[QB1] Keluar Sangkar

102K 5.4K 53
                                    


"Hari ini kamu harus pakai gaun berwarna merah dengan model one shoulder yang riasan simple di bagian dada, jangan lupa kamu harus ke ruang spa untuk mendapatkan kulit yang eksotik."

Aku mengangguk-angguk kepala dengan bosan, Chloe seperti biasa membacakan setiap perintah yang tertulis dalam kertas yang ia pegang sekarang. Bosan sekali rasanya harus ditentukan apa yang harus aku gunakan, bahkan lingerie saja aku sudah ditentukan. Oh Tuhan! Aku bisa mati di umurku yang menginjak kepala dua. Chloe menghampiriku, dia memijat pundakku dengan lembut hingga aku memejamkan mata.

"Aku lelah, Chloe." Aku menatap Chloe dari pantulan kaca yang berada di hadapanku.

"Aku tahu Putri Harper, aku juga lelah menjagamu selama dua belas tahun." Dia tersenyum simpul menatapku, aku membalas senyumannya dengan miris.

Andai aku tidak terjebak dalam istana megah dengan segala peraturan kerajaan yang selalu membuatku ingin berteriak tentang kebebasan, sudah pasti aku sedang bermain di pinggir pantai dengan menggoda beberapa laki-laki seumuranku dan akhirnya kami berakhir di ranjang tanpa sehelai benang. Bangun, Harper! Jangan terlalu banyak berimajinasi, karena nyatanya kau masih perawan hingga saat ini bahkan ciuman pertamamu baru diambil seminggu yang lalu.

"Apa arti kebebasan menurutmu, Chloe?" aku menatapnya dengan penasaran, wanita yang sudah berumur hampir setengah abad itu terdiam sejenak. Aku yakin, Chloe yang sudah menghabiskan seluruh hidupnya sejak kecil pada keluarga Enrique pasti menginginkan kebebasan.

Dia menatapku dengan santai, ia mulai menyisir rambut pirangku dengan sisir perak yang ia ambil dari tanganku. "Menurutmu apa?"

"Kebebasan seperti permata yang ditemukan di dasar bumi. Mahal dan berharga, tapi sulit untuk didapat." Mataku menerawang sejenak, lagi-lagi membayangkan diriku yang bebas hidup di luar rumah keluarga Macht.

"Bagaimana dengan kebahagian?" tanyanya tiba-tiba, aku menatapnya dengan bingung namun senyum menenangkan yang ditampilkan Chloe membuatku berpikir sejenak.

Tak pernah terbesit arti kebahagiaan dalam otakku, karena menurutku kebahagiaan sudah satu paket dengan kebebasan. Jika aku sudah mendapatkan kebebasan sudah pasti aku mendapatkan kebahagiaan, bukan begitu?

"Jangan pernah berpikir jika mereka seperti sebab dan akibat, karena keduanya berbeda. Bukan sebab kebebasan dan kamu mendapatkan kebahagiaan, karena itu belum tentu, Putri," aku menatapnya dengan bingung, dia memegang kedua bahuku dengan erat. "Kebebasan itu mengerikan, tapi kebahagiaan itu menyenangkan."

"Aku tidak mengerti, Chloe," ujarku dengan bingung, baru saja Chloe siap menjelaskan sesuatu padaku tiba-tiba pintu kamarku terbuka.

Sosok Enrique berdiri tegak di pintu kamar, mata hijaunya menatapku lurus. Chloe membungkukan tubuhnya ke arah Enrique, lalu tersenyum menatapku. "Saya permisi, Putri Harper."

Kini tinggal aku dan Enrique setelah kepergian Chloe, aku tersenyum menatapnya yang masih berdiri di pintu. Aku tidak tahu sejak kapan Enrique memotong rambutnya, karena terakhir aku bertemu dengannya adalah seminggu yang lalu setelah ia meninggalkanku tanpa banyak kata setelah kami berciuman. Jahat sangat jahat, karena ia meninggalkanku di saat aku bergairah.

Tanpa sadar dia berdiri di belakangku, menatapku melalui cermin yang sedang memantulkan diri kami. Tanganku sibuk menyisir rambut yang tidak dilanjutkan oleh Chloe, aku tersenyum namun tidak menatapnya. Kalian tahu alasanku melakukan itu? Aku berpura-pura marah karena kejadian memalukan itu. Oke aku akan ceritakan bagaiman kelanjutannya, janji setelah kalian baca tidak akan mengataiku perempuan malang atau apapun lainnya. Karena aku sudah berteriak di depan cermin, memaki dan mencemooh makhluk tersebut.

QUEEN BITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang