You - 2

159 2 0
                                    

"Mau mencoba kue buatanku nona cantik?"

"Tentu saja, yang gratis tak akan kutolak. Itu namanya menolak rezeki."

Aku tertawa konyol melihat ekspresi Karel. Hanya sahabatku ini yang dapat membuat moodku kembali membaik.

Aku benar-benar tak sabar mencoba kue buatannya. Meskipun Karel pria, ia sangat jago dalam hal memasak. Padahal istrinya, Andien sama sekali tidak bisa memasak.

"Woww, red velvet." Ucapku saat mengetahui kue yang dibuat Karel ada didepanku.

"Kau harus membayar mahal ini." Gerutunya sambil menuangkan orange juice kedalam gelas.

"Bukankah kau bilang ini gratis?" Protesku padanya.

Karel hanya terkekeh dan mengusap rambutku.

"Ini sebenarnya untuk Andien, tapi karena kau tiba-tiba saja datang sambil menangis.. Rachel!! Maksudku aduh jangan nangis dong!" Karel sepertinya panik melihatku tiba-tiba menangis. Lagi.

Aku mengusap air mataku kasar, "Maaf ya Rel, aku selalu merepotkanmu. Padahal kau pasti sudah repot dengan kehamilan Andien dan acara ngidamnya," aku kembali mengusap air mataku. Bukannya berhenti, air mataku malah semakin mengalir. Aku terkekeh melihat wajah khawatir Karel.

Aku bersyukur, setidaknya ada orang yang benar-benar menyayangiku Tuhan.

Aku kembali sesenggukan. "Maaf ya Rel, aku hanya.." Karel menatapku,

Aku tersenyum miris.

"Kamu tau kan Rel, aku ga punya siapa-siapa lagi. Aku ga tau harus cerita ke siapa lagi kalau bukan ke kamu."

Karel membawaku ke dalam pelukannya. Kami berpelukan cukup lama sampai akhirnya tangisanku reda.

"Kamu sudah merepotkanku sejak kecil. Rasanya akan sangat aneh jika kamu tidak merepotkanku." Karel menerawang kemudian menatapku kembali.
"Kamu tau Hel? Bagiku, mau kamu sudah menikah, sudah punya anak, atau bahkan sudah jadi nenek tua yang giginya tinggal dua, kamu akan selalu menjadi adik kecilku. Adikku yang manja dan selalu bergantung padaku. Setidaknya aku sedikit berguna untukmu, aku bahkan tak bisa membantu masalahmu." Karel menghela napas panjang dan menatap mataku. Aku balas menatapnya.

Dia tersenyum membuatku ikut tersenyum.

"Love you ka." Ucapku pelan.

Dia tak menjawab, hanya menarikku kembali kedalam pelukannya.

******

"Dari mana saja kau? Bersenang-senang heh?" Lihatlah! Adrian suami yang sangat romantis bukan? Aku bahkan belum sempat mengucap salam padanya dan mencium punggung tangannya. Istri macam apa aku ini.

"Jadi dia selingkuhan mu? Lumayan juga, sepertinya dia perkasa. Ah sudah berapa kali kau tidur dengannya? Melayani nafsu bejatnya?" Tanganku terkepal kuat hingga buku jari-jariku memutih. Namun aku tak berniat menjawabnya, aku sangat lelah hari ini. Suamiku terlalu pengertian haha, apa dia sedang membandingkan keperkasaannya dengan Karel di atas ranjang?

"Jawab jalang heh!! Kau ini punya dua telinga! Bersyukurlah sedikit! Banyak orang tuli yang ingin mendengar bodoh!!" Nah kan, poin plus lagi untuk suamiku. Dia mengingatkanku untuk selalu bersyukur. Benar-benar pria idaman bukan?

Kali ini dia menjambak rambutku. Tidak, bukan menjambak. Dia hanya mengelus rambutku agak kencang. Aku tidak apa-apa sungguh. Hanya saja, kepalaku lumayan pusing karena elusannya yang agak kencang di kepalaku hingga rasanya rambutku akan rontok jika dia terus mengelus kepalaku dengan cara seperti itu.

"Heh jalang!! Jawab!!" Kali ini, suamiku mengelus pipiku, lagi-lagi agak kencang. Bahkan aku sampai merasakan seseuatu yang asin disudut bibirku yang kuyakini darah segar.

Namun aku kembali terdiam, aku tak mau salah bicara yang nantinya akan membuat suamiku melakukan hal yang lebih romantis lagi.

"Kau sama saja dengan ibumu. Sama-sama tak tau diri dan perusak rumah tangga orang cihh" dia meludah padaku.

Aku tak peduli dengan ludahnya yang mengenai rambutku, yang ku pedulikan adalah sakit di hatiku karena ucapannya.

"Kau boleh menghinaku sepuasnya, tapi jangan pernah bawa-bawa ibuku." Desisku padanya.

"Dan aku berhak untuk tidak menjawab pertanyaanmu yang sangat tidak penting itu. Karena itu sama sekali bukan urusanmu tuan." Ucapanku barusan sudah membuat macan tidur terbangun rupanya. Dapat kulihat matanya berkilat marah.

Aku tak peduli.

Aku sudah terbiasa seperti ini.

Ya, sudah biasa.

Mungkin saja dia akan membunuhku. Aku akan senang hati menggentayanginnya dengan roh ku.

"Kau pikir aku tidak tahu?!! Pria yang kau sebut sebagai sahabatmu itu telah menikah." Adrian tersenyum sinis padaku dan melipat tangannya di dada.
"Dan mereka selalu bertengkar hanya karena dirimu. Kau tak kasihan dengan istri sahabatmu? Padahal ia sedang hamil besar, tapi suaminya malah asik bermanja-manja ria dengan sahabatnya."

Aku mengepalkan tanganku. Pandanganku sudah buram karena air mataku.
Sial
Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan menangis di hadapannya.

Tapi ini menyakitkan.

Sangat menyakitkan.

Benarkah Karel bertengkar dengan Andien? Dan penyebabnya adalah aku? Benarkah Aku yang menghancurkan rumah tangga mereka?

Demi ibu dan ayahku yang berada di liang lahat!! Aku bahkan sudah mengenal Andien lebih dari tujuh tahun! Dia sahabatku juga!
Dan selama aku mengenalnya, Andien tak pernah mempermasalahkan kedekatanku dengan Karel. Dia juga mengerti, bagaimana pun juga, aku yang mengenal Karel lebih dulu. Kami sudah bersama-sama hampir 20 tahun!

Tapi pria ini?!!

"Apa aku semenjijikan itu di matamu?" Tanyaku pelan. Ku lihat dia sedikit kaget mendengar pertanyaanku.

Aku memberanikan diri untuk menatapnya, dan dia juga tengah menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan.

Kami bertatapan selama beberapa menit, dan aku menyerah.

Melihat matanya,

Membuatku jatuh kembali.

Bodohnya aku.

Aku melangkahkan kakiku, hendak kedalam kamarku. Namun ucapannya membuatku mati kutu seketika.

"Kau tak pernah bercermin? Kau sangat-sangat menjijikan Rachel.
Kau bahkan lebih menjijikan dari sampah sekalipun." Dia menyeringai melihat reaksi tubuhku. Tentu saja, penderitaanku adalah kepuasan untuknya.

"Apa sebenarnya maumu?" Tanyaku tanpa menatapnya.

"Kehancuranmu."

"KAU SUDAH MENGHANCURKANKU ADRIAN!!" Pekikku padanya.

"Apa kau tak puas? Melenyapkan ibuku dan membuatku menderita. Ini tak adil Adrian." Ku singkirkan semua egoku.

Aku berlutut padanya, memohon padanya agar melepaskanku. Aku benar-benar tak kuat lagi.

"Lepaskan aku Adrian, aku mohon. Aku benar-benar tak kuat lagi. Kau sudah membuatku sangat menderita. Apa itu tak cukup untukmu?"

"Tak cukup dan tak akan pernah cukup Rachel."

"Demi tuhan Adrian!! Kau bunuh saja aku!!"

Adrian berjongkok. Mendengus melihat posisiku yang sangat menjijikan.

Tak lama kemudian, dia menyeret tanganku kasar menuju kamarku.

Dia melepaskan dasi yang mengikat lehernya dan mengikat kedua tanganku dengan dasinya. Aku meringis kesakitan.

"Rachel Mahardika, kau tak akan pernah lepas dariku."

"ARGHHHH"

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang