Hal pertama yang timbul dipikiranku ketika aku melangkahkan kaki ke dalam bus adalah aku mau pulang. Semua orang menatapku seakan aku ini alien. Mungkin jika kau adalah anak berumur tiga belas tahun yang normal dengan teman-teman yang selalu menyediakan tempat duduk di bus agar kau tidak keduluan orang lain, kau tidak perlu khawatir. Walaupun sebenarnya aku adalah anak berumur tiga belas yang normal pula, tapi mereka memperlakukanku layaknya binatang langka yang berbahaya. Aku tidak menyimpulkan secara sepihak, maksudku, lihat saja anak lelaki itu. Dia menatapku bahkan lebih parah daripada binatang langka. Mungkin dikiranya aku ini monster. Ketika aku meliriknya, dia langsung menoleh cepat ke arah jendela. Teman lelaki di sebelahnya juga ikut-ikutan, kemudian membisikkan sesuatu padanya. Dan mereka kembali menatapku dengan tatapan idiot.
Aku tidak perduli. Yang ingin kulakukan sekarang adalah sampai di sekolah dengan selamat sehingga aku bisa menyerap pelajaran dengan baik dan mendapat nilai A plus di setiap tes sehingga Mom tidak akan menceramahiku panjang lebar jika aku mendapat nilai di bawah A plus. Ya, bahkan jika aku mendapatkan nilai A sekalipun. Siap-siap saja mendengarkan ceramah yang menyakitkan hati namun dibalut dengan kata-kata halus, tapi intinya berisi jika aku adalah anak yang tidak berbakti dan tidak tahu diri padahal sudah disekolahkan di tempat elit dan mahal. Atau dia akan mengungkit-ungkit tentang kebiasaanku akhir-akhir ini yang suka membaca majalah Nylon. Mom menganggap majalah itu terlalu dewasa bagiku. Padahal, ya ampun, aku bahkan tidak pernah menemukan artikel tentang seks di majalah itu--aku baru membacanya sekali, sih. Mom keras mengenai bacaan di luar pelajaran.
Oh, mungkin kau mengira aku adalah anak nerd dengan penampilan ala anak nerd--kacamata tebal, rambut dikepang, muka bintik-bintik, badan membungkuk dan dilapisi dengan sweater tebal dan rok panjang hingga menyentuh betis. Disertai dengan wajah jelek dan kuper. Tidak. Mom boleh saja menyita majalah Nylonku, atau menyita iPhone ku ketika aku sedang belajar atau sekolah. Tapi Mom tidak tahu jika aku mempunyai iPhone lainnya (aku membelinya dengan mengumpulkan uang jajan). Aku memiliki kecantikan yang, um, jarang dimiliki wanita Amerika pada umumnya. Sepertinya darah Dad lebih banyak mengalir di tubuhku, mungkin sekitar tujuh puluh lima atau delapan puluh persen? Sehingga wajahku lebih menampakkan keasiaan (Dad adalah orang Korea). Sedangkan darah Mom hanya mengalir sebanyak sisa dari seratus persen dikurang tujuh/delapan puluh persen.
Dan itu hanya terlihat di rambutku yang berwarna pirang serta mataku yang persis seperti milik mom, biru muda terang.
Dan seperti teman-teman di sekolah lamaku, anak-anak di sekolah baruku ini menganggap itu aneh.
Aku sudah biasa menghadapi hal seperti itu, karena itu aku terus berjalan, mencari bangku yang kosong untuk diduduki. Aku bisa merasakan pandangan dari anak-anak dan wajahku terasa panas karenanya. Tapi aku berusaha tidak perduli. Aku menghempaskan badanku di bangku paling belakang yang tidak diduduki siapapun dengan wajah dingin. Seorang anak yang duduk di depanku terlihat mengintip dan aku langsung menatapnya. Seketika juga dia langsung memandang ke depan lagi. Aku tersenyum, konyol, pikirku.
"Annabelle Moon." aku memperkenalkan diri di hadapan anak-anak yang memandangku dengan mata penuh rasa ingin tahu. Ya, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di bus tadi. Tapi kali ini mereka akan tahu siapa diriku. "Aku pindah karena pekerjaan Ibuku. Semoga kita bisa berteman."
"Ucapkan selamat datang kepada Anna, teman-teman!"Miss Corrine berkata dengan nada seperti berbicara dengan murid TK, padahal di hadapannya adalah murid kelas delapan. Tapi tak urung juga anak-anak mengucapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Anne
RomanceTunangan? Di usia 13 tahun??? Kalau tidak gila karena kebanyakan menulis, aku tidak tahu lagi alasan apa yang mendorong Mom menjodohkanku dengan Owen. Really? Usia kami berbeda 14 tahun! Untung saja ada Theo, tempatku untuk kabur. Tapi... kenapa The...