Chapter V
Kim Taehyung X Kim Seokjin X Jeon Jungkook
A TaeJinKook Fanfiction
***
Sudah tiga hari, Namjoon pergi menemani Mr.Jung selama masa heat. Itu artinya;
Tidak ada Namjoon saat kaki berangkat menuju sekolah. Tak ada Namjoon ketika bel pertanda masa penyiksaan berakhir, berdering keras, kemudian menemaninya berlari kencang menuju kantin. Tidak ada Namjoon, sewaktu dirinya tertidur di sela-sela penjelasan guru (alhasil, tahulah, membersihkan toilet menjadi rutinitas tak ujung). Tak ada lesung pipi tertampil jelas, bereaksi, pada setiap tingkah laku Seokjin.
Lalu kau pikir, Seokjin akan bersedih? Meratapi nasib? Begitu? Begitu?
Hell ya! Sudah pasti begitu.
Tebak apa yang dilakukan Seokjin saat ini? Terduduk dan terdiam tanpa ada gairah semangat hidup. Padahal lonceng surga sudah bersuara dengan keras. Oh jangan tanya, bagaimana para siswa lain, melesat secepat kilat demi merambah istirahat sebanyak-banyaknya.
"Seokjin? Kau Kim Seokjin 'kan?"
Dengan mata sedikit terbuka, ia menoleh, menatap sang penanya berserta satu alis terangkat. Seokjin tak kunjung membuat suara, mengingat Namjoon tak ada di sampingnya cuma membuat jiwanya lelah.
"Ini," katanya sembari memberikan satu pucuk surat berwarna biru langit. Ah, Seokjin ingat siapa dia. Teman satu kelasnya, Park Jimin. Malaikat tanpa sayap, panggilan dari warga sekolah. Soalnya, dari yang ia dengar, Jimin ini baiknya tiada dua. Yeah, meski keduanya tak pernah berbincang secara mendalam, karena ya, mau bagaimana pun, Seokjin selalu sibuk mengobrol dengan Namjoon. (Tuh kan, Seokjin ingat lagi!)
"Ini ... apa?" Surat itu sudah beralih pada lembutnya jemari milik Seokjin. Dibolak-balik, depan dan belakang, tetapi tak ada satu pun keterangan mengenai apa isi dari pemberian Jimin tadi.
Alih-alih menjawab, Jimin malah tersenyum tak karuan. "Ah, sudahlah, bye Seokjin!" Tepat saat itu pula, Jimin menghilang dari pandangan, berlari sembari tertawa kecil.
"Eh?" Seokjin kembali menatap lekat-lekat, membolak-balik, kemudian membuka perekat penutup suat secara terburu-buru. Kerutan di dahi tak kunjung terhenti ketika didapatkan satu kertas putih dengan satu kalimat dengan tinta hitam pekat.
Sudah waktunya rembulan beraksi, Sayang.
"Hah? YAK PARK JIMIN! APA MAKSUDNYA INI?" Seokjin berteriak, sampai gema dalam kelas terdengar. Ia langsung menancap gas pada kaki, mengejar teman sekelasnya. Namun, bukannya mendapati Jimin di dalam pandangan, kepalanya malah menabrak tepat pada salah satu dada bidang, ah, aromanya, feromon itu begitu menusuk. Alpha. Alpha. Alpha. Terserap sangat dalam, hingga matanya cuma bisa memproduksi buramnya penglihatan. Dan, akhirnya, semuanya menghitam.
***
Pening dalam kepala langsung menyergap begitu mata terbuka secara perlahan.
Dua detik netranya terbuka, normal, pikirnya. Cuma sekadar kamar biasa. Di sisi kiri, lemari besar (lengkap dengan kaca di ujung sebelah sisi kayu), rak tempat menyimpan buku—di sana terdapat beberapa novel (tunggu! Ada dua sampai tiga novel yang Seokjin sadari sebagai ... novel erotis. Ya ampun, coba bayangkan seberapa merahnya dia saat beberapa potongan cerita mampir ke dalam otaknya. Sial.), beserta meja besar berwarna abu-abu. Dan, di sini, sisi sebelah kanan, Seokjin terdiam sembari memegangi kepalanya, berada di kasur dengan pelapis putih.
Setelah diberi waktu untuk otaknya berpikir, Seokjin mulai mempertanyakan satu hal.
Ada di mana dirinya?
"Di kamarku," tiba-tiba saja dari arah kiri, seseorang menyahut. Dengan satu senyuman manis disertai dua minuman hangat. (Oh, sudah pasti, liat saja kebul asap yang meronta pada udara.)
"Officer Jeon?" Suara yang dikeluarkan malah cenderung lirih. Padahal, serius, sumpah, otaknya sudah memilih untuk mengeluarkan nada tegas sekaligus bumbu bingung di dalamnya.
Seokjin bersumpah sampai rasanya mau jungkir balik, seringai di wajahnya tertampil nyata! Setelah kejadian, minggu-minggu sebelumnya, ia kira, dirinya tak akan pernah bertemu manusia menyebalkan ini lagi. Coba, kau pikirkan, bagaimana rasanya menahan keinginan untuk menyantet pada orang yang mengerjaimu habis-habisan?
Disuruh membersihkan wc, membelikan makanan dari tempat yang jauh dari kantor polisi, memijat kaki dan tangannya sepanjang malam! Hukuman karena menerobos database sekolah benar-benar kejam!
"Kau pingsan," Officer Jeon menjelaskan seakan-akan dirinya meminta seraya menyodorkan satu gelas minuman dari tangan kanan. Huh, ya iyalah, sudah pasti dia pingsan, gak ada tuh yang bilang Seokjin sedang salto? Melihat Seokjin bergeming, mulutnya kembali membuka, sembari memainkan alis naik-turun. "Yakin tidak mau?"
"Ya maulah! Eh," tangannya otomatis langsung menutup. Memukul-mukul bibirnya tanpa henti. Stupid, stupid!
Renyah tawanya langsung mengalir. "Kalau mau, tinggal bilang saja. Apa susahnya? Hmm?"
Seokjin mendengus, mengalihkan pandangan, menyembunyikan rona merah di pipi. Tanpa disadari, matanya menangkap sesuatu. "Officer sudah punya kekasih?" Entah kenapa, tiba-tiba saja, hatinya tercubit. Duh, efek sesudah pingsan memang suka membuat otak error kan ya?
Dehaman pun dilakukan sebagai sebuah jawabannya. "Siapa?" Langit-langit kamar berseru-seru, seperti menyuruh Seokjin untuk bertanya lebih dalam.
"Manusia." Datar, singkat, padat dan tidak jelas! "Kenapa? Tertarik menjadi selingkuhanku?"
"Cih. Mana aku sudi! Kalau disuruh berselingkuh, sudah pasti tidak akan kupilih officer!" Seokjin menjulurkan lidah sebagai penutup kalimat sembari mengeleng-gelengkan kepala, sebagai pertanda penolakan.
Yang tidak Seokjin pikirkan, tepat ketika itu terjadi, Officer Jeon mendekat. Mengikis seluruh ruang di antaranya keduanya. Sampai pada bagian terburuk, lidah Seokjin yang sejak tadi terjulur, bersentuhan langsung dengan bibir lawan bicaranya. Sementara tatapannya semakin intens terasa.
Sekadar menempel, tetapi Seokjin tak juga bergerak. Kelu, seperti seluruh prosesi dalam raga membeku. Feromon tadi siang, mengalir lagi pada rongga penciuman. Membuatnya mabuk, pening, oh, Alpha, Alpha, Alpha.
Beberapa detik berlalu, bibir tadi mulai meraup, memainkan lidah Seokjin di udara. Membawanya terbang jauh, bersama kupu-kupu berterbangan di dalam perut. Ia tak akan pernah paham, tatapan mata orang di hadapannya, alih-alih menyiratkan nafsu, justru kesedihan tercetak jelas, memintanya mengaduk dengan satu pelukan hangat.
Satu pelukan hangat, sehangat sentuhan fajar.
"Panggil aku, Seokjin. Panggil aku, Seokjin. Panggil aku."
Tanpa Seokjin sadari, dengan mata tertutup, dirinya mengucapkan nama seakan-akan melantunkan doa-doa.
"Jungkook. Jungkook. Jungkook. Jungkook."
Pandangan mata Seokjin pun kembali menghitam. (Namun, Seokjin salah akan satu hal, Jungkook tidak seperti fajar yang membakar. Dirinya adalah rembulan, satelit pelindung bumi, pengitar di satu galaksi.)
***
Wei setelah sekian lama, akhirnya dilanjut :") kasih aku semangat buat ngelanjutin dong. :")
KAMU SEDANG MEMBACA
sst, soulmate shouldn't be here
FanfictionDinding penjaga rahasia itu memang sialan. Berani-beraninya menjebak Seokjin dengan dua alpha sekaligus. Benar-benar sialan bukan?