dua

210 40 11
                                    

LAGU UNTUK CHAPTER INI
After Midnight - Blink 182

"Harry," aku memanggil namanya seiring kami keluar dari gedung, mencoba untuk mengimbangi. "Harry, tunggu!"

"Apa?" dia menggigit bagian bawah bibirnya sesudah membalik untuk melihatku.

"Aku hanya ingin berbicara," aku mendesah pelan, mengatur nafasku. Setelah 1 menit penuh keheningan, aku mengarahkannya untuk mengikuti langkahku seiring kami berjalan keluar menuju ke tempat parkir. "Mari, aku bawa kamu kembali ke rumah sakit."

Menyembunyikan tangannya dibawah saku celananya, ia menggoyangkan kepalanya beberapa kali. "Jangan khawatir, ibuku sedang menjemputku."

"Aku sudah menginformasikan Cassandra untuk menghubunginya," aku diam-diam menegaskan. "Pergilah bersamaku, Harry."
"Karena aku senang akhirnya bertemu denganmu."

"Ya. Ya. Terserah."

Dalam separuh perjalanan, kami duduk dengan nyaman dalam keheningan sambil mendengarkan beberapa lagu acak di radio. Ketika stasiun radio favoritku memutar lagu Blink 182 yang lawas, aku dengan cepat menaikkan volume bersamaan dengan Harry yang tersenyum secara mengejutkan.

Aku tidak pernah melihatnya tersenyum sama sekali sejak pagi ini aku melihatnya.

"Mengapa kamu tersenyum?" Aku bertanya padanya setelah berhenti di depan pembatas.

"Apa kamu pikir aku tidak boleh tersenyum?" Ia membantah, menatap kakinya sekali lagi. Dia terlalu lemah untuk berekspresi kepada semua orang.

"Tidak, tidak, tidak. Bukan itu yang ingin aku katakan," aku menggoyangkan kepalaku. "Kamu hanya tertangkap mengejutkanku, itu saja."

"Baik, kalau kamu pikir bahwa bergabung dengan sesi terapi bodohmu itu akan menenangkan jiwaku yang hancur," ia membuat tanda kutip di udara. "Kamu salah."

"Jangan bersikap pesimis, kamu tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan."

"Oh, sebenarnya, aku tahu," ia mulai tertawa kencang. Bahkan bantal di tempat duduknya mulai bergetar layaknya gempa bumi. "Aku akan mati, Mia, sesimpel itu saja."

"Tapi kamu tidak," aku angkat bicara. Seiring lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi hijau, aku menjejal gas dengan kakiku disertai perasaan tersinggung. "Kamu tidak akan mati. Kamu akan berusaha mewujudkannya dan kamu akan baik-baik saja."

"Berhenti menceramahiku dengan perkataan bodoh itu," ia membalas dengan kemarahan menjalar di sekujur tubuhnya. "Karena aku memutusnya untuk memercayainya dengan semangat membara. Kanker itu menyakitkan, Mia, kamu tidak mengerti berbagai hal mengenai malam-malam yang menyakitkan dan obat-obatan yang menyakitkan!"

"Kamu tahu, Harry?" aku memberi jeda yang panjang. Bisa-bisanya ia mengatakan hal seperti itu padaku, hanya karena aku tidak pernah menceritakan perjuanganku melawan leukimia? Jika itu hal lain, aku akan mengerti bentuknya sebanyak apa yang ia alami. "Bagaimana jika aku mengerti berbagai hal mengenai itu?"

"Apa?"

"Keburukan mungkin bisa menjadi efek samping dari kanker, namun begitupun kebaikan." aku bernafas dengan jantung berdebar.

Aku memarkirkan mobilku di tempat parkir terdekat, sebelum kami melangkah bersama ke dalam bangunan rumah sakit yang familiar, beriringan. Ini hampir pukul 6 sore dan Harry masih belum mengucapkan sepatah katapun mengenai pertemuan terakhir kita -maka aku tidak tahu apa yang harus diharapkan.

Yang aku tahu siapapun dia ini, Harry Styles tersakiti secara emosional, dan dia perlu seseorang untuk membantunya bertumbuh dan memperbaiki dirinya. Dan aku bersumpah untuk menjadi orang itu.

Pintu lift terbuka sendiri seiring kami menunggunya membawa kami ke lantai 6. Tiba-tiba, ia menatap mataku sebelum bertele-tele dalam kata-katanya.

"Jadi, kanker?" ia bertanya dengan ragu-ragu.

"Ya."

Dia menganggukkan kepala, mencoba untuk mencerna informasi yang baru saja aku berikan. Seiring kami berjalan keluar dari lift , ia membungkuk lebih dekat dan tersenyum samar. "Ceritakan padaku lebih banyak tentang itu."

x x x

"Aku berusia 12 tahun ketika dokter-dokter menyatakan bahwa aku menderita leukimia," aku memulai. "Orangtuaku menangis, saudara laki-lakiku menangis, itu hampir seperti kekacauan. Tetapi bagaimanapun, aku tidak. Aku percaya bahwa ada sebuah alasan dibalik sel kanker bodoh yang ada di dalam tubuhku. Dan apapun alasannya, aku yakin itu adalah hal terbaik yang Tuhan berikan untukku.

Aku hampir meninggal di ulangtahunku yang ke-14, dan itu sedikit menyeramkan. Semua anggota keluargaku mengelilingi tempat tidurku dan memegang Alkitab, meskipun kami sebenarnya bukan orang-orang yang religius. Tapi akhirnya, salah satu pemimpin perawat membisikkan sesuatu padaku.

Ia berkata, "Ada banyak orang menyangimu, dan ada banyak hal di dunia yang indah ini- mereka sedang menunggu untuk kamu jelajahi. Aku tidak akan memintamu untuk tidak meninggal, tapi bayangkanlah betapa hebatnya jika kamu tetap hidup dan menikmati berbagai hal sederhana. Akankah iblis mengambilmu, atau akankah kamu melawan mereka dengan sekuat tenaga sampai mereka pergi selama-lamanya?"

Dan disitulah semuanya menjadi lebih baik. Aku mau melawan iblisku, aku mau untuk menikmati hal-hal sederhana dalam hidup dan berbagai pengalaman yang ditawarkan oleh dunia ini. Aku tahu betapa sakitnya kemoterapi dan radiasi, tetapi jika kamu benar-benar ingin berusaha, kamu dapat mewujudkannya, Harry. Kamu hanya perlu percaya pada dirimu sendiri."

Sebelum ia bisa berbicara apapun, seorang perawat berambut merah datang ke kantor, memanggil nama Harry.

"Permisi, Harry?" Ia bertanya, matanya tertuju padaku. "Maaf mengganggu, Dr. Lydia Davis sedang menunggu kamu di ruang pemeriksaan. Mari."

"Sepertinya ini pertanda kalau aku harus pergi, " ia mengangkat bahu, sambil berdiri dari tempat duduknya. Ruang tunggu hampir sepi, tapi kami tidak terlalu memikirkannya.

"Selamat tinggal, Harry. Sampai bertemu di support group."

"Oh, dan Mia?" ia memanggilku ketika aku sedang berjalan menuju lift. Tuhan, aku suka caranya menyebutkan namaku, itu hampir terdengar seperti musik di telingaku.

"Hmmm?" aku menggumam.

"Aku minta maaf soal tadi," ia memberitahu, membuatku merasa sedikit kaget dengan perbuatannya. Apakah dia benar-benar meminta maaf padaku?

"Aku sangat kasar padamu, dan aku tidak bermaksud seperti itu. Sampai bertemu di support group."

🔶🔹🔶

PART 2 POSTED.
22 JANUARI 2016

THANKYOU FOR YOUR SUPPORTS 🌻


Paper Hearts | HS [Bahasa Translation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang