Alvin duduk sendirian ketika bel istirahat berdenting.
"Vin, kantin ga?" Tama menepuk pundaknya.
"Ga deh Tam."
"Oke deh. Jangan bengong terus lu, mending lu pikirin Zira. Hahaha." Tama menggodanya. Bola mata hitam Alvin membesar.
"Apaan sih lu, sialan emang!" jawab Alvin sambil melempar gumpalan kertas ke Tama. Yang dilempar sudah lari, pergi ke kantin.
Bener juga ya, kenapa gua ga ke Zira aja daripada disini. Pikir Alvin
Alvin beranjak dari kursinya. Ia tahu harus kemana ia sekarang. Ke kelas 8A. Menemui Zira, anak perempuan yang akhir-akhir ini dekat dengannya.
Zira sedang duduk manis di kursi koridor, sedang memakan bekalnya. Alvin langsung duduk dikursi sebrangnya. Alvin menyukai Zira, tapi ia sangat malu terhadap perempuan. Dan kali ini untuk pertama kalinya ia memberanikan diri bertemu langsung dengan Zira. Selama mereka dekat, Alvin hanya berani mengobrol lewat media sosial.
"Hai Alvin, ada apa?" Zira menyapanya duluan.
Sontak Alvin kaget. Ia bingung. Mengusap rambutnya yang sudah mulai gondrong.
"Engga kok Zir hehe," Alvin menggaruk kepalanya. Malu sekaligus bingung. Dengan segenap keberanian, Alvin tahu harus berbuat apa.
"Zir, kantin yu." Alvin menunduk, takut-takut ajakannya ditolak Zira.
"Ayo." jawab Zira pendek. Tersenyum.
Mampus udah, gua ga tau harus ngapain sekarang. Batin Alvin.
Alvin dan Zira jalan berdampingan ke kantin. Selama berjalan mereka hanya saling diam. Alvin mau mengajaknya bicara, tapi dia malu. Sesampainya di kantin, barulah Zira bicara.
"Alvin mau beli apa? Gua ga beli apa-apa, udah ada bekel nih." Zira mengangkat bekalnya.
"Beli minum deh. Lu duduk di sini aja ya. Jangan kemana-mana."
Hati Alvin sangat senang. Tidak terlalu gagal untuk kali pertama dia mencoba mendekati Zira secara langsung. Dengan gesit dia membeli dua minum, untuknya dan Zira.
"Nih Zir, buat lu." Alvin menyodorkan minuman yang sudah dibelinya. Lalu duduk di sebelah Zira.
Tama --sahabat ALvin-- yang melihat mereka berdua langsung mendekat.
"Eh Kampret, lu bilang ga mau ke kantin. Bisa ya lu." Tama gemas dan menjitak kepala Alvin.
Alvin mengedikapkan satu matanya. Memasang gaya stay cool. Memberikan kode kepada Tama, menyuruhnya untuk pergi. Tama yang mengerti kode itu hanya mengernyit. Menjitaknya sekali lagi dan kembali ke kelas.
***
"Ghin." Keina memanggil Ghina yang sedang sibuk menyalin rumus matematika di papan tulis, meski bel istirahat telah berbunyi.
"Apa Kei?" matanya masih terpaku pada bukunya.
"Ih lu berenti nyatet dulu. Nanti liat yang gua aja. Udah beres nih."
"Iya iya. Ada apa nyonya Keina?" Ghina menghentikan kegiatan mencatatnya.
"Lu kenal Alvin anak 8D ga?" Keina bertanya sembari menyelipkan rambut terurainya ke telinga.
"Alvin Putra Raditya?" Ghina bingung.
"YAAKKK BENER BANGET." yang bertanya sangat semangat.
"Siapa coba yang ga tau dia. Udah tinggi, manis, punya kumis tipis, matanya kecil, rambutnya hitam, alisnya tebel, gaul, ba-" belum selesai Ghina bicara Keina sudah memotong.
"Apal banget Ghin, lu suka ya?" Keina menggoda.
"Bukan tipe gua ah. Dia terlalu gaul hahaha. Gua cuma tau dia, ga kenal ya. Lu ngapain nanya-nanya ALvin?" Ghina penasaran.
"Engga, nanya aja. Dia baik tau." tak sadar muka Keina bersemu merah.
"Ihhhh muka lu merah, lu suka yaaaaaa? NGAKU!" Ghina senang. Ini berarti ia punya celah mengejek Keina. Karena selama Ghina kenal Keina. Ia tak pernah sekalipun mendengar cerita bahwa Keina menyukai seseorang.
"Engga Ghin. Gua cuma bilang dia baik. Kalo muka gua merah ya bagus.Berarti masih ada darah di muka gua." Keina menjawab santai, meski sebenarnya hatinya sudah berdegup kencang saat Ghina tiba-tiba menanyakan soal masalah 'suka'.
"Ngeles aja lu bisanya."
"Gua juga telat tadi sekolah, gara-gara chattingan sama Alvin sampe jam 11 malem. Kayanya itu rekor tidur paling lama gua selain tahun baru." Keina bercerita seolah-olah itu hal yang sangat membanggakan.
"Cieee Keina suka sama Alvin. Kantin ga?" Ghina berdiri.
"Engga Ghin hih. Yuk deh." Keina senang sekaligus kesal dengan Ghina.
Selama perjalanan ke kantin Keina berpikir. Gua suka sama Alvin? Ya enggalah, gua baru kenal dia aja dua hari. Keina memang mengaku bahwa Alvin enak dipandang. Selain ciri-ciri yang sudah disebutkan Ghina tadi, Alvin orang yang tidak banyak tingkah. Terbilang calm dibanding dengan teman-teman sekelompoknya.
Tiba-tiba Ghina menempuk pundak Keina, membuat Keina terbangun dari lamunannya.
"Kei, tuh Alvin." Ghina menunjuk ke meja di pojok kanan.
"Sama siapa dia?" Keina menjawab sinis, seperti tidak senang dengan apa yang dia lihat.
"Zira anak 8A. Cocok ya mereka, cantik ganteng. Denger-denger sih mereka udah lama deket. Tapi baru kali ini gua liat mereka berduaan."
"Oh gitu." Keina menjawab data, melangkah meninggalkan Ghina.
"Ih jangan ninggalin dong, katanya ga suka ya jangan marah."
"Lu lama sih. Emang ga suka, dan siapa juga yang marah." senyuman yang dibawanya dari kelas sudah menghilang. Dia tidak mengerti apa yang sedang dirasakannya.
"Iya deh maap maap. Duduk disitu yu." Ghina menunjuk tempat kosong yang berbeda tiga meja dari Alvin duduk.
Keina hanya mengangguk. Karena tidak ada lagi bangku kosong, terpaksa ia setuju.
Ya bodo amat Alvin sama siapa aja, yang penting gua betah temenan sama dia. Keina berbicara dalam hati. Senyumanpun kembali terlukis diwajah manisnya.
Haloo felas!
My first story, diambil dari kisah nyata. Hope you like it. Sorry for a lot of mistake.
Bagi kalian yang memiliki sebuah perasaan dan belum tersampaikan bertahun-tahun.Baca! Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita tak berujung
RomantikKamu tahu mengapa aku masih bertahan bertahun-tahun untuk mu? Karena aku masih membenarkan semua angan ku. Karena aku masih bermimpi bahwa kamu memiliki rasa yang sama.