2 - Owen

24 2 0
                                    



Mom sedang membaca sebuah buku yang cukup tebal untuk menimpuk anjing tetangga yang berisik ketika aku ingin menanyakan tentang apa yang dimaksud Pak Theo tadi.

"Bagaimana hari pertamamu masuk sekolah, Anna?" Mom bertanya tanpa memalingkan wajahnya dari buku. Kacamatanya terletak di ujung hidungnya yang sangat mancung. Aku duduk di sofa dengan sopan.

"Aku bertemu dengan bapak baptisku di sekolah." tembakku langsung. Dan Mom langsung melirikku walau wajahnya masih menghadap ke buku. Dengan gerakan yang anggun dia melepaskan kacamatanya dan meletakkan benda itu di atas meja kayu yang nampak bercahaya karena berpelitur, tanpa suara sedikitpun.

"Kau bertemu dengan siapa?" ulangnya.

"Dengan Pak Theo. Dia bilang dia adalah bapak baptisku." aku menjawab dengan jawaban yang lebih jelas. "Dia menghampiriku dan berkata jika hari ini mereka tidak bisa datang karena Owen sedang sakit." aku memberi penekanan pada kata 'mereka' dan 'Owen'. Mom kini meletakkan bukunya di atas meja, kembali tanpa suara sedikitpun.

"Mom, siapa itu Owen? Dan mengapa Pak Theo ingin datang kemari dengannya? Dan mengapa kau tidak pernah memberi tahuku jika aku mempunyai bapak baptis?" aku mencecar Mom dengan pertanyaan beruntun.

"Bukan Pak Theo yang ingin datang, melainkan Owen dan orang tuanya. Theo hanya ikut saja." Mom menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan karena pegal terlalu lama membaca buku. Setelah itu dia menatapku sambil duduk tegak. "Jadi, kau sudah bertemu dengan Pak Theo." itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan, tapi aku tetap menjawabnya dengan mengangguk.

"Apa lagi yang dia katakan padamu?"

"Dia bertanya apakah acaranya bisa diundur sampai lusa dan dia ingin menelepon Mom nanti sore karena ingin datang dan berbicara denganmu." aku menegakkan punggungku. "Acara apa yang dia maksud, Mom?"

Ada jeda panjang sampai pada akhirnya Mom menghela napas dan merapatkan kembali bibirnya yang tipis. Mom membuka mulutnya untuk berbicara.

"Annabelle," ucapnya lembut sambil membuat keputusan. "Lusa nanti kau akan bertemu dengan calon suamimu."

Setelah berkata begitu, kembali muncul jeda panjang. Tapi kali ini akulah yang menyebabkan jeda itu. Karena otakku sedang berusaha untuk ber-pi-kir.

"Calon suami?" ulangku pelan-pelan karena kedua kata itu tiba-tiba menjadi sangat asing di mulutku.

"Ya, Owen Wilss adalah calon suamimu sejak tiga tahun lagi. Lusa kau akan bertunangan dengannya." Mom berkata dengan tenang seperti dia mengatakan lusa aku akan masuk sekolah seperti biasa.

"Tunangan???" suaraku naik beberapa oktaf membuat Mom mendelik.

"Anne, jaga perilakumu sebagai wanita. Beraninya kau menaikan suaramu di depanku?" tegur Mom tidak suka, tapi aku tidak perduli.

"Kau ingin menunangkan anakmu yang baru berumur tiga belas tahun??"

"Aku bertunangan dengan Ayahmu ketika usiaku dua belas tahun. Kurasa itu biasa." Mom berkata sambil mengangkat dagunya. "Kau dan Owen Wilss sudah dijodohkan ketika kau dibaptis. Dan kalian akan menikah ketika kau berumur tujuh belas tahun."

"Orang tua mana yang mau menikahkan anaknya ketika dia berumur tujuh belas tahun??" aku makin tidak tenang dan tidak perduli dengan suaraku yang cukup besar untuk di dengar tetangga, walau rumah ini terlampau besar untuk meredam suaraku. Aku tahu Mom sedang berusaha melawanku walau dia tahu dia salah, karena dia tidak menegur perilakuku yang sama sekali bukan perilaku seorang lady.

Moon AnneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang