Aku menutup pintu mobil chevrolet tuaku dan melangkah masuk kedalam bangunan berdebu ini, secangkir besar kopi panas di tangan kananku dan sebuah kantong kecil berisi dua buah kue bagel salmon di tangan kiriku. Rutinitas pagiku tidak akan bisa lebih baik daripada saat ini.
Sudah terhitung tiga tahun semenjak dokter-dokterku mendeklarasikan bahwa aku terbebas dari penyakit kanker. Tampaknya leukimia terasa menyakitkan, tapi aku bersyukur, aku berhasil melewati penyakit ini dan hidup sepenuhnya.
Maka ketika seorang perawat memberitahukan tentang support group bagi para pasien kanker di Pusat Kesehatan Cheshire Timur, yang dibentuk untuk memberikan program khusus bagi mereka yang tertarik untuk bekerja sukarela, aku berkata- kenapa tidak?
Aku selalu ingin membuat perbedaan, beberapa jenis dampak dalam kehidupan orang lain. Aku ingin orang-orang mengetahui bahwa mereka tidak sendiri, dan tidak peduli seberapa parah penyakitnya, pasti ada sebuah cara untuk tersenyum dan menjadikannya suatu hal yang positif.
"Selamat pagi, Mia," seorang wanita paruh baya namun ceria bernama Cassandra yang bekerja sebagai resepsionis, berdiri menyapaku. "Kamu datang cukup awal pagi ini, bersemangat?"
"Ya, pastinya," aku memberinya satu dari beberapa kue bagelku, mengingat bahwa ia tidak meninggalkan meja tersebut selama 24 jam terakhir. "Aku membawakanmu sarapan pagi. Aku tidak yakin kamu menyukai salmon, tapi ini terasa nikmat."
Mengambil satu gigitan terakhir, dia mendesah karena rasanya yang gurih dan diapun tersenyum lebar. "Terimakasih, sayang. Kamu selalu menjadi sosok yang penuh perhatian."
"Tidak usah pikirkan hal itu, aku senang kamu menyukainya."
"Menyukainya? Aku mencintainya!" Ia tertawa sebentar, sebelum mengumpulkan beberapa data pasien. Ketika aku hendak meninggalkannya-dalam perjalanan menuju lift terdekat, dia memanggil namaku dengan terburu-buru. "Mia? Sayang? Tunggu sebentar!"
"Ya?"
"Sepertinya kamu memiliki pendatang baru," dia menggelengkan kepala dalam ketidak percayaan. "Kabar buruk. Namanya Harry Styles, berusia 18 tahun, duduk di bangku SMA, dengan kanker paru-paru stadium 2B..."
"Yang benar?" Mataku melebar. Ini sudah sangat lama sejak seorang pasien baru bergabung dalam support group ini. Sejauh ini, hanya ada 6 orang diantara mereka. "Baik, aku tidak sabar untuk bertemu siapapun manusia Harry ini, kalau begitu."
"Tidak terlalu cepat, sayangku. Siapkan dirimu untuk sebuah pertempuran,karena laki-laki ini berbeda!"
"Apa maksud perkataanmu?"
Cassandra mengambil nafas dalam-dalam sebelum melabuhkan mata abu-abunya yang membosankan ke dalamku, tampak prihatin. "Disini sudah tercatat bahwa dia memiliki masalah dengan perasaannya sendiri. Sejenis depresi, aku tebak, tetapi apa yang bisa aku katakan? Itulah efek samping dari terkena penyakit parah."
"Tak apa, Cassandra," Aku menganggukkan kepalaku, mengetahui bahwa setiap pasien memiliki kesempatan untuk berjuang melawan penyakit mereka, selama mereka percaya pada diri mereka masing-masing. Dan aku akan membuat ia percaya pada dirinya sendiri. "Aku akan berbicara denganmu nanti, ya?"
×××
Dengan dimulainya sesi dalam support group kami, setiap orang telah membuat sebuah lingkaran kecil mengelilingi ruangan. Aku suka pilihan mereka untuk memberi warna baby blue sebagai warna wallpaper ruangan, sangat indah ketika warna itu berpadu dengan lantai kayu disini.
Satu hal yang menjadi perhatianku beberapa saat, adalah siapapun laki-laki Harry ini, dia masih belum tiba di tempat pertemuan kami. Aku yakin Cassandra dan dokter yang menangani Harry sudah memberitahu Harry tentang jadwal kami sebelumnya.
Ketika aku berjalan menuju ke kursiku, aku melihat Cassandra membicarakan beberapa kata kearahku. "Mari kita mulai saja tanpa dia."
"Ok," aku membalas, sebelum memfokuskan pandanganku kearah pasien lain. Oh, betapa bahagianya aku berada di sekitar orang-orang ini. Mereka begitu indah, tanpa memerhatikan penampilan dan rasa sakit. "Selamat pagi, semuanya, nama saya Mia Hadley dan hari ini kita akan-"
"Maaf,aku telat."
Sebuah suara laki-laki menggema melewati ruangan. Aku dengan cepat memutar kepalaku dan mencari sumber suara tadi, bertemu dengan tatapan dari seorang laki-laki muda dengan rambut keriting berwarna coklat gelap dan mata berwarna hijau. Ia nampak sangat kuat, namun sangat lemah di waktu yang sama. Terdapat sebuah tabung oksigen kecil di belakangnya juga, mungkin itu satu hal yang membuatnya tetap bernafas.
Ada sesuatu dengannya, sesuatu yang spesial dan asli. Inikah Harry yang bermasalah yang sudah diperingatkan oleh rekan kerjaku?
"Silahkan duduk," aku menunjuk salah satu kursi kosong dan tersenyum lebar, menatap dalam matanya. Ketika ia sudah duduk, aku melanjutkan sesi ini dengan senyuman di wajahku. "Baiklah, semuanya. Mari perkenalkan diri kita masing-masing satu sama lain, bukan begitu?"
Seorang pria berambut coklat yang berusia sekitar 20 tahun berdiri dari tempat duduknya dan menatap semua orang dengan senyuman. Dia memakai sejenis jas hujan dengan celana jins longgar dan sandal.
"Selamat pagi," dia menggaruk bagian belakang lehernya. "Namaku Liam Payne. Aku berusia 23 tahun, teridiagnosa penyakit kanker ginjal sebelum aku lulis dari bangku kuliah."
"Hei, Liam," setiap orang menyapanya berulang-ulang.
"Namaku Niall,Niall Horan," pria lain berambut blonde berdiri dari tempat duduknya sesudah Liam duduk."Aku salah satu yang termuda disini, hampir 16 tahun. Aku memiliki penyakit kanker mata, yang mengakibatkan aku kehilangan salah satu dari mataku pada usia 14 tahun."
Aku melihat dia mengetuk sebuh tongkat panjang berwarna hitam ke lantai kayu, memberitahu kami bahwa alat itulah yang membantunya berjalan.
"Hei, Niall," aku mengatakannya bersamaan dengan pasien lainnya."Kami disini untukmu."
Dan aku menemukan Harry sedang memutar matanya dengan tatapan tidak peduli, ia melipat tanganya di dada. Aku bisa melihat banyak tato dari kerah pakaiannya-pakaian khusus pasien rumah sakit meskipun lengannya dilapisi oleh kardigan birunya.
Aku menggoyangkan kepalaku tiba-tiba. Biarkan pertarungan emosional ini dimulai, aku berpikir pada diriku sendiri.
"Kenapa kamu tidak melanjutkan?" Aku bertanya padanya, dengan lantang. Semua pasien memutar kepala untuk menatapnya saat ia merespon pertanyaanku dengan erangan.
Kena kau.
Setelah membutuhkan waktu yang lama, akhirnya Harry berdiri dari tempat duduknya, mata hijaunya terkunci dengan lengkap dalam mataku. "Baiklah. Namaku Harry Styles dan aku anggota baru dalam support group ini. Aku berusia 18 tahun, dan aku memiliki penyakit kanker paru-paru."
"Hei, Harry." Aku memberikan dia seringaian, aliran darah terasa menyengat pembuluh darahku.
Dia tenggelam lagi dalam tempat duduknya, menatap ubin yang dingin dan keras. Dugaanku sebelumnya ternyata benar, ada sesuatu dengan Harry Styles.
PART 1 POSTED.
21 JANUARI 2016THANKYOU FOR YOUR SUPPORTS ☀
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Hearts | HS [Bahasa Translation]
FanficMia Hadley adalah seorang relawan yang bahagia-dan juga-beruntung di support group milik Pusat Kesehatan Chesire Timur. Menjadi pejuang kanker, ia mengerti betapa frustasinya mengalami penyakit ini. Harry Styles adalah seorang pasien kanker yang ber...