you're fine, i am fine

31K 1.6K 8
                                    

Molly bangun lebih cepat dari beberapa hari sebelumnya bahkan matahari belum terbit sepenuhnya. Kamarnya cukup berantakan, bukan karena sibuk atau tidak sempat membereskan, tetapi malas. Ia merasa begitu tak berkeinginan melakukannya, seolah kamar berantakan sejalan dengan pikirannya yang sedang kacau. Seminggu lalu Alvin menyatakan perasaannya, bukan itu yang ia harapkan.

Kalau boleh jujur Molly hanya ingin Alvin menjadi sahabat yang baik, adik kelas yang manis dan tetangga yang periang. Ia memang egois dengan permintaannya itu, sehingga mungkin inilah penyebab uring-uringannya.

Molly menuju dapur untuk mendapatkan segelas air untuk minum, matanya masih menyipit karena sebenarnya ia masih mengantuk, namun rasa haus mengalahkan itu semua.

''Ambilkan koran di depan,'' ucap Azka telah duduk di meja makan dengan segelas kopi yang dibuat sendiri.

Molly menoleh sebentar ke arah Azka setelah mengambil air dari disprenser.

''Apa Syahrini akan menikah?'' tanyanya berjalan menuju pintu depan.

Alis Azka terangkat. ''Apa maksudmu?''

Molly berhenti lalu berkata, ''Sejak kapan Kak Azka berhenti melirik majalah otomotif dan memilih koran harian ayah sebagai bahan bacaan. Kalau bukan berita besar mana mungkin Kakak mau membacanya.''

''Aku sedang mencari pekerjaan.'' Azka bangkit dari tempat duduk dan membuka kulkas lalu megambil sepotong cheese cake dan menaruhnya di piring kecil yang sedari tadi berada di dekat cangkir kopinya.

Molly hanya mengedikkan bahu setelah mendengar ucapan Kakaknya itu, entah percaya atau pura-pura percaya. Sambil memegang gelas di tangannya ia terus berjalan hingga sampai di pintu bagian depan dan begitu dibukanya sudah ada Koran di atas keset kaki. Dan amplop putih.

Usai memberi Azka apa yang dimintanya—Koran, Molly langsung kembali ke kamar dengan membawa amplop putih yang namanya tertera di sana. Dilihat dari sisi manapun itu hanya amplop biasa dengan tulisan Molly di bagian depan, sebuah tulisan tangan yang indah pikir Molly. Ia tak langsung membuka isi amplop, diraba, diterawang, mungkin terlalu berlebihan. Ia sedikit menggoyang-goyangkan isinya dekat telinga.

''Benar, ini pasti bukan uang,'' gumam Molly merobek kasar amplop.

Raut wajah bingung langsung muncul setelah melihat selembar kertas dengan tulisan tangan indah di atasnya. ''Wah, ini seperti jenis font di microsoft word,'' pujinya mulai membaca isinya.

Mereka Bilang

Mereka bilang ini cinta
Mendebarkan dan menggelora
Mereka bilang ini hati
Yang memiliki kehangatan dan kedamaian

Lalu kenapa?
Keduanya dihancurkan
Oleh rasa bimbang dan kecewa

Mereka bilang semua butuh waktu Lalu kapan?
Mereka bilang semua butuh proses? Yang bagaimana?

Bukan Mereka
Tapi kau

Molly tersenyum setelah membaca surat berisikan puisi. Cukup puitis, tapi menusuk. Ia tak bisa mengetahui secara pasti siapa yang mengirimkan puisi seperti padanya, tetapi melihat maksud yang ingin disampaikan penulisnya, ada satu nama yang terlintas dipikirannya.

***

Senin pagi, seorang murid perempuan dengan langkah malas mengambil sapu ijuk dan mulai membersihkan bagian depan kelas.

''Mimpi apa kita telat bersama,'' Lolita keluar dari kelas dengan kain dan seprotan di tangannya untuk membersihkan kaca jendela kelas lalu menghampiri Molly dengan sapu ijuk ungunya.

Be My Girl, I'm Yours Be Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang