1 | Perihal Soulmate dan Sahabat

3K 337 92
                                    

CHAPTER I

Kim Taehyung X Kim Seokjin X Jeon Jungkook

TaeJinKook Fanfiction

***

Anggaplah ini sebuah lanjutan dari sebuah kisah yang tak pernah selesai. Yang kau balik pada halaman terakhir, kemudian, mendesah kecewa perihal cerita mengantung.

Begini, bayangkan saja, sebuah kota kecil. Penuh kedamaian indah walau, yeah, agak sedikit berisik karena mobil hitam milik Paman Han. Sumpah, serius, entah karena sudah dimakan usia atau memang memyebalkan, benda itu selalu mengeluarkan suara memekakkan telinga.

Namun, kali ini berbeda. Penyebab kebisingan bukan dari mobil Paman Han. Melainkan dari pemuda berumur delapanbelas tahun. Merengek-rengek setelah mengetahui satu rahasia dari balik tembok teritori miliknya. Bibir plumpnya sudah membuat cacian ribuan kali pada takdir.

"Kim Namjoon? Dua Soulmate? Alpha? Kau pikir aku ini apa, Kim Namjoon! Apa?" Kim Seokjin namanya. Dirinya terus merengek, menangis tersedu-sedu seraya memegang kerah milik sahabatnya. Namjoon hanya menepuk punggung Seokjin sembari menjauhkan muka. Sumpah, ingus bocah ini mengalir ke mana-mana.

Di dunia ini, semua manusia mempunyai rahasia tersembunyi. Yang tak pernah kau buat, tapi itu milikmu.Tersimpan rapi di tembok bawah tanah seluruh penduduk kota. Saat kau lahir, namamu akan tergores secara otomatis, membuat sebuah teritori penggenggam rahasia.

"Sssh, tenanglah, Seokjin-ah. Lagipula baru dua kan?"

Seokjin tentu saja melotot, memangnya Namjoon pikir soulmate-nya harus berapa 3? 6? Bisa pecah kepalanya jika begitu keadaannya. Tanpa sadar, dirinya mengigiti kukunya dengan gemetar. "Bagaimana kalau soulmate-ku, om-om mesum gila? Bagaimana kalau soulmate-ku ternyata suka kentut di mana saja? Bagaimana kalau soulmate-ku, orang yang kejam penuh tato dan codet di mana-mana? Bagaimana kalau soulmate-ku membenci mario?-"

Namjoon membekap mulut Seokjin dengan cepat, begitu netranya menangkap satu sosok melintas di seberang tempat posisi mereka berada. Dirinya meraih tubuh sahabatnya bersembunyi di dekat rak-rak buku. "Kau gila? Hah?" Muka Seokjin sudah mengerut, menampilkan aliran darah yang mengalir dengan cepat. Dipukulnya lengan Namjoon agak keras sembari komat-kamit tak jelas.

"Jung Hoseok," Namjoon berbisik. Sementara matanya menelaah dengan penuh konsentrasi. "Soulmate-ku."

Pupil mata Seokjin membesar dibarengi dengan batuk kecil tanda keterkejutannya. "Mr. Jung? Guru seni kita? Serius?" Seokjin sendiri masih dilanda rasa penuh tak percaya. Pasalnya, sahabatnya ini bar-bar tingkat akut, mempunyai soulmate seceria Mr. Jung? Pernah satu ketika, Seokjin terdiam di pojok kelas, memikirkan hasil nilai ulangan sore tadi. Dirinya lagi-lagi harus mendapat nilai rendah. Di dalam pikirannya, langsung terbesit ekspektasi-ekspektasi yang hinggap membebani punggungnya.

Ibunya memang tidak pernah memaksakan Seokjin meraih nilai tinggi. Namun, Seokjin sadar, di balik senyuman manis ibu sebelum berangkat sekolah, terpupuk sebuah harapan untuknya. Tepat saat itu, Mr. Jung datang. Berjalan dengan lembut, terarah tanpa perlu perhitungan. Ia kemudian melantunkan kalimat penuh keceriaan di tengah senja menjemput. "Pemenang selalu kalah di awal kan? Tidak apa, Seokjin-ah. Tak ada satu pun angsa yang dipaksa untuk memanjat. Semua manusia mempunyai ranahnya tersendiri. Maybe it's not your time. But the next? Make them be."

Satu detik itu, di moment itu, Seokjin selalu mengingatnya. Bagaimana Mr. Jung memeluknya, membiarkannya menangis walau, yeah, agak menjijikkan, kau tahulah cairan yang berasal dari hidungnya. Dan, rasanya sulit membayangkan Kim Namjoon bersanding dengan Mr. Jung.

Seokjin langsung menutup matanya erat-erat, menyatukan kedua telapak tangan. Lain lagi dengan mulutnya yang menggumamkan kalimat-kalimat tak jelas. Namjoon tentu mengernyit, dahinya mulai menampilkan kerutan-kerutan pendek. "Jangan bilang kau kerasukan setan lagi?"

PLETAK!

Seokjin memukul dahi Namjoon dengan kedua jari tangannya. Tepat mengenai sasaran. Boom! "Aku sedang berdoa tahu,"

"Untuk?"

"Biar nanti di kehidupan selanjutnya aku bisa terlahir menjadi Alpha dan soulmate-nya Mr. Jung," Seokjin berkata dengan enteng. Lalu, ia melanjutkan acara berdoanya, tanpa memperdulikan sahabat di hadapannya. Matanya ditutup erat-erat, memperlihatkan keseriusan yang dimilikinya.

"Sialan!"

"Habis Mr. Jung kebagusan buatmu,"

***

"Kim Namjoon,"

Namjoon berdeham tanpa berkeinginan untuk menolehkan kepalanya. "Namjoon-ah!"

"Apa?" Akhirnya dirinya mengubah fokusnya dari buku menuju sahabatnya yang paling cerewet. Padahal, novel yang ia baca sedang seru-serunya, tapi sumpah, Namjoon lebih sayang dengan telinganya, dibanding harus mendengar ocehan Seokjin tentang betapa pentingnya mendengarkan.

"Kau tahu," Seokjin menjeda kalimatnya sembari mengetuk-ngetuk jarinya ke buku di pangkuannya. Ngomong-ngomong, saat ini mereka sedang terdiam di kafe milik keluarga Seokjin. Suasananya cukup tenang, mengingat pelanggan yang datang kebanyakan para pelajar. (Yeah, well, belajar, makan dan berselancar di internet bisa dilakukan secara sekaligus di sini.) "Waktu pertama kali bertemu Mr. Jung setelah tahu dia soulmate-mu, bagaimana rasanya?"

Bukan main, Namjoon tersenyum dari ujung bibir kiri menuju kanan. "Wah, Seokjinku sudah besar. Mulai memikirkan soulmate ya?" Alisnya bermain naik dan turun sehabis kalimat selesai.

"Aku cuma penasaran," Seokjin bersuara dengan volume pelan. Sementara, telinga memerah membara.

"Seokjin-ah, ingat kan seberapa terkejutnya aku sewaktu nama soulmate terukir di dindingku?" Namjoon sengaja menatap sahabatnya selama tiga detik, kemudian tersenyum kecil. "Aku terkejut bukan karena terlalu cepat mendapat soulmate di umur delapanbelas, tapi sebab yang terbaca Jung Hoseok bukan Kim Seokjin."

Hening. Sekejap segala dunia seperti membeku, terhisap oleh suasana yang bergeming. "Keluargaku senang sekali sewaktu tahu kau itu omega. Dipikiran ibuku, wah kau bisa jadi pasangan yang cocok buatku. Aku juga berpikir seperti itu. Sedari masih belajar berjalan, Seokjin dan Namjoon itu tak pernah terpisahkan." Alis Namjoon terangkat satu. "Begitu kan? Sejujurnya, aku tak tahu bagaimana perasaanku sendiri terhadapmu. Tetapi, rasanya bersanding tidak denganmu, bukan hal mudah."

"Aku marah sewaktu pertama kali bertemu dengan Mr. Jung setelah itu. Namjoon terlalu terbiasa dengan Seokjin yang cerewet, rajin mengomel-ngomel, suka sekali makan dan selalu memelukku sembarangan. Aku terlalu terbiasa denganmu. Jung Hoseok bukan kau, selamanya bukan." Namjoon menundukkan kepalanya sekejap. "Tetapi, Hoseok hyung itu, terlalu sabar menghadapi aku yang brutal. Dia bodoh, Seokjin, bodoh."

Siang itu, semua diisi oleh tangisan kecil dari seorang Alpha dan Omega yang terdiam tanpa tahu harus apa.

***

Hp aku rusak gais :') Makanya jarang on wp. Untuk cerita lain, aku belum bisa lanjut, karena draftnya semua di hp. Ini aku upload cerita yang disimpen di laptop :") Oh iya, cerita ini dengan pairing TaeJin & KookJin only, eh with a little bit NamSeok. HEHEHE.

Love,


Ta.

sst, soulmate shouldn't be hereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang