurut penelitian, pada jam sebelas pagi sampai jam dua siang, manusia sangat cocok untuk mengerjakan tugas-tugas berat. Jadi berhentilah mengeluh."

Yeah, bahkan sebelum melihat raut wajah Adriana, Varelyn sudah mengetahui gerak-gerik Adriana yang terlihat sangat ingin kembali ke rumah, bertemu dengan kamarnya, dan memeluk erat guling di atas tempat tidurnya.

"Tetapi jam dua sampai jam tiga siang adalah waktu yang paling tepat untuk beristirahat, dan jam tiga siang sampai jam enam sore keadaan otak manusia benar-benar dalam kondisi lelah," ucap Adriana membeberkan fakta. Ia menoleh sekilas kepada Varelyn, dan memandangnya dengan mata menyipit.

"Jadi singkirkan teori bodoh itu, Var. Kita bahkan tidak belajar dari jam sebelas pagi," lanjutnya kesal.

Varelyn mendengus. "Terserahlah."

Melihat teman sebangkunya yang menyerah, Adriana tersenyum puas. Tetapi sebelum ia kembali menelusupkan kepalanya di atas meja, bel sialan itu berbunyi. Lantai sedikit bergetar karena murid-murid yang berlarian masuk ke kelas. Selanjutnya yang Adriana tahu, seorang guru dengan senyum cerah masuk ke kelas dan berujar dengan lantang.

"Selamat siang, semuanya! Semangat untuk belajar bab baru hari ini?"

Adriana mengumpat dalam hati. Memangnya apa yang guru itu harapkan? Seisi kelas yang ikut membalas, "Kami sangat bersemangat untuk mempelajari bab selanjutnya, Bu!" dan mulai meminta soal-soal edisi lomba tingkat nasional?

Mustahil. Karena jika Adriana adalah perempuan yang memiliki suara terkencang di kelas pun, ia pasti menggunakannya untuk hal lain. Misalnya, yah, untuk berteriak "TIDAK" di depan wajah guru yang sok tidak tahu itu.

Bagaimana menurut kalian?

=×=×=×=

"Ana, tolong hapus papan tulis! Nanti anak dari kelas pagi bisa tahu nama-nama anggota kelas kita!" ucap seseorang sambil berteriak.

Adriana yang sedang tenggelam di lamunannya kontan berkedip cepat. Ia mendelik dan memasang wajah enggan.

"Kenapa harus aku? Suruh saja Giona, Derta, atau Philan. Siapa saja asalkan jangan ganggu aku," Adriana berbicara tanpa menoleh. "Atau berdirilah dengan kakimu sendiri. Aku sama sekali bukan budakmu."

Untuk kesekian kalinya, salahkan saja mood nya yang selalu buruk di siang hari.

"Tapi kau yang paling dekat, Adriana. Aku sedang sibuk sekarang!" ucapnya lagi.

"Bertanggung jawab lah sebagai ketua kelas, Jack! Kau bahkan hanya duduk sambil bermain poker di belakang sana!" Adriana berteriak sama kerasnya.

"Tentu karena aku ketua kelasnya jadi aku menyuruhmu! Cepat, hapus papan tulis itu!"

Dia hanya seorang ketua kelas tetapi sangat sombong seperti ini. Aku kasihan dengan Armenia-Armenia yang digosipkan itu.

Dengan malas, Adriana akhirnya bangkit dari tempat duduknya.

"Semoga saja dia semakin lama terjebak di sini dan tidak bertemu dengan wanita pujaannya itu." Adriana menyumpah dengan pelan.

"Aku mendengar itu, Adriana!"

Aish, masa bodoh!

=×=×=×=

Alasan mengapa Adriana dan seluruh angkatan di sekolahnya harus masuk siang, beradaptasi dengan lingkungan baru, mendapat peraturan yang lebih ketat, serta menyiapkan hati jika mendapat tuduhan-tuduhan yang tidak jelas adalah satu; mereka menumpang di sekolah lain.

Who's Write On My Red Book?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang