"Cepat mandi! Hari ini aku harus ke Brussel untuk menghadiri acara penting dengan para petinggi negara." Aku merenggut sebal, baru saja aku ingin memancing gairahnya dengan membuka baju tidurku di depannya.
"Kamu kan yang mau pergi, kenapa aku yang disuruh mandi?" tanyaku dengan bingung yang kembali duduk di pinggir ranjangnya masih merengut.
"Kau ikut denganku hari ini," jawabnya dengan santai, ia mengambil ponselnya tanpa mempedulikan raut wajah bahagiaku.
Aku menghampirinya, melingkarkan kedua tanganku di lehernya dengan manja. "Kamu serius? Kamu baik banget dari semalam, kamu salah makan ya?" Dia melirikku tajam, aku membalasnya dengan senyuman. "Baiklah, kalau kamu bisa baik, aku balas kebaikkan kamu dengan bercinta sekarang. Bagaimana?""Bawakan dress casual berwarna merah dan pakaian dalam milik Harper ke kamarku sekarang!" ujarnya pada seseorang di seberang sana, lalu melirikku singkat. "Aku tidak butuh kebaikkanmu itu."
Aku memanyunkan bibirku, dengan sebal aku menarik kepalanya dan mencium bibirnya dengan cepat. Menggigit bibirnya agar terbuka dan membiarkanku mendominasi ciumanku ini, aku benci dengan bibir yang sering mengucapkan kalimat tajam ini tapi aku menyukainya karena begitu manis bagai candu. Dia membiarkanku menginvasi bibirnya, aku tidak akan melepaskannya sampai dia membalas tindakkanku. Hingga dua menit aku memainkan bibirnya, dia menarik bokongku dan meremasnya. Dia mulai membalas kecupanku tak kalah kasar dengan yang aku lakukan, dia terus memagut hingga aku kehabisan nafas.
"Mandi bareng aja yuk!" ajakku dengan mengerlingkan sebelah mataku yang mulai menggodanya.
"Bergegas sekarang juga, Harper!" ujarnya dengan tegas memandangku dengan tajam.
------
Mataku memandang pantulan diriku di cermin, Enrique selalu menyuruhku menggunakan dress berwarna merah. Dia mengetahui seleraku atau memang dia menyukai warna merah juga? Aku tidak tahu karena sekarang aku terlihat begitu anggun dengan gaun ini. Dress yang panjangnya selutut dengan tangan hingga siku begitu elegan dan berkelas menutupi tubuhku, tak hanya itu, stiletto berwarna merah yang menutupi kakiku semakin mempercantik tubuhku. Rambutku yang dijepit begitu rapi dengan pita berwarna merah sangat lucu, tak hanya itu, sepertinya semua serba berwarna merah dari atas hingga bawah tubuhku.
Kepalaku menoleh ketika melihat Enrique sudah rapi dengan tuxedo yang begitu mencetak tubuhnya yang tegap, dasi hitamnya terlihat berantakan. Aku bangkit dan menghampirinya yang sedang merapikan rambutnya, tanganku mulai merapikan dasi Enrique.
"Kenapa seorang pangeran sepertimu, memakai dasi saja tidak bisa?" tanyaku tanpa menatapnya.
"Karena aku benci memakai dasi," jawabnya dengan santai, ia menungguku menyelesaikan pekerjaanku.