Menunduk

35 0 0
                                    

Dua menit sebelum bel, Keina baru tiba di sekolahnya. Memang sudah kebiasaanya tiba ketika bel masuk akan berdenting. Buru-buru ia memakirkan sepedanya. Menguncinya. Memastikan bahwa tak akan ada yang mencuri sepeda satu-satunya yang ia punya.

"PAGI PAK TONOOOO!" sapa Keina ke satpam sekolahnya.

"Non Keina, kalo dateng jangan nyerempet mau masuk gini toh. Kalo telat bagaimana?" Pak Tono mencoba menasihatinya.

"Ya ga apa apa pak, selama belum telat," jawab Keina sambil berlari ke kelas.

Keina berlari kecil. Jam tangannya menunjukan pukul 7.00 . Dan dia baru ingat, pelajaran pertamanya Bu Nizmar. Guru matematika yang terkesan galak. Tapi Keina tak mempermasahkannya. 

"Assalamualaikum..." Keina memberi salam. Pelan-pelan masuk ke kelas.

"Wa'alaikumsalam." Jawab kelas serentak.

Sekejap ia melihat sekitar, bersyukur Bu Nizmar yang ia segani itu belum tampak kehadirannya. Keina leluasa berjalan ke tempat duduknya. Ghani, sahabatnya selama di SMP, duduk manis dengan buku tebal ditangannya.

"Beruntung lu Kei Bu Nizmar belum ada hahaha" Seringai Ghani.

"Sebenernya sih gua santai santai aja, yang penting hidup dijalani." jawab Keina nyeleneh.

"Apaan sih lu Kei, ga nyambung tau ga." timpuk Ghani dengan tissu yang sedari tadi ada digegamannya.

Mata Keina tertuju kederetan meja belakang. Dengan mata sinis ia memandangi orang-orang yang sedang berbincang asik disana. Anak-anak perempuan yang membuat hatinya kesal semalaman itu tetap terlihat riang, seperti tak ada masalah dengan siapapun.

Tak lama berselang dari tibanya Keina. Bu Nizmar datang tanpa membawa apapun--Bu Nizmar memiliki rupa yang elok. Walaupun terkesan galak,tetapi dapat ditutupi oleh kecantikan wajahnya.

Setelah ketua kelas menyiapkan kelas. Berdoa bersama. Keheningan muncul. Satu sama lain murid saling pandang. Mempertanyakan, mengapa Ia tak membawa satupun buku? Bu Nizmar memecah keheningan.

"Selamat Pagi anak-anak. Silahkan keluarkan selembar kertas. Kita kuis dari PR yang ibu berikan minggu lalu. Bagi kalian yang mengerjakan PR pasti mudah saja menjawab soal ini. Tapi untuk yang tidak, cukup berdoa"
Glek. Keina menelan ludah. Ia lupa PR Bu Nizmar. Ia panik. Keina berharap saat itu tiba-tiba seorang badut datang dan berteriak YA KENA DEH!

"Baiklah, Ibu berikan waktu dua jam mata pelajaran untuk ke lima soal ini. Dan mungkin saja Kuis ini menjadi nilai untuk Ulangan Harian." Bu Nizmar menjelaskan lebih detail. Sembari menunjuk ke soal yang ia tulis di papan tulis.

Keina melihat sekeliling kelas. Teman-temannya tak jauh berbeda dengannya. Memasang wajah panik. Hanya satu dua orang yang tergolong anak diatas rata-rata, tetap santai.

***

Keina teduduk dikantin dengan pandangan datar. Pertama, ia masih memikirkan kuis tadi -- ia mengerjakan semua nomor, itu pun sebisanya. Dan kedua, ia masih jengkel karena teman-temannya tak ada yang minta maaf kepadanya, atau setidaknya memasang wajah bersalah didepan Keina.

"Keina, lu kenapa sih? Muka lu bete banget. Mana Keina gua yang ceria?" tanya Ghina sambil menyuap mie instan.

"Masih soal yang kemaren itu loh, yang gua dibilang ember mulutnya sama Quila, Nabil, Rahma dan Aini," jawab Keina ketus.

"Ya udahlah ga usah diambil pusing. Toh kalo emang kenyataannya lu ga kaya gitu buktiin aja, lu tetep stay cool dihadapan mereka. Buktiin kalo mereka sangka itu salah." Ghina mencoba memperbaiki suasana hati Keina.

Dari kejauhan Keina melihat Alvin sedang membeli siomay. Ingin rasanya Keina memanggil nama Alvin dari kursinya. Tetapi itu tak mungkin ia lakukan. Bunuh diri itu namanya.

Keina memutuskan untuk kesana. Berpura-pura membeli siomay, lalu menyapa Alvin. Ia berharap Alvin bisa mencerahkan hatinya sebab malam tadi ia berhasil membuat Keina cekikikan sendirian.

"Ghin, gua beli siomay dulu yaps. Lu jangan kemana-mana!" Ghina mengangguk, malas menjawab.

Keina berjalan cepat. Kini tepat di depannya seorang lelaki yang beberapa tahun kemudian akan membuat banyak perubahan dalam hidup Keina, tetapi saat itu ia masih duduk dibangku SMP dan belum menyadari apa apa.

Keina memperbaiki posisi kacamatanya. Lantas tersenyum dan menanggil Alvin.

"Hai Alvinn!"

Yang disapa hanya menoleh sebentar. Tersenyum ke arah Keina lalu menunduk.

"Lah kok lu ga jawab sapaan gua sih. Btw thanks banget ya tadi malem membuat mood gua jadi baik lagi." Keina mencoba mencairkan suasana.

"Oh iya Kei hehe, sama sama. Gua duluan ya" jawab Alvin dengan singkat. Ia berjalan menunduk meninggalkan Keina. Entah malu ataupun takut, Alvin sama sekali tak berani menatap Keina.

Kala itu Keina bingung. Alvin di media sosial dengan kehidupan nyata berbeda sekali. Tapi Keina tak mempermasalahkannya. Mungkin Alvin memang sedang tidak enak badan atau entahlah. Keina berpositif thinking.

Haloo felas!

My first story, diambil dari kisah nyata. Hope you like it. Sorry for a lot of mistake.

Bagi kalian yang memiliki sebuah perasaan dan belum tersampaikan bertahun-tahun.Baca! Jangan lupa vote and comment!

Cerita tak berujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang